07

9.4K 592 10
                                    

Sebisa mungkin Haechan melebarkan matanya yang sedari tadi terasa sangat berat dan ingin menutup. Iya, dia mengantuk.

"Sumpah! Kapok banget gue galau-galauan sambil nari di jam dua malam! Ngantuk bangetttt!" batin Haechan berseru.

Haechan menggelengkan kepalanya agar rasa kantuknya hilang, lalu tak lama dia mengucapkan selamat tidur pada dunia.

"Selamat tinggal dunia. Gue gak tahan buat gak tidur," gumam Haechan.

Detik berikutnya, Haechan langsung tertidur dan hanyut dalam dunia mimpinya.

Saat kepalanya hendak membentur meja, seseorang lebih dulu menjadikan telapak tangannya sebagai bantalan agar kepala Haechan tak terbentur meja.

"Apa nih anak gak sadar pas gue masuk? Pas masuk tadi, siswi-siswinya ribut banget. Bukannya keganggu, dia malah keenakan tidur," gumam si pemilik telapak tangan.

"Hahaha! Cute!" pujinya.

Perlahan pria itu membaringkan kepalanya di atas meja. Lebih tepatnya, dia memperhatikan wajah teduh Haechan yang terlelap dengan sangat damai.

Seorang siswi masuk ke kelas Haechan, lalu matanya memicing saat menangkap sosok pria yang membaringkan kepalanya di samping Haechan.

"Itu cowok yang suka sama Mark, kan? Siapa cowok di sampingnya?" gumam siswi itu.

Perlahan gadis itu mengeluarkan ponselnya, lalu diam-diam memotret Haechan dan pria pemilik telapak tangan tadi.

Dengan segera gadis itu meletakkan buku fisika murid kelas Haechan, lalu keluar dari kelas itu.

Dengan segera dia mengirim pesan suara untuk Mark.

"Cielah yang Haechan-nya lagi sama cowok."

"Udah lihat foto yang gue kirim ke lo, kan?"

"Makanya, jadi orang jangan Denial. Bilang kalo suka lah."

"Masih mau fotonya gak?"

"Masih ada nih. Limited edition."

Tawa gadis itu pecah saat setelah voice note nya di dengar oleh Mark, lalu tak lama pria itu membalas dengan jawaban Gak.

•••••

Mark menekan meja yang ada di depannya dengan cukup kuat, membuat Lucas yang ada di sampingnya seketika menatap sang sahabat dengan datar dan heran.

"Bahkan lo kalau nekan tuh meja pake dua tangan tambah dua kaki, gak akan tuh meja hancur. Sekarang, lo malah nekan pake ibu jari. Waras bos?" heran Lucas.

"DIEM!" marah Mark.

"Lah! Kenapa malah emosi? Pelan-pelan Pak sopir!" ledek Lucas.

Mark melirik Lucas dengan malas, lalu memutar kedua bola matanya dengan sinis.

Mark mengambil ponselnya, lalu mengirim pesan untuk Haechan.

Awalnya sekedar mengirim huruf P, tetapi tak ada balasan.

Karena tak mau banyak basa-basi, Mark mengirim pesan untuk Haechan agar mereka bertemu di rooftop sekolah sepulang sekolah nanti.

Bukannya membalas, Haechan malah membaca pesannya saja.

Mark mendecih.

"Gunanya HP apaan coba?!" kesal Mark.

"L-"

"Lo buka suara, gue sleding!" potong Mark sebelum Lucas berkomentar.

Lucas mendengkus, sedangkan Mark kembali bersikap aneh dan berakhir memukul meja dengan cukup keras.

"Gue masih sabar kok buat ngehadapin sifat rabies Mark," gumam Lucas.

•••••

🕛 17:23 -

"Gak balik, Mark?" tanya Lucas sambil melirik Mark.

"Nggak dulu.  Gue balik nantian aja, ada urusan," jawab Mark.

"Terus, si Jijel gimana?" tanya Lucas.

"Gunanya lo apa?" tanya Mark membalas.

"Bangsat!" sinis Lucas.

"Gak guna banget lo. Sumpah!" kesal Lucas.

Sebelum Mark benar-benar marah, Lucas lebih dulu berlari keluar kelas.

Tak lama, Lucas kembali dengan posisi memperlihatkan kepalan tangan kanannya pada Mark.

"Maksud tangan-"

Mark mengatupkan bibirnya dengan kesal karena Lucas langsung mengangkat jari tengah tangan kanannya.

Mark mendengkus, sedangkan Lucas berlari menjauh.

Mark memejamkan matanya untuk meredakan emosinya, lalu dengan segera dia menuju tempat perjanjian nya yang tadinya sudah dia kirim pada Haechan melalui WhatsApp.

"Loh ... Haechan mana?" gumam Mark karena rooftop sepi.

Karena bosan menunggu, Mark memilih untuk memainkan ponselnya agar rasa gabut dan bosannya pergi.

Tak terasa waktu berjalan dengan cukup cepat.

"BANGSAT!" teriak Mark emosi karena sudah satu jam dia menunggu Haechan dan anak itu tak kunjung datang.

Dengan emosi yang sudah membara, Mark pulang ke mansion orang tuanya.

Mark menendang pintu mansion dengan sangat keras setelah pintu mansion itu terbuka secara otomatis.

"MARK!" teriak Rose kaget.

Mark tak perduli dengan sang ibu dan memilih untuk ke kamarnya saja.

"Kok dia emosi? Tadi di sekolah baik-baik aja loh," heran Giselle.

- 🧁🧁🧁 -

You Giving Up? | MarkHyuckWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu