Naruto menyipitkan matanya, tak tahu apa maksud perkataan Sakura barusan. "Kau bilang, kau ada pekerjaan mendadak? Apa semua itu bohong?" Sakura terdiam sejenak. Sedangkan Naruto juga memasang ekspresi datar penuh penekanan.

"Iya. Aku tidak ingin melihatmu bersama wanita lain, itu sangat menyakitkan." Dengan berani, Sakura menatap mata Naruto. Pria pirang tadi hanya diam Sakura tersenyum palsu dengan hati tergores.

"Seseorang terus saja mengatakan bahwa kau tidak mencintai ku. Mereka menyebut ku Flirting, wanita murahan yang merebut suami orang." Air mata bercucuran di pipi Sakura.

"Aku ingin kepastian Naruto. JIKA MEMANG KAU TIDAK MENCINTAI HINATA, MAKA TINGGALKAN DIA." Sakura benar-benar hilang kendali. Naruto meraih kedua sisi pipi Sakura, wanita itu sangat menikmati kehangatan tangan Naruto. Ini saatnya untuk mengatakannya, menyadarkan sahabat pink-nya bahwa dia sudah tidak memiliki perasaan khusus. Perasaan yang tidak dia rasakan seperti saat ini yang dia rasakan kepada istrinya.

"Maafkan aku. Tolong, maafkan aku.." Nafasnya panas, Sakura dapat merasakannya saat wajah mereka berdekatan. Kedua tangan Sakura memegang lengan Naruto.

"Jika aku meninggalkanmu-- " deg! Manik hijau berkilau air mata tadi langsung menatap tajam Naruto. Sakura melepaskan kasar kedua tangan Naruto dan berjalan mundur satu langkah, sambil menggeleng. "Jika kau melakukannya, maka aku bersumpah akan melukai diriku sendiri di hadapan mu Naruto. Aku akan mati, aku tidak akan rela melepaskan mu HIKSS--- aku sangat mencintaimu." Mata Sakura memerah, saat Naruto mengatakannya. Dia merasa frustasi dalam hati, pria malang itu membelalak tak percaya.

Tubuh Naruto seperti lemas ketika dia sudah mendapatkan balasan menohok dari Sakura. "Tolong jangan lakukan itu." Lirih Naruto tak berdaya. Sakura berjalan mendekatinya, meraih baju Naruto tepat di dada bidangnya. "Kalau begitu ceraikan dia Hikss. Aku berjanji tidak akan meninggalkan mu, aku akan tetap berada di sisimu." Ucapan Sakura seperti remasan di jantung Naruto. Bagaimana bisa dia menceraikan istrinya, meskipun kontrak mengatakan bahwa pernikahan bertahan 1 tahun. Tapi bukan itu yang Naruto pikirkan, dia tidak ingin meninggalkan Hinata karena perasaan nya sudah berbeda terhadap wanita rembulan itu.

"Kau sudah berjanji tidak akan pernah berahli ke lain hati Hikss. Kau berjanji akan menikahi ku saat aku kembali, Naruto!" Naruto benar-benar tak tega juga tak tahan melihat Sakura menangis.

"Ceraikan dia Naruto hikss, ayo kita menikah... " Grepp! Naruto menangkap tubuh lemas Sakura yang tiba-tiba saja pingsan tak sadarkan diri. Tentu saja pria itu panik saat melihatnya.

Dengan segera ia membaringkan tubuhnya di atas kasur, memeriksa seluruh tubuh Sakura karena takut ada luka di sana, mungkin saja wanita pink itu melukainya sendiri. "Hhffuu.." rasanya lega saat mengetahui tidak ada sedikitpun luka di kulit Sakura. Dengan cepat Naruto menelfon seorang dokter untuk segera datang ke apartemen Sakura.

.
.
.
.

Di lain sisi. Hinata menunggu kedatangan Naruto di dapur, sambil menjaga ramen buatannya yang sudah ada dua mangkok di atas meja. Asap masih terlihat di kedua mangkok tersebut, itu masih hangat dan baru. Hinata berharap ramen tersebut sama seperti buatan ibu Khusina.

Hinata mencoba melihat ke luar balkon. Tidak ada hujan salju, meski suhu masih begitu dingin, tapi setidaknya tidak ada badai salju. "Apa dia masih lama?" wanita yang menguncir surai-nya, menatap sendu ke jalanan di bawah sana. Tidak ada tanda-tanda kedatangan Naruto.

Please, Marry Me Where stories live. Discover now