Chapter: 34

1.5K 58 0
                                    

"Ke mana kau akan membawaku? kita akan pergi?" tanya Jennie bingung sembari menatap ke sekitar dengan penuh tanya.

Sementara Hans di bangku penumpang tengah mengemudi dengan serius tanpa menggubris ucapannya. Sepanjang perjalanan tidak ada obrolan yang terjadi. Semua hanya diisi dengan sebuah sunyi. Tidak terasa semakin lama perjalanan, semakin terhanyut pikiran Jennie dengan apa yang telah terjadi. Membayangkan hidup normal tanpa sebuab benci dan dengki yang abadi dalam hati. Dapat merasakan dicintai dan mencintai tanpa takut akan realita duniawi.

"Sampai, turunlah."

Mendengar hal tersebut Jennie menoleh ke luar dan memperhatikan sekitar dengan seksama. Tempat yang begitu asing dan juga indah.Terlihat kuno namun menawan. Di tambah lagi dengan daun-daun yang berguguran membuat suasana semakin begitu terasa nyaman.

Di sana terdapat beberapa mobil terparkir di halaman. Juga suasana sekitar tidak ada bedanya dengan saat di perjalanan tadi. Saat langkah kakinya ke luar dari mobil ada sebuah aura menyeramkan yang menyerang lehernya saat ini. Angin mulai berhembus menerbangkan daun yang telah tergeletak di bawah.

"Ikuti aku," titah Hans membuat Jennie terus mengikuti langkah besar Hans ke dalam rumah tersebut.

Tidak ada listrik sama sekali dan di dalam setiap jendela terbuka, membuat pencahayaan yang ada dari sinar matahari. Hingga, kini mereka berhenti di sebuah pintu kayu yang terlihat kokok dan besar tepat di depan.

"Hans? "

Di tekan ke bawah gagang pintu tersebut secara perlahan. Membuat terdengar suara decit pintu yang begitu jelas dengan cahaya matahari dari ruangan tersebut yang menyinari. Di dorongnya pintu tersebut oleh Hans yang menampakkan semua orang-orang yang begitu tidak asing di pandangannya.

"Tu-Tunggu, Becca? "

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

"Entahlah, aku tidak tahu jelas apa yang mereka lakukan tetapi setahuku mereka ada urusan bersama," ucap Fanny santai sembari menyiram bunga dengan seksama.

"Oh.... Begitu."

Fanny menoleh ke arah Luna yang terlihat gelisah dan juga terlihat begitu kesal. Wajah Luna terlalu polos dan ekspresi cemburu yang ada terlihat begitu jelas. Memang wanita yang sedang kasmaran terlihat begitu aneh dan konyol. Apa ia dulu melakukan hal yang serupa saat Ace bersama Jennie—Ah, sudahlah. Lagipula itu tidak penting dan ia cukup senang melihat keduanya.

Dirinya tidak munafik bila ia bilang ia tidak menaruh rasa,jelas-jelas ia masih menaruh rasa pada sosok Ace. Hanya saja, itu tidak sebesar dulu. Sekarang itu semua hanya menjadi jejak-jejak saja. Tinggal mempercayakan semua pada waktu dan semua akan seperti semula. Hampa dan juga mati rasa.

"Tenang saja Luna, mungkin Ace hanya rapat dan bekerja dengan Jacob ke kantor. Kau harusnya mengerti dan lebih tahu jadwal Ace dibanding aku." Luna menatap Fanny dengan lekat sembari menyilangkan tangannya di depan dada.

"Apa maksudmu Fanny?!"

"Dia mudah sekali terpancing. Tidak, lupakan saja."

Terlihat Luna mendengus kesal sembari menghentidakkan kaki dengan malas dan beranjak masuk ke dalam. Sementara Fanny hanya bisa tesenyum dalam diam.

"Dasar."

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

Sedari tadi Luna hanya berjalan ke sana-ke mari tanpa henti. Membuat Bryan yang melihat hal tersebut kebingungan. Sementara John yang melihatnya sudah kesal bukan main.

Stuck With The MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang