Chapter: 24

2.2K 83 1
                                    

Ringisan ke luar begitu memilukan. Ketika, menyadari bila Jhon berhasil menancapkan sembilah pisau di lengan Dante.

Setelah perbincangan yang saat tempo lalu, Dante dinyatakan berhenti bekerja di bawah naungan Ace. Di tambah lagi setelah, ia mengetahui fakta bahwa Fanny tidak lagi bernyawa akibat Ace. Begitulah desas-desus yang Dante dengar dari mulut pedas seorang Jhon.

Sungguh, dirinya marah bukan main dan ia berjanji untuk membalaskan dendam yang ada kepada Ace dengan sepadan.

Dari awal ini semua urusan Ace dan pria itu yang salah tetapi, Ace memilih menyalahkan segala keadaan yang ada pada sekitarnya. Ini semua begitu tidak adil dan benar-benar membuat ia muak dengan apa yang telah Ace perbuat dan kini berakhir dirinya menjadi buronan Jhon serta yang lainnya. Sebenarnya setahu Dante bukan Ace yang mengeluarkan kebijakan untuk melenyapkannya.

Karena, bila Ace yang menyuruhnya pasti Alex juga akan turun tangan. Dia memang tidak andil secara langsung, hanya saja ia memberi segala informasi yang ada kepada Ace. Kini dirinya menjadi buronan kerabatnya sendiri dan itu sangat menyedihkan. Sekarang entah apa yang akan Dante lakukan, yang pasti ia harus segera mencari tempat berteduh untuk mengobati lukanya dan menghilang untuk beberapa hari dari kejaran Jhon.

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

Mentari sudah terbenam, segala lelah yang ada melebur menjadi satu ketika Luna menyandarkan tubuhnya di sofa.

Semenjak Ace mengucapkan kalimat aneh yang membuat hari-hari Luna menjadi berantakan, semua terasa lebih berat dari biasanya. Sekarang banyak aturan yang tidak tertulis untuk ia laksanakan dan tentu saja Ace yang membuat itu semua.

Terkadang ia merasa heran sebenarnya sosok Ace itu pria normal atau bukan, tetapi dilihat-dilihat dari segi sisi kemanusiaan sosok Ace dapat merasakan asmara. Hanya saja, secara mental ia terluka. Begitulah yang dirinya lihat, dan juga apa masuk akal bila dirinya kini merasa nyaman dan merasa takut untuk kehilangan sosok Ace.

Maksudnya, ia hanya tidak ingin Ace mengucapkan perpisahan sekali lagi seperti tempo lalu. Dan ungkapan perasaan Ace yang tidak secara langsung tersebut membuat Luna merasa Ace akan selalu di sisinya.

Entah itu adalah kabar baik atau buruk tetapi, yang pasti ia tidak ingin ada perpisahan lagi. Dirinya kinia hanya memiliki Ace seorang  yang dapar ia andalkan. Walau entah darimana datangnya pemikiran tersebut.

Luna tidak mengerti kenapa ia berpikir seperti itu, hanya saja sebagai wanita dirinya mendapatkan rasa aman dalam sosok Ace.

"Sudahlah untuk apa dipik—"

Ting tong

"Siapa malam-malam seperti ini? "

Perlahan Luna beranjak membuka pintu apartemennya sembari menatap sekitar ketika menyadari tidak ada siapa-siapa di luar sana.

Seingatnya ada seseorang yang memencet bel apartemen dan sekarang ia hilang bagaikan ditelan bumi. Apa ini hanya candaan belaka, sepertinya memang ini hanya perbuatan orang yang usil.

"Dasar." Ucap Luna kesal sembari masuk kembali k edalam dan menutup pintu dengan rapat.

Saat ia membalikkan tubuhnya ke belakang betapa terkejutnya Luna ketika mendapati Dante berada di sofa memegangi lengannya yang terluka.

Tubuh Luna kaku melihat hal tersebut dan ia bingung harus berbuat apa. Melihat lengan Dante yang dibalut darah terlihat begitu menyedihkan, itu membuatnya mual.

"Hei, nona alkohol bantu aku. Jangan hanya menatapku saja." Ringis Dante sembari menekan lengannya agar darah tersebut tidak semakin banyak ke luar.

"Iy-iya."

Stuck With The MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang