PART 6

2.1K 138 0
                                    

Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo...

------------------------------------------
KESEPAKATAN?

Senyum di wajah Nana terus saja terpatri ketika dia mengingat kejadian tadi malam. Mengingat itu, hatinya terasa sangat puas karena membalaskan rasa kesalnya kepada lelaki bernama Aldo tersebut. Apalagi melihat wajah kesakitan dari lelaki itu semakin membuat Nana benar-benar puas dan juga senang.

"Itu pembalasan untuk laki-laki menyebalkan seperti kamu" gumam Nana dengan senyum yang berada di wajahnya.

"Hayolo, pagi-pagi udah senyum-senyum sendiri. Hati-hati teh kemasukan setan."

Sahutan dari arah sampingnya, membuat Nana sedikit tersentak dan kemudian mengarahkan kepalanya ke asal suara. Nampak wajah tengil dari Bagus yang tengah menatapnya dengan jahil.

"Bikin kaget aja kamu, dek."

"Mikirin apa sih? Kayanya Bagus lihat-lihat seneng banget?"

Nana yang mendengar itu kembali tersenyum. "Kok kamu tau sih teteh lagi senang? Keliatan banget ya?"

Bagus pun mengangguk mengiyakan. "Senang kenapa sih? Kok Bagus jadi penasaran?"

"Ada deh. Rahasia ini mah" jawab Nana dengan tersenyum penuh arti.

Bagus yang mendengar itu seketika memberenggut. "Gak asyik si teteh. Bangun cepatan, di suruh makan sama ibu dan ayah."

Setelah mengatakan itu, Bagus pun pergi dari kamarnya yang sementara di tempati oleh Nana selama berada di sana. Sedangkan Nana yang mendengar ucapan Bagus tadi langsung bangkit dari atas tempat tidurnya dan terlebih dahulu membasuh wajahnya, baru selepas itu dia akan menemui bibi dan juga pamannya.

*****

Dengan perasaan yang senang, sehabis makan tadi Nana memilih ikut atau lebih tepatnya memaksa ikut bersama Bagus dan juga pamannya ke sawah.

Di perjalanan menuju ke sawah, Nana terus saja berdecak kagum melihat sawah-sawah dan juga kebun milik warga yang sangat subur di kanan dan kirinya.

Pemandangan seperti itu benar-benar membuat perasaan Nana menjadi tenang dan juga nyaman. Apalagi udara yang ada di sini sangat berbeda dengan udara yang ada di ibukota. Udara di sini benar-benar terasa sangat segar dan juga sejuk.

"Di Jakarta gak kan yang kaya gini, teh?"

Pertanyaan dari Bagus tersebut, sontak membuat Nana menolehkan kepalanya ke arah adik sepupunya itu. "Hm, kamu benar. Di Jakarta mana ada yang seperti ini. Yang ada hanya bangunan-bangunan tinggi dan juga kemacetan yang benar-benar menguji kesabaran."

"Teteh lebih suka di mana? Di Jakarta atau di sini?" tanya Bagus lagi.

"Ya lebih suka di sini lah. Di sini itu enak, masih ada sawah-sawah dan juga kebun-kebun yang bisa di lihat. Coba di Jakarta? Mana ada yang kaya gini. Apalagi di sini tetangga-tetangganya pada baik, ramah dan juga saling tegur. Kalau di Jakarta, jangan harap deh bisa kaya gini. Di Jakarta itu menganut sistem "hidup lo ya hidup lo, gue bodo amat", gitu" jawab Nana.

"Beda banget ya, teh" sahut Bagus menanggapi.

"Ya gitu deh. Tanya aja sama paman kalau kamu gak percaya. Paman kan udah pernah tinggal jakarta cukup lama. Iya kan, paman?" ucap Nana sambil menatap ke arah pamannya.

"Hm, betul. Makanya paman lebih memilih hidup di sini. Siapa sangka, paman malah bertemu dengan bibi kamu itu di sini, dan akhirnya kami menikah" sahut paman Danu terkekeh.

What Happened in Bandung? (END)Место, где живут истории. Откройте их для себя