"Oh astaga gue lupa Nja!" Aluka menepuk jidatnya. 

"Sorry ya, yaudah gimana kalau kita balik sekarang aja? Biar lo bisa persiapan dari sekarang." tawar Aluka terhadap Senja. Senja hanya mengangguk mengiyakan, lagipula dirinya juga bosan terus-terusan disini.

"Yaudah, ayo!" Ajak Senja sembari menyambar tangan Aluka membuat Aluka sedikit meringis. Saat Senja berjalan, tiba-tiba ada sesuatu yang terjatuh tepat di hadapan Aluka, membuat Senja mengurungkan jalannya. 

Aluka mengambil benda tersebut. "Punya lo Nja? Cantik banget cincinnya." 

Senja menepuk jidatnya, ia lupa dengan cincin itu. "Itu bukan punya lo Al?"

Aluka menggeleng, "Gue ga pernah punya cincin kaya gini Nja," hal itu, berakhir membuat Senja bertanya-tanya. 

"Serius bukan punya lo? Soalnya ini gue temuin disaat kalian jenguk gue waktu itu. Gue kira punya temen-temen, dan ada inisial A nya gue kira punya lo." 

"Hmm, punya siapa ya? Gue juga gatau Nja, tapi gue bener-bener gapunya cincin kaya gini." 

"Itu punya gue!" suara berat seseorang membuat mereka berdua menoleh. 

"Fajar?" ucapnya bersamaan, terkejut tatkala mendapati Fajar sudah di hadapan mereka. 

"Ini beneran punya lo?" tanya Aluka sekali lagi memastikan. 

"Iya bener," 

"Masa sih?" tanya Aluka memastikan.

Fajar hanya menaikkan alisnya tanpa berniat menjawab pertanyaan Aluka. Dilihatnya, kini Senja yang sedang berada di samping Aluka dengan jemari yang setia menggandeng jemari Aluka. 

Flashback on

Sore itu langit berwarna kelabu, awan hitam berkumpul menjadi satu menandakan akan segera turun hujan. Di perjalan yang sedikit sepi, dua remaja turun dari motor dan duduk di tepi taman seberang jalan. 

"Maaf," 

"Buat?" Senja yang tadinya menatap Langit itu, kini menoleh ke arah Fajar yang sekarang duduk di sampingnya. 

"Semuanya," Senja mengernyitkan dahinya pertanda ia tak mengerti. 

"Gue tahu lo denger percakapan gue sama bokap." 

"Iya tahu, Fajar mau dijodohin kan?" Fajar mengangguk, yang artinya apa yang Senja dengar itu adalah benar.

Senja ingin berteriak kepada Fajar untuk tidak menerima perjodohan itu, tetapi ia sendiri tahu betul dirinya siapa, terlebih perjodohan itu dinginkan oleh ayah Fajar sendiri. 

"Tapi gue ga terima perjodohan itu, Senja..." terangnya, membuat Senja menatapnya serius.

"Kenapa?" 

"Karena,"  Fajar menghela nafasnya, apa mungkin ini saat yang tepat untuk mengungkapkannya atau ini akan membuat pertemanannya berakhir kandas?

"Kenapa Fajar?" pertanyaan Senja membuat Fajar tersadar dari lamunannya.

Fajar menatap Senja dalam, menghela nafas kasar sebelum melanjutkan perkataannya.

"Karena gue sayang sama lo," 

1 detik,

2 detik,

3 detik, 

"Bercandanya ga lucu!" 

"Gue serius, Senja," 

Senja menatap Fajar dalam. Entah kenapa hatinya merasa ada sesuatu yang mengganjal saat Fajar mengatakan hal itu.

SEJAJAR Where stories live. Discover now