"Ekhem." Dahaman Jiraiya membuat Naruto dan Hinata akhirnya menatap mereka semua.

"Apa kalian tidak ingin pergi berbulan madu?" tanya Tsunade akhirnya membuka suara.

"Apa- "

"Bulan madu?" tanya kompak Naruto dan Hinata semakin memperlihatkan betapa serasi dan cocoknya kedua pasangan itu.

"Iya. Kenapa kalian panik?" nenek Mito sedikit curiga akan wajah panik cucunya.

"KAMI TIDAK PANIK / KAMI TIDAK PANIK." Balas bersama keduanya membuat para Uzumaki yang lainnya terheran.

"Kakek mu tidak sabar menanti cicitnya." Lanjut wanita tua bersurai merah padam. Melihat tatapan keluarga Naruto yang seolah seperti sebuah kecurigaan dan penuh tanya, membuat Hinata semakin bingung harus berbuat apa untuk bisa meyakinkan para Uzumaki itu.

"Tidak usah khawatir! Aku dan si Rubah emmp ma-maksudku Naruto, akan memberikan cicit untuk kalian! Kami sudah merencanakannya!" seketika Naruto meremas paha Hinata karena sudah berbicara tanpa rundingan. Sontak Hinata meremas balik tangan Naruto yang sudah berani memegang pahanya meski kasar tapi hei! Hinata masih bisa merasakan sensasi lainnya.

"Berapa banyak?" tanya polos Moegi.

"100 cicit untuk Kakek dan Nenek!" Bruuzzz! Sangat terkejut mendengarnya, sampai-sampai Naruto menyemburkan air putih yang baru saja hendak dia telan.

"Oi Naruto! Kau ini kenapa?" tegur Jiraiya saat kena siraman air mancur.

"Ma-maaf paman! Ucapan Hinata membuatku sedikit terkejut." Menoleh dan menatap tajam ke dalam mata Hinata yang hanya bisa tersenyum remang. -'Maafkan aku, aku bingung harus bicara apa?';Dalam hati Hinata.

"Tenang saja Naruto. Aku akan memberimu novel lagi dengan berbagai macam gaya membuat anak!" bug! satu pukulan mendarat. "Diam dan segera habiskan makanan mu." Geram Tsunade.

"Hohohoho! Kakek tidak sabar menunggunya!" balas Hasirama tersenyum lebar. Saat semuanya kembali sibuk melahap hidangan yang ada, Naruto menatap Hinata dengan ancaman mematikan membuat wanita itu menciut.

.
.
.
.

Beberapa jam kemudian. Nenek Mito, Tsunade, Jiraiya, Moegi dan Nawaki sibuk melihat album foto Naruto dan Hinata yang baru saja selesai. Tak sesekali mereka tertawa kecil sambil berbincang ringan. Sementara di tempat perapian, Naruto dan Hinata duduk bersama sang kakek yang berada di kursi goyang.

"Kakek senang melihat cucu kakek menikah! Dulu sempat terlintas dan takut jika Naruto tidak mau menikah, secara... Dia tumbuh tanpa ada ibu dan ayahnya-- "

"Kakek cukup." Hinata diam, menatap sejenak ke arah Naruto yang masih duduk dengan dua siku menempel di lututnya. Wajah datar Naruto menandakan bahwa dia tidak ingin mendengar tentang orang tuanya.

"Hinata!"

"I-iya Kakek?"

"Jika boleh tahu, penyebab kematian orang tuamu..." Tak sempat berbicara lengkap, Hinata sudah memotongnya.

"Ibu meninggal karena sebuah kecelakaan saat bekerja sebagai TKW di luar negeri. Saat ayah mendengar berita kematian ibu, ia terkena serangan jantung dan meninggal." Wanita itu menjelaskan penyebab kematian kedua orang tuanya sambil menunduk dengan jari-jarinya yang bertaut.

Please, Marry Me Where stories live. Discover now