Chapter 22

4.7K 441 214
                                    

Ayo, di VOTE bestie
Vote dua-duanya ya

Awas aja cuma 1, pundung nih gue

Disclaimer ‼️

Segala hal yang berhubungan dengan medis di cerita ini, cuma berdasarkan pencarian author di google ya. Jadi kalau ada yang salah atau kurang tepat, mohon di maklumi. Karena author bukan dokter mwehehe.

Sekian terima Junghwan 🐮

✨ Selamat membaca ✨

Shanaya masih terus mendengarkan cerita Jeongwoo dengan seksama walaupun air matanya telah banjir membasahi pipi. Shanaya juga melarang Jeongwoo untuk berhenti, ia tetap menyuruh Jeongwoo meneruskan cerita itu meskipun dirinya sudah menangis sesenggukan.

"Setelah kejadian itu, Ana koma selama sebulan. Kamu gak sadarkan diri selama 2 hari. Junghwan yang paling cepat sadar, tapi paling banyak dapat luka fisik." Lanjut Jeongwoo.

"Karena kejadian itu juga kondisi Anaya jadi kaya gitu, dan lo mengalami amnesia disosiatif karena trauma. Itu makanya lo gak ingat sama kejadian itu, dan gak ingat tentang kehidupan lo sebelum kejadian itu, termasuk kondisi Anaya yang pernah normal. Yang lo tau Anaya udah kaya gitu semenjak lahir karna cerita dari papa. Jadi semua cerita atas kejadian itu cuma diingat oleh Junghwan yang buat pelaku akhirnya bisa ketangkap." Akhir cerita Jeongwoo.

Shanaya pun semakin menangis tersedu-sedu setelah Jeongwoo selesai bercerita. Ia terduduk sambil menarik rambutnya dengan kedua tangan.

Jeongwoo beranjak dari duduknya dan memeluk Shanaya. Ia mengelus tubuh belakang Shanaya untuk menenangkannya. Shanaya pun melepaskan jambakan nya di rambut dan membalas pelukan Jeongwoo.

"Jadi ini salah aku ya, kak," lirih Shanaya.

"Gak, bukan. Itu kecelakaan, Ay. Gak ada yang tau itu bakalan terjadi."

"Tapi Ana kaya gitu karna aku, kak. Aku emang pantas di benci." Ucapnya tersedu-sedu.

"Gak, Shanaya. Udah jangan ngomong gitu lagi. Kan udah janji gak akan nyalahin diri kamu sendiri. Itu udah takdir, dan itu cuma di masa lalu, jadi jangan diingat lagi." Shanaya melepaskan pelukan Jeongwoo dan menatap manik kakaknya itu dengan lekat, ia ingin melihat apakah ada kebohongan disana atau benar-benar ketulusan.

Dan ya, tidak ada kebohongan disana. Jeongwoo benar-benar tulus mengatakan itu semua. Hati Shanaya bahkan sedikit tenang setelah mendengar perkataan Jeongwoo. Setidaknya ia tak akan terlarut dalam rasa bersalahnya terus-menerus.

Setelah puas menangis, Shanaya akhirnya dapat tenang meskipun matanya sudah membengkak dan hidungnya sungguh merah.

"Ya ampun, muka Lo dek. Udah kaya di sengat lebah aja," Jeongwoo tertawa terbahak-bahak setelah melihat wajah adiknya itu.

Perkataan Jeongwoo berhasil membuatnya mendapatkan pukulan di bahu dengan indah dari Shanaya.

"Dek, nanti kalau bahu Abang jadi kecil, gimana?" Ucap Jeongwoo dengan ekspresi yang dibuat-buat sedih.

"Biarin, masih ada bahu kak Hwanie." Jawab Shanaya dengan suara nya yang masih parau.

"Gak gak gak, pokoknya bahu Abang yang paling enak untuk sandaran." Bantah Jeongwoo.

"Gak, bahu Abang keras kaya batu,"

Jeongwoo kembali mengeluarkan ekspresi nya yang dibuat-buat sedih, "dek, hati mungil kuh terluka." Ujarnya sambil memegang dada sebelah kiri.

Sunshine In My Heart | Treasure Where stories live. Discover now