Tanggung Jawab

41 15 0
                                    

Juwita dan Hani meletakkan piring makanan di atas tikar, diikuti Amaya yang membawa sepiring ikan kembung bakar. Ketiga gadis itu duduk saling bersebelahan, berhadapan langsung dengan keempat pemuda dan seorang gadis yang berada di sebelah Shankara.

Nenek Soleh datang, menaruh sebakul nasi, kemudian menghela napas lega. Dia menatap semua menu makanan yang tersaji, ikan kembung bakar, sambal kecap asin dengan bawang merah dan tomat, kangkung tumis, dan ditemani dengan sekaleng kerupuk putih di sana.

"Ayo, semuanya makan," titah sang nenek dengan menyodorkan piring bermotif bunga ke satu per satu orang di sana.

"Nenek senang Alea juga ikut ke sini," tambahnya ketika mendaratkan pandangan ke gadis di sebelah Shankara.

Makan bersama pun dimulai, tidak banyak yang dibicarakan, hanya keseharian nenek Soleh yang ditanyakan oleh para anak muda di sana. Sesekali terdengar tawa dari semuanya kala Dion melontarkan lawakan-lawakan receh.

Suara tawa kecil Amaya hilang ketika Shankara tersedak. Dia segera meletakkan piring ke bawah dan mengambil teko air, hendak mengisi gelas kaca milik pemuda itu yang kosong, tetapi berhenti tepat saat menatap Alea yang mengelus punggung Shankara perlahan. Amaya mengulum bibir, menuang air untuknya sendiri, lantas meletakkan lagi teko ke tempat semula.

Bima menggeser gelas miliknya, memberikan kepada Shankara, kemudian melirik Amaya yang masih menatap ke arah Alea dan pemuda di sebelahnya. Bima menggeser tangan Alea yang ada di punggung Shankara, memutuskan untuk menggantikan posisi gadis itu untuk menetralkan lagi sahabat berambut legamnya.

Sebenernya kamu suka Shankara atau enggak Amaya? Kalo Shan bilang kamu nolak dia, terus kenapa sekarang kamu pasang muka kesal begitu?

"Minum dulu, Kak Shan," ucap Alea dengan mendekatkan gelas milik Bima yang sudah di depan Shankara.

Amaya mengerutkan bibir, mengalihkan pandangan, lalu memasukkan sesuap nasi lagi ke dalam mulut. Sekarang, piring sudah kosong, gadis itu mencuci tangan ke dalam air di dalam mangkuk kecil di sebelah gelas.

"Terima kasih untuk makanannya, saya ke belakang duluan." Amaya berdiri, beranjak dari sana dengan membawa piring dan gelas kotor miliknya.

***
Malam itu, Amaya duduk di depan pintu belakang dengan melihat hujan yang baru turun dengan deras sampai-sampai beberapa tetes mengenai wajahnya. Dia mengembuskan napas, berdiri, menutup pintu, kemudian berbalik, berniat untuk pergi kembali ke kamar. Namun, langkah kaki mungil tersebut terhenti kala kepala menabrak dada bidang orang di depannya.

Amaya mendongak, memandang Shankara yang tersenyum tipis sambil menatapnya. Pemuda itu mundur beberapa langkah, membuat jarak agar memudahkan mata untuk menangkap sosok bertubuh lebih kecil tersebut.

"Udah jam satu, kenapa belum tidur?" tanya Shankara seraya menaikkan lengan kaus putih yang dikenakan sampai ke siku.

"Saya enggak bisa tidur," jawab Amaya sekenanya.

"Kenapa?"

Usai mengubah arah pandangan, Amaya menjawab, "Cuma enggak bisa aja." Enggak mungkin saya bilang karena saya kesusahan tidur karena mimpi buruk, kan? Ditambah dengan ada lemari di sana.

Shankara mengangguk, kemudian melewati Amaya. Dia membuka lagi pintu, duduk di sana dengan kedua kaki diletakkan ke anak tangga yang pertama.

"Kamu ada waktu untuk aku sekarang?" tanya Shankara yang membuat Amaya berbalik.

Sambil sedikit menengadah, Shankara kembali tersenyum, menepuk sisi kosong di sampingnya."Ayo, lihat hujan malam ini. Aku enggak bisa tidur karena mimpi buruk."

Kenangan Bersama Hujan [Tamat]Where stories live. Discover now