22

3.3K 351 17
                                    

Jey sedang menunggu Joseph di ruang tamu, sesekali matanya melirik ke arah jam. Clay pulang lebih awal karena dia bilang ada janji dengan Demian.

Sekarang jam sudah menunjukkan jam setengah dua belas malam, tapi belum juga ada tanda tanda kepulangan dari Joseph.

Jey mengelus tengkuknya, apa yang dilihat di lehernya itu benar tanda. Pertanyaan 'tapi mengapa?' di benaknya sudah lewat berkali-kali.

Menit demi menit berlalu sampai akhirnya Jey tidak bisa lagi menahan kantuk. Niat ingin memejamkan mata sebentar, nyatanya dia tertidur dengan pulas di sofa.

Joseph akhirnya pulang. Ia mendapati Jey tidur di ruang tamu. Ia hanya melihatnya sebentar kemudian mengunci pintu dan pergi ke kamar.

Ia cukup lelah dengan pekerjaannya di tambah beberapa masalah yang bermunculan akhir-akhir ini. Joseph melepas jas dan melonggarkan dasi. Lalu badannya ia hempas ke ranjang.

Joseph menatap langit-langit kamar. Memikirkan lebih mana dulu yang harus ia katakan. Kalah dengan tubuhnya yang lelah, Joseph tertidur dengan posisi kurang nyaman dan masih memakai setelan kemejanya yang kotor.

.

.

.

.

.

"Noah, hari ini kamu ada syuting lagi kan? Ibu bawakan bekal untukmu. Nanti dimakan saat istirahat ya?" Noah menatap kosong kotak bekal yang ibunya beri.

Sejujurnya Noah ingin lari sekarang, tapi cengkraman di bahunya membuat ia mengurungkan niatnya. "Kami berangkat dulu" Ayahnya sedikit menyeret tubuhnya untuk segera masuk ke mobil.

"Hari ini kamu akan melakukan syuting 3 episode pendek. Jadi, persiapkan dirimu mulai sekarang" Kata Theo sambil memegang kemudi.

Mata Noah berkaca-kaca "a-apa kita gak bisa berhenti?" Ia menatap luar jendela, siap menahan amukan ayahnya.

"Kamu gila? Bukannya kamu bilang ingin menjadi orang terkenal? Ayah sudah membantumu, Noah. Kamu tidak bisa mengeluh dan tiba-tiba bilang ingin berhenti. Bukannya hasil syuting ini lebih lumayan dari pada syuting drama-drama di tv?!"

Noah menelan ludahnya. Ia tau bahwa ayahnya menolak. Ia menatap kotak bekal yang berada di pangkuannya. Teringat ibunya yang telah membuatkan itu tanpa tau apapun. Noah di ancam oleh ayahnya untuk tidak mengatakan pada siapapun.

"Jangan macam-macam. Kamu tidak boleh memberontak seperti terakhir kali. Bukannya itu enak untukmu juga" Mendengar perkataan Theo, Noah menatap ayahnya itu dengan tajam. Ia tidak habis pikir, seorang ayah tega mengorbankan anaknya sendiri demi uang.

"Kenapa ayah jadi seperti ini?" Pertanyaan itu mampu membuat suasana yang kurang enak sebelumnya menjadi hening. "Ayah punya masalah apa sampai-sampai aku harus menanggung ini?"

"Mulai lagi, duduk dan diam saja! Apa sulitnya mengikuti perkataanku"

"Dari kecil pun aku sudah menuruti, ayah! Hanya saja kenapa ayah tega menjual tubuhku untuk konsumsi masa? Aku tidak menginginkan ini ayah. Ayo kita pulang saja" Noah merebut kendali kemudi. Theo yang geram dengan tingkah anaknya memberhentikan mobil dan memukul Noah.

"BEDEBAH SIALAN! KAMU INGIN MATI HAH?!" Pipi Noah terasa panas dan nyeri karna pukulan itu. Melihat Noah yang mulai tenang, Theo mengemudi kembali mobilnya menuju lokasi syuting.

Lokasi syuting

"Apa yang kamu lakukan kepada aktornya?" Tanya sutradara disana. Ia melihat memar di wajah Noah. Hal itu menghambat berjalannya pengambilan film.

"Kamu tau kan, apapun yang ada di tubuhnya adalah aset. Tapi apa yang aku dapatkan? Wajahnya tidak baik-baik saja"

Noah menundukkan kepalanya, jika hal itu membuat syutingnya terhambat, Noah harus melakukan lebih banyak hal lebih dari ini.

"Maaf kan aku. Tapi anak ini terus menerus melakukan hal di luar kendali. Jadi mau tidak mau aku harus memberinya sedikit pelajaran"

Sutradara itu terlihat memijat pelipisnya. "Bawa dia pulang dan kembali saja besok" Noah menatap sutradara film itu dalam. Ia telah memikirkan sesuatu.

"Ah tapi bagaimana bisa? Bukankah kamu harus mengejar target?" Theo masih bersikeras supaya Noah bisa syuting hari ini.

"Kamu pikir aku hanya punya satu aktor? Pergilah sebelum aku berubah pikiran dan mengeluarkan anak itu dari sini"

Mau tak mau Theo menuruti permintaan sutradara. Ia mendorong tubuh Noah keluar dari gedung.

"Ini semua gara-gara tingkah bodohmu. Coba saja kamu tidak melakukan hal seperti itu, kamu bisa syuting hari ini" Noah hanya menatap jalanan dengan tatapan kosongnya. Ia tidak peduli dengan apa yang di katakan ayahnya.

Tapi satu pertanyaan tiba-tiba keluar dari bibir Noah "ayah, kenapa kakak Jeyyano pergi dari rumah?"

Hening sebentar sebelum akhirnya Theo menjawab "karena dia pemberontak"

Noah mengernyitkan dahi mendengar jawaban dari ayahnya. Ia yakin sebenarnya kakaknya bukanlah orang yang seperti itu.

Theo menghela nafas "sembuhkan dulu pipimu karena besok kita harus bisa syuting — APA?! DASAR ANAK GILA!"

Theo berteriak saat Noah membuka pintu mobil dan melompat keluar dari sana. Noah terlempar dari mobil beberapa meter. Itu membuat seluruh tubuhnya tergores aspal.

"Sial!" Theo memukul setir kemudi. Apa lagi sekarang?


























Sekali nulis langsung publish, jadi maaf kalo masih banyak typo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekali nulis langsung publish, jadi maaf kalo masih banyak typo.

OMEGAVERSE - HYUNLIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang