17

4.6K 488 4
                                    

Sore itu saat matahari sudah sedikit mulai terbenam, Clay baru keluar dari kampusnya. Bibirnya beberapa kali mengucapkan sumpah serapah. Entah apa yang telah terjadi hari ini padanya.

Clay berjalan lesu dan sesekali menghembuskan nafas panjang. "Lelah, aku sangat lelah". Saat Clay melihat kedai pedagang kaki lima di sepanjang jalan, Clay baru teringat sesuatu. " Apa aku harus menjenguk Jey? Aku rasa belum terlambat pergi sekarang"

Ia melihat jam tangannya dan memutuskan pergi ke tempat Jeyyano, tapi sebelum itu ia membeli beberapa makanan untuknya dan Jey nanti.

Sampai di depan rumah Joseph, Clay beberapa kali menekan tombol bel. Ini sudah ke sepuluh kali Clay menekannya. "Apa tidak ada orang?" Ia berusaha lagi dan sesekali memanggil nama Jey. Berharap suaranya terdengar dari dalam.

Tapi persetan dengan panggilannya, bahkan suara bel tidak dapat di dengar dan membuat orang yang ada di dalam membuka pintu untuknya. Clay memegang kenop pintu dan  mencoba membukanya perlahan. "Tidak di kunci"

Clay berjalan masuk mengendap-endap, entah kenapa dia melakukan hal itu. Mungkin karena ia merasa seperti pencuri yang diam-diam masuk ke dalam rumah besar.

Clay ingin pergi ke dapur, ia hanya mengira kemungkinan Jey berada disana sedang sibuk memasak. Tapi saat ingin ke dapur, itu akan melewati ruang tengah.

Clay menemukan Jey tergeletak di sofa dengan tv yang masih menyala. "Jey?"
Clay tidak memikirkan hal buruk saat melihatnya, ia hanya berfikir sahabatnya itu mungkin tertidur karena kelelahan.

"Jey bangun, ini sudah sore" Clay menggoyangkan badan Jey. Ia terkejut saat suhu tubuh Jey tinggi. Clay mencoba memastikan apa benar Jey sedang demam dengan menempelkan punggung tangannya ke dahi juga leher Jey.

"Sudah berapa lama dia seperti ini" Tidak mungkin Clay membawa Jey ke kamarnya karena letaknya di lantai atas. Kondisi Jey sangat lemas, bahkan nafasnya terasa panas.

Clay hanya menidurkan Jey dengan benar di sofa, juga mengompres dahinya.  Ia sudah mencoba mencari kotak obat, tapi Clay tidak tau soal apapun dengan rumah ini. Ia tidak berhasil menemukan kotak obat dimana itu disimpan.

"Sebenarnya apa yang dia lakukan sampai seperti ini"

Clay terkejut saat mendengar suara pintu depan terbuka. "Apa Joseph?" Langkah kaki mulai mendekat dan "kak Demian?"

"Loh? Sayang? Kenapa disini?" Demian berjalan mendekat ke arah mereka berdua. "Dia kenapa?" Clay menggeleng "aku baru sampai disini dan dia sudah teridur di sofa dengan suhu badannya yang sangat panas"

"Tadi siang, dia memintaku untuk datang. Tapi aku tidak bisa karena masih harus menyelesaikan tugas kampusku. Jadi aku baru bisa datang sore hari. Kakak sedang apa disini?" Demian mendengarkan Clay, dan mengangguk paham. Tangannya terulur mengusak rambut Clay.

"Ambil berkas kerja yang tertinggal" Jawabnya. "Bukannya kakak pergi ke luar kota? Apa sudah kembali?"

"Sudah kembali, buktinya sudah disini" Clay melengos "bukan begitu, berarti bos mu juga sudah pulang kan kak? Aku tidak bisa meninggalkan Jey sendirian sedangkan aku belun selesai dengan tugasku"

"Dia sudah pulang, hanya saja masih mampir ke rumah orang tuanya. Ada sesuatu yang ingin mereka bahas. Aku akan ambil barangku dulu" Clay mengangguk dan membiarkan Demian menyelesaikan urusannya.

Tak lama Demian kembali dengan membawa amplop coklat di tangannya. "Kakak mau langsung pergi?"

"Iya, aku harus menggantikan Joseph melakukan pertemuan dadakan malam ini. Makanya aku mengambil berkas ini" Demian menunjukkan amplop yang ada di tangannya.

Mereka diam sejenak. Demian menunduk dan mengecup kening Clay "jaga dia dulu sebentar, mungkin Joseph akan segera kembali. Aku akan menjemputmu saat pekerjaanku sudah selesai" Clay mengangguk dan menggenggam tangan Demian.

"Huum, hati-hati di jalan" Demian tersenyum dan melangkah pergi untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Menit terus berlalu, jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Clay membangunkan Jey karena pemuda itu sudah lama tidur dan belum makan. Jey hanya makan camilan kering saat siang tadi.

Jey membuka matanya dengan perlahan. Dia kesilauan terkena cahaya lampu gantung disana. "Ayo makan dulu" Jey masih berusaha memperjelas penglihatannya "tuan?" Katanya dan langsung memeluk Clay.

"Tuan? Hei, ini aku Jey. Aku bukan tuanmu" Clay menggoyangkan bahu Jey. "Kamu ini kenapa?" Mereka berdua saling tatap. "Ah, Clay"

Clay menatap Jey penuh curiga. Jelas kalau mata Jey terlihat sembab dan bengkak saat ia membuka matanya. "Kamu kenapa? Apa yang telah terjadi?" Jey hanya diam mengamati tangannya. "Aku lapar" Katanya. "Baik-baik, ini makanlah. Aku membelinya saat ingin pergi kesini. Jadi sudah dingin, tidak apa-apa kan?" Clay menyiapkan makanan yang ia beli tadi untuk di makan.

Jey hanya mengangguk dan menerima suapan dari Clay. Tidak ada yang berbicara, keduanya hanya fokus dengan kegiatan makan malam.

"Kata kak Demian, Joseph sudah pulang. Mungkin nanti dia akan kembali" Kata Clay sambil membereskan sampah bekas makan mereka.

"Clay" Panggil Jey. Yang di panggil hanya berdehem. "Apa aku boleh bergantung pada Joseph?" Clay mengalihkan pandangannya pada Jey. "Karena dia juga mau membantumu, jadi aku pikir itu tidak masalah(?)"

"Tapi sepertinya dia marah padaku" Kata Jey, ia menatap lurus pada tv yang sudah mati entah kapan. Mungkin Clay yang mematikannya. "Marah kenapa?" Tanya Jey.

"Sebelum dia pergi, ini sudah cukup lama. Aku bilang padanya kalau aku akan mencari alpha dominan lain untuk membantuku"

"Bodoh" Sahut Clay. Jey mengernyit menatap Clay.

"Jey, Alpha dominan tingkat 1 hanya ada 5% populasinya. Kamu akan susah menjumpai mereka di luar sana, apalagi situasimu sekarang yang sedang berada di bawah. Kecil kemungkinannya atau hampir tidak ada. Kamu mau jika nantinya alpha bejat disana mengaku sebagai dominan tingkat 1 kemudian hanya memanfaatkanmu?"

Perkataan Clay membuatnya tertampar, kenapa ia tidak memikirkan hal ini sebelumnya?

"Joseph mau membantumu itu bisa di anggap anugerah. Jadi jangan katakan hal itu lagi" Jey memeluk Clay dengan erat.

"Terima kasih, Clay. Aku sangat menyayangimu"

"Aku juga, Jey. Aku tau apa yang terjadi padamu kemarin-kemarin. Jadi, aku tidak ingin kamu mengalami hal yang sama lagi. Beritahu aku apapun yang kamu rasakan. Oke?" Clay bisa merasakan Jeyyano mengangguk di bahunya.

Jey merasa beruntung karena memiliki Clay sebagai sahabat yang mengerti, selalu ada untuknya dan menjaganya.

Mereka bedua berpelukan cukup lama seolah-olah mereka baru bertemu setelah sekian lama berpisah.

Jey merasa nyaman, rasa takut yang menyerangnya beberapa waktu lalu kini berganti dengan perasaan hangat. Ia yakin, ia akan tetap hidup selama ia berada di rumah ini.

Juga, selama bersama orang-orang yang akan menjaganya.








































1000 word

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

1000 word

OMEGAVERSE - HYUNLIXWhere stories live. Discover now