Mama Matcha || Bab 15

600 31 9
                                    

Happy reading~

Dion

Malik mengirim gue sebuah pesan. Dia bilang kalau dia pulang duluan karena ada urusan penting lalu menyuruh gue untuk menalangi makan siang yang belum dibayarnya. Bagian menjengkelkan dia meninggalkan gue dengan mobilnya. Dia berdalih 'kan ada Marsya yang siap lo tebengin kemana pun' itu hanya akal-akalannya saja.

Ide yang nggak terlalu buruk sebenarnya. Mengingat gimana gue dan Marsya sangat.. ya kalian tahulah.

"Malik tahu kalau aku yang bawa mobil? Kan bisa aja Lita yang bawa? Kok dia bisa nebak begitu?" Marsya bertanya bertubi-tubi yang kontan bikin gue turut heran. Benar juga kata Marsya. Memangnya dia tahu mobil Marsya, sampai-sampai menyebutkan gue bisa nebeng sepuasnya.

"Mungkin karena muka gue yang kentara banget nggak bisa nyetir?" Lita temannya Marsya menunjuk wajahnya sendiri.

Gue terkekeh samar. "Malik bukan artis yang ada acara TV terus bisa baca garis tangan."

"Gue nggak bilang garis tangan. Garis muka yang benar," Lita menimpal tak mau kalah.

"Terserahlah." Kayaknya gue dan Lita memang nggak ditakdirkan buat akrab. "Biar gue aja yang nyetir, Sya. Mana kuncinya?"

Marsya merogoh tasnya setelah menemukan kunci mobil dia menyerahkannya pada tangan gue yang meminta.

"Oh my God! Mobil lo kok beret begini," Lita berseru ketika mendapati banyak beretan di sisi pintu belakang mobil.

Kehebohan Lita membuat Marsya ikutan panik. "Ini spion mobil sebelah kiri juga kayak mau patah. Ini siapa yang ngelakuin sih," Gue ikut menatap Spion yang dimaksud terus beralih ke wajah Marsya. Ada ketakutan dan kegelisahan di sana. Dia mungkin masih mengingat kejadian ketika ban mobilnya digembusin orang yang tidak beradab waktu lalu. Kalau sudah dua kali begini tidak mungkin hanya orang jahil. Ini juga bisa jadi orang yang sama.

Gue spontan berlari untuk masuk kembali ke Resto Padang. Tanpa sadar mungkin Marsya dan Lita yang melihat punggung gue dengan aneh. Gue bertanya kepada Pramusaji yang kebetulan wara-wiri.

"Mas, di parkiran bagian mobil ada CCTV nggak?" tanya gue tergesa.

"Di parkirannya langsung sih nggak ada, Pak. Adanya hanya mengarah ke parkiran mobil, mungkin cukup jauh juga kelihatan dari CCTV-nya. Ada yang bisa dibantu, Pak?"

"Mobil teman saya dirusak oleh oknum yang tidak kamu ketahui. Jadi, bisa tolong antarkan saya ke ruang CCTV?"

Pramusaji itu hanya mengangguk cepat kemudian mengantarkan gue ke tempat yang gue maksud. Di sana ada pegawai yang tertidur di atas kursinya.

"Wandi bangun!" Pramusaji itu mengguncang bahu pegawai yang disebutnya Wandi. Lantas yang dibangunkan membuka matanya dengan gelagapan. "Lo bukannya kerja malah tidur. Tuh ada mobil orang yang rusak gara-gara ngawas lo nggak becus."

Gue mengabaikan cercaan pramusaji kepada si Wandi, yang dibalas pegawai itu dengan permintaan maaf. Lantas gue langsung menanyakan CCTV yang terekam hari ini.

Setelah CCTV diperlihatkan, benar kata Pramusaji ini, arah pandang CCTV ini cukup jauh dari mobil Marsya. Namun, samar dapat dilihat ada sosok orang misterius yang mengendap-endap di antara banyaknya mobil. Badannya ramping kentara sekali bukan seorang pria. Dua mengenakan setelan serba hitam, baseball cap dan masker hitam juga turut memenuhi wajahnya. Di zoom pun percuma karena wajahnya tidak terlihat lantaran ketutupan masker, tetapi satu yang pasti, ketika dia membelakangi CCTV menampakkan rambutnya yang panjang dan sedikit berwarna pirang.

Gue kembali ke pelataran parkiran setelah ternyata gue tidak membuahkan hasil.

"Lo main lari-lari aja nggak lihat orang kesusahan di sini, kebelet lo?" sarkas Lita ketika gue memunculkan batang hidung di depannya. Marsya tidak memperdulikan karena dia sibuk menatap layar ponselnya. Entah apa yang perempuan itu cari di sana.

Mama MatchaWhere stories live. Discover now