Mama Matcha || Bab 3

1.3K 72 5
                                    

Happy reading~

Marsya tercekat di tempatnya. Ia kaget kenapa laki-laki ini duduk di dekat Sabrina. Tidak mungkin kan...

Akhirnya Marsya menormalkan napasnya dan kembali berjalan.

"Kamu? Apa kabar?"

"Alhamdulillah baik. Kamu sendiri gimana?" Kata Dion ramah.

Marsya bergelut dengan pemikirannya sekarang. Kenapa harus ketemu lagi sih!

"Seperti yang kamu lihat. Baik." Marsya jawab agak dengan senyum kepaksa. Kemudian ia duduk kembali ke tempatnya semula.

Sabrina merasakan ada hawa aneh antara ayahnya dan tante Marsya. Sabrina menerka kalau mereka sudah saling kenal. Tapi, kalau sudah saling kenal kenapa canggung banget. Nggak kayak ketika papanya bersama teman-temannya yang lain.

"Papa duduk dong, jangan berdiri terus. Lagian itu ada kursi kosong satu lagi." Sabrina memecah keheningan di antara mereka bertiga dengan menyadari bahwa ayahnya sedari tadi masih berdiri.

Setelah tahu bahwa ayah anak perempuan cantik ini adalah Dion, Marsya merasa tidak perlu repot-repot untuk menawarkan. Bahkan ia juga enggan untuk melirik. Untuk menghilangkan kegusaran karena ingin cepat-cepat pulang Marsya hanya mengalihkannya dengan berpura-pura sibuk dengan telepon genggamnya. Padahal dia hanya menggeser-geser display ponselnya. Marsya hanya berharap bahwa minumannya cepat datang lalu ia meminumnya dengan cepat dan tanpa basa-basi ia harus segra pulang dari sini.

"Papa nggak mau pesen?" Tawar Sabrina ketika pramusaji datang membawa dua gelas minuman yang mereka pesan.

Hawa minuman itu masuk dengan lembut ke indra penciuman Dion. Aroma teh hijau dengan perpaduan krim susu. Kalau kata orang, mungkin ia merasa De Javu sekarang. Marsya masih sama. Perempuan itu masih menyukai matcha. Tunggu...Matcha? Apa karena itu dia jadi dipanggil matcha?

"Papa," Sabrina hampir berteriak kalau-kalau dia tidak ingat tempat. Habisnya ayahnya sangat menyebalkan. Ditanya bukannya dijawab malah melamun.

"Saya pesan yang sama dengan mereka," pinta Dion ke pramusaji yang tengah memegang pulpen dan kertas.

Seingat Marsya Dion hampir selalu mau muntah ketika marsya membeli minuman yang sama tiap kali ke kafe manapun. Ia jadi ingin bertanya "bukannya Dion tidak suka bau teh hijau?" Kenapa ia malah mau meminumnya. Tapi ia menahan rasa penasarnya ketika Dion tahu-tahu bicara.

"Sabrina, uang tante Marsya udah dibalikin belum?" Tanya Dion.

"Udah paaa," jawab Sabrina sambil menyedoti minumannya.

"Aku nggak tahu kalau matcha yang Sabrina maksud itu kamu. Makasih udah mau nemenin anakku waktu itu." Jelas Dion lalu hanya mendapati anggukan dari Marsya. "Aku jadi mengerti kenapa nama panggilan kamu sekarang matcha. Kamu masih aja sesuka itu sama teh hijau," sekali lagi Dion hanya mencoba sok asik dengan Marsya. Perempuan itu juga merasa malas menanggapi pria di depannya. Jadi Dion kembali diam setelah perkataannya tidak ada reaksi ataupun jawaban.

Mungkin masih sisa dua teguk lagi cairan dalam gelas ini akan tandas. Ia mulai merapikan tasnya. "Tante sudah selesai. Tante masih ada urusan. Jadi tante pamit dulu ya Sabrina," ucap Marsya yang kemudian ia berdiri dengan tali tas tergantung di bahunya.

"Iya tante. Hati-hati di jalan," balas Sabrina.

Marsya hanya mengangguk ketika berpapasan dengan Dion. Tidak ingin membuat anak perempuan Dion curiga dengan gelagat dirinya.

"Aku nggak tahu kalo rasa matcha seenak ini loh pa."

Samar-samar tapi pasti Marsya mendengan Sabrina memuji rasa matcha. Marsya sedikit tersenyum mendengarnya.

Mama Matchaحيث تعيش القصص. اكتشف الآن