"S-saya pikir kita sebaiknya menggunakan pendekatan yang terstruktur dan membagi tugas berdasarkan kemampuan masing-masing lebih dulu" jelas Niswa, keringat dingin terasa mengucur dipunggungnya.

"Kelamaan, kita bisa kerja sama secara kolaboratif pada setiap aspek tugas" sanggah Rifanya

"Kita butuh struktur dan tanggung jawab yang jelas, supaya waktu lebih efisien. Tetapi setiap orang berhak memberikan ruang untuk kreativitas dan inisiatif individu" lanjut Niswa

"Terlalu kaku, gak jelas" cibir Karina

"Niswa bener kita harus membuka diri terhadap ide dan saran dari anggota kelompok lainnya. Jangan keras kepala merasa paling benar, kita harus menghormati ide orang lain" sahut Gauri membenarkan pernyataan Niswa

Mereka akhirnya sepakat dengan penuturan Niswa, Rifanya yang merasa kalah tentu tidak terima. Gadis itu semakin berisik membicarakannya.

"Sok banget dia, padahal mereka udah setuju sama ide gue" bisik Rifanya pada Karina

"Gak tau diri banget kan dia, padahal cuma numpang sama kelompok kita" ujar Karina menanggapi

"Gue yakin pasti tadi dia sengaja salah ngarahin jalannya biar bisa lama-lama dibonceng Reifan" tuduh Rifanya, matanya sesekali melirik Niswa sinis

"Jelaslah, dibonceng orang ganteng mana pake motor mahal. Kapan lagi coba biasanya kan naik angkot" ejek Karina, mereka berdua pun cekikikan

Niswa fokus mengerjakan bagiannya, mencoba menghiraukan bisikan yang ia sendiri bisa mendengarnya.

"Kok dia mau ya bonceng cewek yang asal-usulnya gak jelas so misterius gitu, kalo gue jadi si Reifan najis banget sih" sarkas Rifanya

TAK. Suara pulpen yang dibenturkan pada meja terdengar begitu nyaring, membuat kedua orang yng sedang berbisik itu terdiam.

"Saya tidak punya masalah dengan kalian, kalo tidak bisa menerima sepenuhnya saya disini, seharusnya dari awal bicara tidak perlu berpura-pura!" tegas Niswa memandang tajam kedua gadis yang kini menatapnya tak percaya

"Jika keterlambatan saya tadi membuat kalian kesal, saya minta maaf. Lakukan apapun yang kalian inginkan, tanpa berkelompok pun saya bisa menyelesaikan semuanya sendiri" lanjut Niswa, dia berdiri kemudian mengambil tas. Tanpa pamit dia beranjak pergi meninggalkan teman-temannya yang termangu tak percaya.

Setelah kepergian Niswa, semuanya mendadak hening. Hingga suara bariton menginterupsi.

"Dia telat gara-gara gue!! Cari tahu dulu kebenarannya jangan main menghakimi" hardik Reifan tiba-tiba

"Gue keluar" putusnya sembari beranjak pergi, dengan jaket hitam yang tersampir di bahunya

Lelaki itu mengendarai motor dengan pelan, matanya memindai sekitar mencari keberadaan Niswa, dia merasa punya tanggung jawab karena tadi dia yang membawanya pergi.

Bicara atau pun diam sama saja, sama-sama disalahkan. Diam di bully, bicara pun dihakimi.

Niswa, gadis itu berjalan tak tentu arah. Rasanya begitu melelahkan bertemu dengan ratusan jenis manusia. Berusaha memposisikan diri sebaik mungkin, meski dibalik hal itu mereka tidak akan pernah mengerti betapa kerasnya usaha untuk tidak menarik diri dari keramaian.

Sekali lagi dia merasa tidak layak dan tidak cukup berguna untuk siapapun, kehadirannya memang tak pernah diinginkan.

Seringkali tersungkur dan terasingkan tak berdaya, terbesit dalam pikiran bahwa 'aku seharusnya tidak ada di dunia ini'.

Deru suara motor menghadang jalan Niswa membuat ia mau tak mau menghentikan langkah, menabrakan diri pun percuma tak akan membuatnya tiada.

"Gue anter" dua kata yang berhasil membuat Niswa mendongak menatap heran pemilik suara bariton itu

"Pulang" jelas lelaki itu, Niswa hanya menggelengkap kepala sebagai jawaban, kakinya kembali melangkah mengambil jalan lain yang tidak terhalang motor namun tangannya lebih dulu dicekal.

"Gue tahu lo ga baik-baik aja, gue paham posisi lo. Jadi biarin gue anter lo pulang" ujar Reifan panjang lebar
Gadis itu terkekeh, membuat sang empu mengernyit tak paham.

"Bagaimana? Bagaimana bisa kau memahamiku? Disaat tidak ada satu orang pun yang benar-benar bisa memahami termasuk diriku sendiri" ujar Niswa setelah tawanya mereda

"Kamu bakalan pergi jika tahu betapa berisik dan rumitnya aku, jadi tidak perlu berpura-pura seolah memahamiku" lanjut Niswa membuat lelaki itu tertegun.

Untuk pertama kalinya dia melihat sisi lain gadis ini, diamnya begitu menyenangkan hingga orang lain tidak tahu seberapa hancur mentalnya.

"Jangan menyelam lebih dalam, kalo baru di permukaan sakitnya udah kerasa" peringat Reifan

Niswa mendongak menatap rumit lelaki yang jauh lebih tinggi darinya, meskipun diucapkan dengan nada dan raut datar namun terdengar tulus.

"Langit tidak peduli dengan pendapat orang-orang, ia tetap bersinar dengan keindahannya"

__________________________________

~TBC~

21 juni 2023

Mysterious IntrovertOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz