Bab 74

86 16 0
                                    

Bab 74

Guru Besar Hui Jue (Bagian 1)


 
Saat  masa berkumpul di depan pintu pejabat kabupaten timur kota, seorang pria berpakaian terhormat dan istrinya mendorong sebuah kantong ke dalam tangan biksu tua yang baik hati. “Saya sangat bersyukur bahwa Guru Besar bersedia mengusir roh jahat di Fu kami. Meskipun ini hanya berkenaan dengan keduniawian, Guru Besar dapat menganggapnya bermanfaat saat anda ingin membangun sebuah Buddha emas(*).”



(*) Golden Buddha – maksudnya adalah patung Buddha yang dibuat atau dilapisi emas, dibuat untuk memamerkan kejayaan.



Biksu tersebut memiliki kepala yang dipenuhi dengan rambut putih, alis mata panjang dan tipis, tangannya dirapatkan (sebagai pengakuan) “Amitabha.”



Sebuah kerumunan masa telah berkumpul, bergabung dalam kegembiraan saat mereka menggosipkan dan menunjuk biksu yang adalah Guru Besar Hui Jue yang terkenal, yang dikatakan mengetahui baik masa lalu maupun masa depan. Dia baru saja tiba di ibukota beberapa hari sebelumnya dan telah digembar gemborkan karena sering membantu orang kaya dengan doa doa dan pengusiran roh jahat, yang sepertinya luar biasa ampuh.




Setelah Guru Besar Hui Jue menerima kantong tersebut, dia berpamitan pada semua orang dan berjalan menjauh sendirian, kemudian berbelok dari jalanan yang sibuk kedalam sebuah gang yang gelap dan sempit dimana terdapat sebuah rumah kecil. Dia berjalan menghampiri pintu dan mengetuknya, kemudian seorang anak kecil segera membukakan pintu dan menyuruhnya masuk.




Setelah Hui Jue memasuki halaman, murid kecil itu melaporkan, “Guru, beberapa tamu telah hadir.”



“Tamu tamu?” biksu tersebut terkejut, lagi pula, dia tidak mengenal banyak orang di Ibukota.  Meskipun dia tidak mengerti, dia tetap masuk dengan ekspresi tenang.



Di aula, berdiri seorang gadis muda berpakaian hijau seperti pakaian seorang pelayan. Gadis pelayan berpakaian hijau itu tersenyum ketika dia melihatnya. Hui Jue memandang kosong, kemudian dia mendengar sebuah suara halus yang datang dari belakang gadis pelayan tersebut, “Guru Besar.”



Hui Jue memeriksanya dan kemudian melihat siluet seorang gadis muncul dari bayang bayang. Gadis pelayan berpakaian hijau itu minggir kesamping. Saat cahaya menyinari, siluet tersebut segera memperlihatkan fitur fiturnya.
Ini adalah seorang wanita muda yang segar, sekitar berusia sama dengan gadis pelayan berpakaian hijau. Dia mengenakan atasan berkerah mandarin merah yang disulam dengan pola swastika berbenang putih dan sebuah rok yang dihiasi dengan bunga bunga, sangat cantik hingga bahkan bayang bayang tidak dapat menutupinya. Dia tersenyum tipis pada Hui Jue, terlihat seolah olah sedang mengadapi teman lama, sepasang matanya yang terang dan lembab yang ekor matanya sedikit terangkat, namun entah mengapa memberikan perasaan bahwa tidak seorangpun dapat melihat menembusnya.




“Nona muda ini adalah...?” Hui Jue bertanya dengan suara pelan, gadis dihadapannya tidak terlihat familiar sama sekali dengannya.



“Meskipun Guru Besar tidak mengenal saya, saya telah lama mendengar perbuatan terkenal Guru Besar. Hari ini, saya telah datang untuk menanyakan tentang karakter tanggal lahir saya pada Guru Besar,” dia berkata.


“Nona masih muda, mengapa datang sendiri untuk menanyakan ramalan?” Hui Jue bertanya.



“Hidup itu sukar, jalan kedepan belum diketahui.” Jiang Ruan hanya mengatakan tujuh kata kata ini.




Hui Jue memandang kosong, setelah berpikir sejenak, dia kemudian berkata, “Kalau begitu Nona, silahkan tulis karakter tanggal lahir anda.”



The Rebirth of An Ill-fated Consort Where stories live. Discover now