Fajar menunggu di depan ruangan dan duduk di kursi. Tak lama kemudian, Embun dan Aluka datang menghampiri.

"Gimana keadaan Senja? Apa dia udah bangun? Senja gapapa kan?" Tanya Embun dengan histeris takut sahabatnya kenapa kenapa.

"Tenang Mbun, lo tenang dulu, Senja pasti gapapa kok, gue tahu itu." Ucap Aluka sembari menepuk pundak Embun untuk menenangkan.

"Dia masih diperiksa sama dokter." Jawab Fajar.

"Lo udah kabarin keluarganya?" Tanya Fajar pada Embun. Embun menggeleng sebagai jawaban.

"Yaudah kabarin sekarang!"

Embun mengeluarkan ponselnya dan mengabari orangtua Senja.

Tak berselang lama, dokter keluar dari ruangan membuat mereka semua berdiri dan menatap sang dokter.

"Gimana keadaannya dok?" Tanya Fajar.

"Pasien hanya mengalami luka ringan, benturan keras yang ada di kepalanya membuatnya pingsan karena terkejut, sebentar lagi pasien akan sadar. Kita akan pindahkan ke kamar inap." Penjelasan sang dokter membuat mereka bernafas lega.

Kedua orangtua Senja baru sampai di rumah sakit setelah mereka mendapat kabar dari Embun. Mereka sampai saat melihat dokter dan teman-teman Senja berada di depan ruang iGD.

"Dok gimana keadaan anak saya dok? Dia gapapa kan?" Tanya Renatha sembari menangis.

"Syukurlah, anak ibu tidak apa-apa dia hanya mengalami luka ringan. Kali ini pasien akan di bawa ke kamar inap." Ucap dokter membuat kedua orangtua Senja bernafas lega.

Bersamaan itu, brankar dengan Senja yang masih tertidur keluar didorong oleh beberapa perawat. Orangtua Senja dan teman-temannya mengikuti dari belakang.

Kini Senja sudah selesai untuk ditangani.

"Ibu, ini untuk obat pasien, tolong jangan sampai terlewat untuk di minum pasien nanti ya!" Ucap sang dokter kepada Renatha.

"Baik, terima kasih ya dok."

"Sama-sama bu, kalau begitu saya pamit keluar terlebih dahulu, karena masih ada pasien yang harus saya tangani." Ucap sang dokter lalu berlalu dari ruang rawat Senja.

Renatha menatap Senja yang masih tertidur. Dia duduk di samping ranjang tempat tidur Senja. Renatha memegang tangan Senja dan mengelusnya.

"Sayang, bangun yuk! Kamu bilang kamu ga suka sama bau obat-obatan kan." Ucap Renatha yang kemudian menangis.

Sementara Rama, Fajar, Aluka, dan Embun memilih keluar dari ruangan untuk memberikan ruang antara Renatha dan Senja.

Rama menghela nafas sebelum akhirnya membuka suara. "Bagaimana kejadiannya?"

Embun dan Aluka saling menoleh.

"Kita tadi sebenarnya mau pulang om, tapi saat diperjalanan tiba-tiba dari depan ada mobil yang melaju kencang dan nabrak kita." Terang Embun pada Rama.

"Tapi, sepertinya itu di sengaja om, padahal sudah jelas-jelas kita tadi berada agak jauh dari mobil itu dan semakin dekat, itu mobil sepertinya malah menambah kecepatannya." Terang Aluka yang sebelumnya melihat mobil itu berhenti disaat jarak jauh.

"Apa kalian ingat sama plat nomor mobil itu?"  Aluka dan Embun menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Yasudah terima kasih infonya ya. Kalau begitu om minta tolong buat jagain Tante Renatha sama Senja dulu ya, om mau pulang buat ambil beberapa barang keperluan untuk disini." Terang Rama yang di angguki oleh Fajar, Aluka juga Embun.

"Om pamit dulu ya,"

"Hati-hati om!" Jawab mereka serempak. Kemudian, Rama bergegas untuk pulang.

Fajar, Aluka, dan Embun kini sedang duduk di kursi tunggu depan ruang rawat Senja. Tak berselang lama, Renatha keluar membuat mereka semua berdiri.

"Senja udah siuman, kalian boleh lihat, tapi jangan berisik ya." Ucap Renatha.

Embun, Fajar, dan Aluka kini masuk ke dalam. Mereka melihat Senja yang kini sedang terbaring lemah di brankar rumah sakit.

"Nja!" Panggil Embun membuat Senja membuka matanya.

Senja menoleh ke arah teman-temannya.

"Jangan banyak gerak, lo masih sakit." Ucap Aluka saat Senja membenarkan posisinya.

"Gue minta maaf ya Nja." Ucapan Embun membuat Senja mengernyitkan dahinya.

"Lo, minta maaf kenapa dah? Harusnya gue yang minta maaf ke lo karena bawa motornya ga hati-hati. Lo jadi ikut terluka juga kan."

"Ya tetep aja, gue juga salah malah ngajak lo ngobrol pas di jalan."

Senja menghela nafas kasar. "Udahlah lupain, yang terpenting kita semua gapapa."

"Gapapa gimana, orang lo masuk rumah sakit gini." Ujar Aluka.

"Besok juga gue udah bisa balik ke rumah, btw yang bawa gue kesini siapa?" Tanya Senja pada Aluka dan Embun.

Aluka dan Embun seketika menunjuk ke arah Fajar, Senja menoleh mendapati Fajar yang kini sedang duduk di sofa ruangan sembari melihat mereka sedari tadi.

"Eh ada Fajar. Emm btw makasih yah udah nolongin Senja tadi." Ucap Senja seraya tersenyum.

"Dih, kalo sama crush aja kalem ngomongnya." Celetuk Embun.

"Buruan jadian, keburu di ambil orang tuh!" Imbuh Aluka, membuat Senja menatap tajam mereka berdua.

Fajar mengangguk sebagai jawaban, "Iya sama-sama."

Tak berselang lama, Rama dan Renatha masuk ke dalam ruangan, membuat Senja dan teman-temannya menoleh ke arah mereka.

"Ayo kita makan dulu, kalian pasti belum makan kan!" Seru Renatha.

Renatha membuka kantong kresek yang berisikan makanan untuk mereka semua.

"Tan, maaf kita jadi ngrepotin." Ucap Aluka tak enak hati.

"Ish kamu nih apaansih, ga ngrepotin sama sekali kok. Udah ayok makan bareng sini!"

Aluka, Fajar, dan Embun kini hanya bisa pasrah menuruti kemauan Renatha. Akhirnya mereka semua makan bersama.

Disaat yang lain sedang makan, Renatha kini menyuapi Senja. Sembari makan, Senja tanpa sedikitpun mengalihkan perhatiannya dari Fajar.

Ga kuat gue kalo dia lama-lama terus disini- Batin Senja.

"Sayang, kamu lihatin apasih?" Tanya Renatha tetapi, tidak dihiraukan sama sekali oleh Senja. Renatha akhirnya mengikuti arah pandang Senja.

"Oalah lagi lihatin calon pacar toh ternyata!" Celetuk Renatha membuat Senja tersadar dan malu karena tertangkap basah oleh mamanya.

"Mama apaansih!" Ucapan Senja sukses membuat Renatha tersenyum. Ternyata anak satu-satunya kini sudah besar.

Tak dirasa hari sudah semakin sore. Senja kini sudah tertidur setelah meminum obat dan diperiksa oleh dokter. Kata dokter, besok Senja sudah boleh dibawa pulang.

Teman-teman Senja juga sudah pulang semuanya, karena besok mereka juga masih harus sekolah. Kini tersisa Renatha dan Rama.

"Kamu ga pulang dulu?" Tanya Renatha pada Rama.

"Enggak." Jawab Rama.

"Kerjaan kamu gimana?" Tanya Renatha.

"Yang terpenting sekarang Senja sembuh dulu, urusan kerjaan itu bisa belakangan." Ucap Rama.

"Makasih ya, kamu udah prioritasin keluarga terlebih dahulu." Ucap Renatha sembari tersenyum.

Rama juga ikut tersenyum, "Itu udah kewajiban aku sebagai seorang ayah." Jawabnya sembari mengelus lembut rambut Renatha.

Tanpa mereka sadari, dibalik kaca pintu ruangan depan, sedari tadi ada seseorang yang menyaksikan semua itu membuatnya tersenyum miris.

"Andaikan ayah juga bisa seperti itu." Ucapnya, lalu berlalu pergi dari area tersebut.

****

SEJAJAR Where stories live. Discover now