Bab _ s e m b i l a n b e l a s

7.4K 565 60
                                    

"Perasaannya, biarlah jadi tanggung jawabnya."
. . . . .

Gala tidak pernah merasakan emosinya seburuk ini ketika kedua matanya menangkap kehadiran seorang perempuan yang paling ingin ia hindari. Bahkan kedua kakinya tidak sanggup melanjutkan langkahnya ketika didepan sana, dibangku teras rumah ia dapati Haira yang tengah terduduk, dengan kepala menelungkup di atas kedua tangannya yang bertumpu pada meja.

Nafasnya terhela berat sedangkan hatinya dialiri oleh rasa amarah yang kian mencuat. Tidak habis fikir, pun tidak mengerti dengan jalan pikiran perempuan di hadapannya. Harus dengan cara seperti apa agar perempuan itu mengerti bahwa percuma segala usaha yang ia lakukan. Semuanya hanya akan berakhir sia-sia.

Dengan langkah gontai, Gala menghampiri Haira yang sepertinya tertidur. Tentu saja, ini bahkan sudah sangat malam. Bagaimana bisa ia begitu keras kepala?

Dalam diamnya. Gala tidak bisa berhenti merutuki segala hal yang telah terjadi diantara keduanya. Tidak cukup rasa bersalahnya untuk Renja, seumur hidup ia juga dibayangi oleh rasa penyesalan untuk perempuan dihadapannya.

Kepalanya lalu Gala tolehkan ke samping. Menatap Shandy yang sudah berdiri kikuk disampingnya.

"Maaf Pak. Perempuan itu memaksa." jelas Shandy. Kedua matanya bahkan tidak sanggup untuk membalas tatapan tajam yang Gala layangkan padanya.

Saat sang atasan tidak sedikitpun merespon ucapannya, Shandy kemudian memberanikan diri untuk menatap Gala meskipun dengan kedua mata yang menatap resah. Shandy lalu kembali berujar, "Dia mengancam Pak. Katanya kalau tidak diberikan alamat bapak, dia akan memastikan kalau seumur hidup bapak akan hidup dengan rasa penyesalan." jelasnya.

Namun, Gala masih saja bungkam. Shandy sangat memahami bagaimana kondisi atasannya saat ini. Ikut menghela nafas lelah. Shandy menatap sang atasan dengan prihatin.

Pagi sekali ketika mereka harus segera melakukan penerbangan ke Jakarta karena rapat yang tidak bisa atasannya wakilkan. Seonggok telur yang kini bahkan masih ada dihadapan pintu rumah berhasil membuat pagi keduanya terasa begitu melankolis.

Tidak cukup disana, selesai rapat mereka juga mampir ke kantor pusat untuk kemudian mendapatkan ceramah yang sangat panjang dari Pak Bama. Papah sekaligus pemiliki perusahaan yang di pimpin Gala saat ini. Orang tua itu banyak mengeluh apalagi ketika membahas sang istri yang akhir-akhir ini mejadi begitu sensitif. Dan setelah melalui hari yang begitu panjang, kini malah harus dihadapakan dengan sesosok perempuan yang beberapakali memang ia lihat datang berkunjung ke ruangan atasannya itu dan tentunya selalu berakhir dengan tidak baik. Entah perempuan itu yang pergi seraya menangis, ataupun atasannya yang berkali-kali lipat menjadi begitu pemarah setelahnya.

Tidak ada pembicaraan apapun lagi setelahnya. Gala lalu kembali melangkahkan kakinya, lalu berhenti tepat dihadapan Haira. Perempuan itu nampaknya tertidur pulas, bisa-bisanya. Padahal udara diluar cukup dingin.

Semarah apapun ia saat ini. Rasa kasihan adalah yang paling mendominasinya. Biar bagaimanapun ia dulu pernah begitu menyukai Haira sebelum kemudian ia sadar bahwa entah sejak kapan hidupnya sudah bergantung pada keberadaan Renja. Jadi kepergian Renja, jelas membuat segala halnya menjadi begitu berbeda.

Satu tangan Gala kemudian terulur, berhenti diatas lengan Haira yang tertutupi cardigan berwarna biru.

"Ra, bangun." uacpnya, sedangkan satu tangannya menepuk-nepuk lengan Haira pelan.

Kisah Yang Belum Usai (Lengkap) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang