B a b _ d e l a p a n b e l a s

7.7K 544 57
                                    

"Gak papa. Marah itu wajar, nanti kita coba cari letak dimana kita berdua merasa hubungan kita memang layak untuk dipertahankan."

Jangan bosen dulu yaaaa
. . . . .

Dihari liburnya yang sebenarnya tidak ada bedanya dengan hari-hari biasanya sejak ia memutuskan untuk sementara tinggal di Bali. Gala keluar dari dalam rumah dengan rambut berantakan. Atasannya bahkan hanya menyisakan kaos tanpa lengan dengan celana bokser warna putih diatas lutut. Sesekali ia menguap, dengan pandangan mengedar.

Suasananya sunyi sekali. Saking sunyinya, suara daun yang saling bergesekan karena angin begitu indah menyapa indera pendengaran. Suasana yang sangat jauh berdeda jika dibandingkan dengan tempat tinggalnya di Jakarta.

Pandangannya mengedar, lalu bermuara pada rumah miliki Renja. Gala terpekur, dalam diamnya ia terus memikirkan bagaimana cara ia memperbaiki semuanya. Ia sendirian, sedangkan ada begitu banyak orang yang harus ia yakinkan. Belum lagi bagaimana nanti dengan reaksi Shaga. Ia tidak sanggup jika harus menjadi sosok yang dibenci oleh darah dagingnya sendiri.

"Pak," sapaan yang dilontarkan oleh Shandy sejenak mengalihkan atensinya.

"Apa?" Tanyanya. Didapati sekertarisnya yang berdiri disampingnya dengan muka bantal. Aishh, Gala bahkan dapat melihat jejak pulau di salah satu sudut bibir, memanjang hingga pipi. Benar-benar terlihat seperti pulau.

"Jorok banget kamu. Cuci muka sana." Gala melirik jijik. Sedangkan yang disusruh malah mendudukan dirinya diatas kursi teras seraya mengusap-ngusap kedua lenganya.

"Dingin Pak," ujarnya. Kedua kakinya naik keatas bangku. "Bapak nggak dingin apa, cuma kutangan kayak gitu?" tanyanya balik.

"Apasih bapak bapak. Saya bukan bapak kamu! Panggil Gala, kecuali kalo kita sedang di kantor." jelasnya.

Tidak merespon apapun, Shandy hanya mengucek-ngucek matanya. "Saya laper Pak." ujarnya malah.

"Ya masak sana. Buat apa kemarin belanja banyak kalau nggak dimasak."

"Bapak bisa masak?" tanyanya, kedua matanya menatap Gala polos. Masih belum sepenuhnya sadar, mulutnya bahkan sesekali menguap lebar.

"Kamu nyuruh saya masak?"

"Saya nggak bisa masak pak kalau bapak mau nyuruh saya masak." Ucapnya ringan. Shandy ini benar-benar. Efek bangun tidurnya sudah seperti orang mabuk.

"Ya sudah kalau begitu buang saja bahan masakannya." Sinis Gala. Kedua matanya menatap Shandy tajam, sedangkan yang ditatap lamat-lamat mengerjapkan matanya. sekoyong-koyong Shandy mengerutkan keningnya dengan kedua matanya yang sesekali ia pejamkan. Berusaha menyadarkan dirinya dari sisa-sisa kantuk yang masih membelenggu.

Baru ketika dengusan Gala hampir terdengar seperti banteng yang siap nyeruduk ia lantas bangkit. Berdiri tegak lalu, "kalau masak nasi sama nyeplok telur saya bisa Pak." ujarnya sambil berlalu. langkah kakinya tergesa, bibirnya komat-kamit merutuki sikap tololnya yang selalu berhasil membuat atasannya itu darah tinggi.

"Nanti kalau sudah siap saya panggil bapak." Teriaknya. "Mending bapak mandi saja dulu." imbuhnya.

Sedangkan ditempatnya berdiri Gala tercenung, selang beberapa detik lalu brgidik geli. Entah apa yang dipikirkannya.

Baru saja ia akan kembali masuk kedalam rumah, ia mendengar suara motor masuk ke pekarangan rumah Renja. Langsung saja kepalanya menoleh dan mendapati perempuan itu baru saja turun dari motor dengan kedua tangan penuh menenteng plastik.

Tidak ingin membuang-buang kesempatan, sementara Renja membayar ojol ia langsung bergegas cepat. Melangkahi pagar bambu yang tidak seberapa tingginya, tanpa mengatakan apapun Gala langsung meraih belanjaan yang tergeletak dibawah, "aku bantu bawa." inisiatifnya. Gala bahkan sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk Renja menolak tawarannya.

Kisah Yang Belum Usai (Lengkap) ✓Where stories live. Discover now