B a b _ e m p a t b e l a s

10.6K 815 64
                                    

"Bahkan kesempatan itu tidak pernah ada."

Part ini sebelumnya bikin aku mandeg karena bener-bener nggak puas sama hasilnya. Jadi ini aku revisi untuk part 14. Enjoy gess, maaf aku ngaret banget up nya. Skripsian buat aku mboh-mbohan rasanya wkwkw
. . . . .

Ditengah-tengah gelapnya malam, kedua mata Gala dibuat membelalak tatkala menangkap siluet Shaga yang tengah berlari cepat, sangat cepat hingga ia bahkan tidak perlu berpikir dua kali untuk melepaskan dekapannya pada Renja karena reflkes kakinya yang berlari menyusul Shaga.

"Hati-hati." Teriaknya.

Gala. Jantung laki-laki itu berdegup kencang, merasa bahwa ia memiliki masa depan bersama Renja dengan takdir yang tidak pernah ia duga sedikitpun.

Sejenak mengesampingkan perasaan yang kian jauh dari pemahamannya. Kini fokusnya hanya ingin tertuju untuk Shaga.

Membawa kakinya untuk bergerak menyambut kedatangan Shaga yang jelas sekali tidak sudi menampakan raut bahagia atas kedatangannya. Memangnya dia berharap apa? Sekalipun kini kedua tangannya sudah gatal ingin merengkuh tubuh mungil itu, reaksi yang ditunjukan Shaga kemudian membuatnya sadar diri untuk tidak lupa bahwa ia memiliki masa lalu yang sama sekali tidak layak untuk dibanggakan bersama ibunya.

Disaat jarak mereka hanya tinggal menyisakan satu langkah kaki milik Gala. Gala langsung berjongkok, bersiap menyambut kedatangan Shaga dengan kedua tangan terbuka lebar. Belum sepatah katapun keluar dari mulutnya laki-laki dewasa itu tetap dibuat terkesiap dengan reaksi Shaga yang tanpa aba-aba menerjangnya hingga tubuhnya terdorong kebelakang. Telentang, dengan Shaga diatas tubuhnya yang langsung membawa kepalan tangannya untuk dilayangkan pada beberapa bagian tubuh yang mudah merasa sakit jika dipukul.

Tidak tanggung-tanggung, kedua tangannya yang mungil bahkan mencengkram kuat rambut Gala, menjambak lalu menariknya tanpa ampun.

"Berani-beraninya gangguin Mamah!" Shaga berteriak tepat dihadapan wajah Gala yang hanya pasrah ditempatnya.

"Peluk-peluk Mamah sembarangan!"

"Nggak punya sopan santun!" Pekik Shaga diringi dengan pukulan bertubi-tubi yang mengarah pada wajah yang entah kenapa begitu terlihat menyebalkan dimatanya.

Gala kelimpungan namun juga tidak menghindar. Ia justru tampak begitu menikmati perilaku anarkis anak laki-lakinya yang seketika menghadirkan rasa yang begitu menyenangkan. Dadanya membuncah hebat. Gala bahkan khawatir jika ia akan pingsan karena terlalu bahagia.

"Hey bocah, apa cuma segini kemampuan mu?" Gala malah bergurau.

"Ya Om jelek! Suatu saat aku bahkan bisa menendang bokong mu hingga rata!" Sautnya. Kepalan tangannya yang tidak seberapa masih terus berupaya menyiksa Gala yang justru kian tergelak.

Diraihnya kedua tangan mungil tersebut dalam satu genggaman tangannnya. Meski sedikit susah karena Shaga yang terus memberontak, pada akhirnya anak itu harus pasrah dengan wajah yang memerah sempurna.

Gala kemudian bangkit untuk duduk hingga Shaga berakhir dipangkuannya. Matanya menatap Shaga teduh yang dibalas dengan tatapan sinis milik Shaga. Napas anak itu bahkan terengah dengan keringat membanjiri area pelipis hingga lehernya. Gala lagi-lagi terkekeh, satu tangannya yang menganggur laki-laki itu bawa guna menyeka keringat yang membanjiri wajah sang anak.

"Kamu berusaha terlalu keras." Ujarnya. Untuk beberpa saat kedua manik mereka bertemu.

Shaga yang baru sadar dengan siapa ia berhadapan kemudian berdecak. "Om lagi?" Tanyanya tidak habis pikir.

"Apa Om pengangguran? Nggak ada kerjaan makannya punya waktu banyak banget buat menganggu hidup orang?"

Gala diam. Panggilan itu memang bagaian dari resiko yang harus ia tanggung, tapi tetap saja rasanya ia seperti baru saja patah hati. Namun ia cukup tahu diri untuk menahan diri. Semuanya mungkin tidak akan berjalan dengan mudah. Tapi ia rasa ini adalah harga yang setimpal untuk membalas setiap kekeliruannya dimasa lalu, pun untuk banyak waktu yang sudah ia lewatkan bersama Shaga.

Kisah Yang Belum Usai (Lengkap) ✓Where stories live. Discover now