Bagian yang terpenting, kumpulan lelaki itu sedang berdiri dipinggir koridor namun posisinya memunggungi jalan yang akan ia lewati sehingga hal itu merupakan sebuah kesempatan baginya.

Niswa mempercepat langkahnya, hingga tepat dibelakang para lelaki yang sedang memunggungi ia berjalan sepelan mungkin berusaha tidak menimbulkan suara, akhirnya ia berhasil melewati mereka tanpa diketahui oleh siapapun.

Niswa menghela nafas lega sebelum akhirnya sebuah kesialan menimpa.

Brugh

Ya tuhan... bagaimana bisa tali sepatu yang diikat kencang tiba-tiba sudah terlepas hingga membuat ia menginjak salahsatunya dan berakhir jatuh tersungkur bertekuk lutut.

Rasa kesal lebih dominan dibanding dengan rasa sakit ketika tulang lututnya bertabrakan dengan lantai.

Kenapa harus sekarang? Kenapa tidak nanti saja saat diperpustakaan atau setidaknya ketika ia sudah berjarak satu meter dengan sekumpulan lelaki itu.

Disaat ia mati-matian berusaha agar keberadaannya tidak terdeteksi siapapun, justru selalu ada saja hal memalukan yang terjadi.

' Caperrr banget jadi tali sepatu!! ' rutuk Niswa membatin

Lihatlah atensi mereka seketika mengarah padanya, bahkan salahsatu dari mereka menghampirinya.

"Hey.. Gak papa?" tanya lelaki itu setelah tepat berada disamping Niswa yang masih terduduk, gadis itu hanya menggeleng sebagai jawaban.

Sumpah saat ini dia sedang merasa malu, alangkah lebih baiknya hiraukan saja dia tolong, biarkan saja dia terduduk seperti itu. Tidak perlu repot-repot menghampiri apalagi sampai menanyakan keadaan. Dia tidak terjatuh dari lantai dua, dia hanya sedang menanggung akibat kecaperan tali sepatunya.

Dalam hati Niswa merasa panik ketika lelaki itu tak beranjak pergi, dia sengaja menunduk menutupi wajahnya dengan rambut.

"Ayo gue bantu" ujar lelaki itu sembari menyodorkan tangan ketika melihat Niswa yang tetap pada posisinya.

"Gak usah, makasih" jawab Niswa cepat dia segera berdiri, tanpa berpamitan dia pergi berjalan sok kuat mengabaikan kedua lututnya yang membiru

Kepergiannya meninggalkan rasa heran dibenak kumpulan lelaki itu, namun tidak dengan seseorang yang malah tersenyum tipis.

***

Niswa berjalan gontai, dia terus menyemangati dirinya bahwa sebentar lagi akan sampai. Sepulang sekolah ia terpaksa berjalan kaki karena sisa uangnya ia gunakan tadi saat istirahat kedua untuk membeli makanan.

Melihat jam usang yang melingkar pada pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul setengah empat sore. Ia duduk di halte bis, mungkin sekitar sepuluh menit lagi akan sampai namun saat ini ia merasa lelah dan akan beristirahat dulu sebentar.

Hilir mudik remaja yang mengenakkan seragam serupa dengannya saling berboncengan, ada juga yang menaiki mobil mewah. Niswa ingin punya sepeda saja tanpa motor karena itu terlalu mahal, supaya ia tidak perlu berjalan kaki lagi dan berdesak-desakkan dalam angkutan umum.

Matanya beralih menatap deretan pedagang yang berjualan beraneka macam jajanan, seketika ia teringat dengan adiknya yang begitu menginginkan kebab. Dia merasa payah bahkan membeli kebab yang harganya 15.000 saja belum mampu, dalam hati ia berjanji akan menabung agar bisa membelikan sang adik makanan impiannya.

Niswa melanjutkan perjalanannya, beberapa menit berlalu akhirnya ia sampai di sebuah bangunan kokoh yang hanya mampu menaunginya dari panas dan hujan tapi tidak mampu memberinya keharmonisan.

Rumah yang utuh, oranglain juga melihatnya begitu.
Utuh tak berarti sempurna.

Niswa segera bersembunyi pada sebuah pohon besar yang berada tak jauh dari depan rumahnya, badannya lemas ketika melihat dua orang botak berbadan kekar dengan tato yang memenuhi kedua lengannya, mereka adalah debt collector yang biasa menagih hutang pada ibunya.

Kedua orang itu mengetuk kasar pintu rumahnya, sesekali mengintip jendela. Niswa terduduk ditanah dengan menelungkupkan wajah pada kedua lutut, badannya gemetar ketakutan. Dia takut kedua orang itu menyadari kehadirannya, karena mereka mengenali Niswa.

Air mata perlahan membasahi kedua pipinya, inilah kehidupan Niswa. Keluarganya dililit hutang, seminggu sekali akan selalu ada debt collector yang berbeda berdatangan kerumahnya. Hal itulah yang selalu menjadi alasan atas pertengkaran kedua orangtuanya. Disaat seperti ini hanya satu yang ia inginkan, ketenangan.

"Swara.. Kenapa duduk dibawah pohon Nak?" tanya seseorang lelaki paruh baya membuat Niswa mengangkat kepalanya

"Eh.. Ayah baru pulang?" tanya Niswa sembari mengelap air matanya

"Anak Ayah kenapa?" tanya Bhanurasma, Ayah Niswa

"Gak papa.. Niswa ngadem aja sambil nunggu Ayah disini" jawab Niswa riang, matanya sesekali melirik area rumah, ternyata kedua orang botak itu sudah pergi.

"Lain kali jangan nunggu disini, kalo penunggunya marah gimana? Ayah gak mau putri cantik ini diculik wewe gombal" guraunya sembari membantu anaknya berdiri

"Ayah mah, mana ada setan siang bolong gini"

"Udah ah ayo masuk, Ayah bawa sesuatu buat kamu sama adek" ujar Bhanu sembari menunjukkan keresek yang ia pegang

"Yeay.. Ayah yang terbaik" pekik Niswa senang sembari memeluk ayahnya dari samping

Setiap manusia pasti memiliki luka
Namun mereka pandai berpura-pura untuk menutupinya.

Maka tenang saja, kau tidak menderita seorang diri dimuka bumi ini.

Kau manusia hebat.

Tolong jangan lupa berbahagia atas jantung yang masih bekerja, atas nafas yang masih berhembus.
______________________________________

~TBC~

Next?

2 Mei 2023

Mysterious IntrovertDonde viven las historias. Descúbrelo ahora