62

14.1K 3.4K 834
                                    




kukasi double deh:






62.





Ikara menyalakan mesin mobil milik Leo.



Ia menoleh, menatap Leo yang sedang menunduk dan diam sejak 45 menit yang lalu. Akhirnya Ikara yang inisiatif sendiri mengantar ke rumah sakit meski alasannya belum jelas. Nanya sama Leo juga percuma, karena jawabannya bakal ada kalau dilihat sendiri.


Sepanjang perjalanan dia tidak mengajak bicara sama sekali. Sebagai orang yang pernah kenal nggak ada salahnya Ikara membantu.


Soalnya kalo nggak dianter, orang panikan kayak Leo bisa bahaya nyetir sendiri.



"Rumah sakit mana?"



Leo masih diam. Lalu menoleh menatap Ikara yang masih fokus menyetir. Tanpa meghujani banyak pertanyaan atau membuatnya makin resah, tapi langsung mengambil tindakan. Paham jika dia tidak akan bisa menyetir dalam kondisi seperti ini.



"Rumah Sakit Taruma,"

"5 menit sampe." Ikara mempercepat laju mobilnya karena berada di jalan raya yang tidak terlalu ramai. Begitu sampai dia meminta Leo turun dulu sementara dia menuju parkiran.

Ikara masuk ke dalam gedung rumah sakit beberapa menit kemudian, ia sampai lupa bertanya Leo pergi ke ruangan apa karena dia nggak punya nomor cowok itu.




Ikara sudah memutari lantai 1, lalu pergi ke lantai 2 juga namun nihil hasilnya.



Nggak bisa, ini kerja bodoh. Sampai lantai 7 juga nggak bakal ketemu, misal Leo sudah masuk ruangan.



Pergi ke administrasi? Percuma. Ikara nggak tau siapa pasien yang akan dikunjungi. Jelas bukan Leo.



Siapa, ya? Ela? Kayaknya kemarin sehat-sehat aja. Atau kecelakaan? Atau Abel Willy? Om Ale? Tante Dilla? Ah, Ikara benci memikirkannya.



Ikara memutuskan untuk duduk karena lelah berperang dengan isi kepalanya. Ia menimang-nimang kunci mobil Leo. Membayangkan lagi bagaimana paniknya Leo di lift tadi. Ikara sampai ikutan takut.



2 jam kemudian.



Ikara yang sedang memejamkan mata sambil melipatkan kedua tangan di depan dada mulai menunduk dalam. Detik berikutnya tersentak dan mendongakan kepala dengan kaget.

Merasa ada yang aneh ia melirik ke samping, ternyata kepalanya sedang menyender di bahu seseorang. Jadi Ikara segera menjauhkan wajahnya sambil mengucek mata.

"Halo,"

"Willy?"

Willy tersenyum datar. "Ketemu lagi."

Ikara mengusap wajahnya sesaat. "Gue ketiduran kah?"

"Iya,"

"Lo, apa kabar?" Ikara sampai canggung sendiri saking lamanya tidak bertemu. Ia menunduk melihat Willy yang sedang memakai seragam membuatnya tersenyum kecil. "Lo keren."

"Bagus kan?"

"Hm bagus bagus," Ikara mengangguk.

"Leo minta gue nunggu di sini,"

"Dia udah liat gue di sini?"

"Dari tadi," Willy mengangguk.

"Siapa yang sakit, Will?"

"Tante Dilla, sakit jantung."

Ikara melebarkan matanya kaget. "Ya Tuhan...."

"Baru tau?"

My Frenemy ( AS 10 )Where stories live. Discover now