19

979 162 23
                                    

Apartemen.

Dia berada di apartemen nya.

Dirinya melenguh pelan ketika matanya terbuka, pening tiba-tiba menghampiri seolah mengumpulkan kesadarannya. Setelah melenguh, dia melirik kanan-kiri tepatnya ke jam weker yang berada di atas laci samping tempat tidurnya.

Pukul 10.34 malam.

Dirinya menghela nafas lalu menelan air liur nya susah payah, seketika ingatkan beberapa jam yang lalu langsung terlintas di kepalanya. Dada nya kembali sesak dan air mata tanpa dia sadari kembali keluar, dia terisak dengan tangan yang mencengkram dadanya yang sakit sambil memejamkan matanya.

"Sakura sampai kapan kau akan tidur?!"

"Bodoh. Aku bahkan masih bisa mendengar suaramu." lirih nya yang terdengar menyakitkan.

Benar. Naruto sudah tidak ada.

Dia lalu mengusap wajahnya kasar sambil mengatur nafasnya agar kembali tenang. Pikiran nya kosong karena kejadian yang tidak pernah dia prediksi sebelumnya, tidak ada sedikitpun prasangka bahwa Naruto akan pergi meninggalkan nya terlebih dahulu. Dia selalu berfikir bahwa dia yang akan mati lebih dulu karena jujur sebenarnya keinginan nya untuk terus hidup tidak sama dengan Naruto semenjak sang ayah meninggal.

Kenapa? Kenapa dia selalu kehilangan orang yang dia sayangi? Apa dia tidak pantas untuk disayangi seseorang? Dia harus sendirian selamanya kah?

"Hei." Ditengah pikiran yang berkelana, dia mendongak dan matanya melihat obsidian hitam yang memandang nya khawatir dari pintu kamar apartemen nya.

Tidak, jangan tatapan itu.

Jangan tunjukan tatapan yang Naruto tunjukan ketika ayahnya meninggal.

Tanpa sadar air matanya kembali keluar dan dia langsung menenggelamkan diri dengan mengubur tubuhnya oleh selimut, bahunya naik turun menahan isakan dan dia semakin merapatkan tubuhnya ketika merasakan pemilik mata obsidian itu duduk di samping nya.

"Sakura." Panggilnya yang hanya di respon dengan isakan yang ditahan.

"Hei." Sasuke-pemikik mata obsidian itu tak putus asa, dia dengan lembut mencoba menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh wanita itu yang menolak keras menunjukan wajahnya pada Sasuke.

"Tak apa, tidak apa-apa Sakura. Aku disini." Ucapan lembut Sasuke malah semakin membuat tangisan Sakura semakin keras, dan Sasuke yang tak tahan dengan itu dengan sedikit tenaga menyingkirkan selimut yang menutupi wajah Sakura.

"Hiks.. hikss... hikss... " Bisa dia lihat wajah wanita itu memerah dengan air mata dan hidung yang sedikit mengeluarkan ingus. Hatinya tiba-tiba sesak lalu dengan perlahan dia mengusap wajah wanita itu yang hanya diam menangis, membiarkan sang kapten melakukan apapun pada wajahnya yang pasti terlihat menyedihkan sekarang.

Sasuke dengan sabar dan lembut mengusap seluruh wajah wanita itu, mulai dari mata yang mengeluarkan air mata, hidungnya, bibirnya yang bergerak, juga keringat yang berada di kening dan juga pelipisnya. Pria itu dengan sabar terus melakukan hal yang sama selama hampir 10 menit agar wanita yang masih menangis itu dapat sedikit lebih tenang.

"Makan ya?" Sakura menggeleng-gelengkan kepala, tidak setuju dengan tawaran sang kapten karena perutnya sama sekali tidak ia pikiran.

"Naruto?" Tanyanya pelan sambil menatap sang kapten yang menggelengkan kepala, "dia sudah berada di kamar mayat. Kami menunggu keputusanmu mengenai waktu untuk memulangkannya." Jawab Sasuke pelan yang membuat Sakura kembali menundukkan kepala sambil mengigit bibir bawahnya. Tiba-tuba merasa bersalah karena tak mampu untuk menangkap bahkan mengetahui jejak sang bayangan yang berhasil melarikan diri

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SHARP EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang