07 "Waktu yang Tepat"

58 9 0
                                    

Soundtrack: I Will Go To You Like The First Snow - Ailee

Terima kasih masih setia membaca 🥰
Jika ada pendapat, jangan segan untuk berkomentar.
- iaroalix

***

Dua bulan kemudian...

"Kenapa tiba-tiba?!!"

"Kami juga tidak tahu, Pak. Modelnya mengabari tiba-tiba."

"Tinggal 10 menit loh ini! Kita bisa dapat model dari mana?!"

Tidak ada yang menjawab. Mereka sama prustasinya dengan Baswara.

"Ada apa, Pak?"

"Model produk kami tiba-tiba membatalkan jadwal."

"Hah?? Terus bagaimana? Sebentar lagi kita live!"

Baswara dan beberapa bawahannya hanya menghela. Mereka bingung karena tidak ada rencana penyelesaian untuk situasi seperti ini.

"Begini saja ...."

"Derana!!"

Derana yang tidak jauh datang menghampiri.

"Ada apa, Buk?"

"Kamu jadi model iklan produk Pak Baswara, ya?"

"Ha? Maksudnya??"

"Modelnya mendadak tidak bisa hadir, jadi gantikan dia."

"Tapi Buk, saya tidak tahu. Saya juga belum pernah jadi model iklan sebelumnya. Apalagi ini live!"

"Tapi kan 'kan kamu sering membawakan berita live."

"Berita dan mengiklankan produk itu berbeda, Buk."

"Tapi setidaknya kamu biasa di depan kamera. Tidak seperti kami."

"Tapi ...."

"Saya mohon... Sekali ini saja," Baswara yang sejak tadi hanya menyimak jadi ikut memelas.

"Tapi Pak ...."

"Ayolah..."

Derana terdiam. Permintaan tulus yang dijelaskan pandangan mata Baswara membawanya tenggelam beberapa saat. Ia diingatkan jika Baswara pernah menyelamatkan pekerjaannya. Sepertinya ini saat membalas budi itu.

"Baiklah."

Jawaban Derana disambut senyum lapang Baswara dan mereka yang mendengar.

"Ya sudah, sana. Dandan sedikit."

Derana menurut. Mengikuti seorang MUA ke tenda istirahat yang disiapkan untuk model.

Tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan riasan Derana. Waktu mereka memang tidak banyak.

"Su...sudah?" Baswara bersuara setelah persekian detik melongok pada riasan tipis di wajah Derana. Pada riasannya, mungkin.

"Iya, Pak."

"Ya sudah, sana siap-siap."

Derana menuruti.

Pengambilan gambar berjalan setelah Gia Memberi perintah. Tidak seperti kekhawatiran Derana, semua berjalan baik. Kalimat-kalimat persuasif bisa keluar dari mulutnya tanpa perencanaan. Dugaan Gia Terbukti benar. Derana yang terbiasa berhadapan dengan kamera, dengan baik menyelesaikan proses shooting.

"Wahh. Ternyata kamu berbohong," ucap Baswara tersenyum miring.

"Bohong apa ya, Pak?"

"Kamu bilang tidak bisa, tapi kamu melakukannya dengan sangat baik."

"Benarkah?"

"Ya. Kamu bahkan tidak terlihat kaku."

Derana menunduk menyembunyikan rona di pipinya. Pujian itu terlalu besar untuk diterima telinganya.

"Dan terima kasih sudah membantu."

"Iya. Senang bisa membantu."

Kalimat Derana diakhiri tawa kecil mereka yang bersautan.

"Oh iya, kamu pulang dengan siapa?"

"Saya pakai bus, Pak."

"Uum... Saya antar saja, ya."

"Tidak usah, Pak. Saya sudah biasa pake bus."

"Ayolah. Anggap ini sebegai ucapan terima kasih saya karena sudah menyelamatkan shooting hari ini."

Derana terkekeh. Kalimat Baswara terdengar terlalu didramatisir.

"Baiklah."

"Oke. Kalau begitu saya ambil leptop dulu. Kamu tunggu di sini."

"Iya, Pak."

Langkah terburu-buru Baswara membuat Derana tersenyum. Seolah begitu takut Derana akan berubah pikiran.

Setelah berbenah dan berpamitan, mobil Baswara melaju pergi. Namun kali ini berbeda. Ada derana di sampingnya.

"Rumahmu di mana?"

"Umm, turunkan saja di rumah sakit."

"Kenapa? Kamu sakit apa?"

"Ah, tidak. Saya ingin menjenguk Mama saya."

"Ooh. Mamamu sakit apa? Kalau boleh tahu."

"Banyak," ucap Derana tersenyum.

"Komplikasi?"

Derana mengangguk kecil.

"Tapi beliau akan membaik."

"Ya! Pasti. Dia punya anak yang hebat."

Derana terkekeh. Sekali lagi, pujian itu terasa tak pantas untuknya.

"Dan sekali lagi. Terima kasih untuk yang tadi. Kamu sangat-sangat membantu."

"Iya, Pak. Anggap saja ini balas budi karena sudah memberikan saya kesempatan kedua waktu itu."

"Ahh. Oke."

"Jadi kita impaskan? Saya tidak lagi berhutang?"

Baswara tertawa. Ia merasa lucu ternyata selama ini Derana berpikir harus membalas itu.

"Oke. Kita impas."

Kalimat terakhir Baswara membuat keduanya tertawa kecil.

Bagi Derana hal yang lucu adalah kenyataan ia menjadi dekat dengan Baswara secepat itu. Namun runtutan kapan dan bagaimana bisa secepat itu tidak bisa ia pahami. Semua terjadi begitu saja. Alasan yang paling masuk akal adalah mungkin karena ia datang di waktu yang tepat.

Mungkin karena orang yang paling gampang dibahagiakan adalah orang yang berada di posisi paling terluka.

***
~
~
~
(Lokasi Siaran)



•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Apakah Kita Akan Bahagia? (END) Where stories live. Discover now