02 "Kesahalan"

127 12 0
                                    

Jika ada koreksi, pendapat, apapun itu, jangan segan meninggalkan komentar 🥰
- iarolix

***


Derana terdiam, membiarkan Budi menyelesaikan kalimatnya. Kalimat berikut yang mungkin akan mengakhiri karir empat tahunnya di perusahaan berita.

"Kau dari mana saja??"

"Ada kendala. Saya benar-benar minta maaf, Pak."

"Dia sampai komplein ke Customer Service kita!" nada suara Budi melesat, membuat detakan jantung Derana menguat.

"Saya akan menemui beliau dan menjelaskan apa yang terjadi kemarin, Pak."

Budi menghela panjang. Ia juga tahu tawaran Derana adalah satu-satunya penyelesaian dari permasalahan mereka.

"Baiklah."

"Dan saya tidak ingin ini terulang lagi. Apa pun alasannya."

"Baik, Pak. Terima kasih dan sekali lagi saya minta maaf," ucap Derana memelas.

"Sudah, sana!"

"Permisi, Pak."

Derana berbalik setelah menunduk untuk kesekian. Dengan perasaan lega dan rasa bersalah yang masih tertinggal, ia meninggalkan ruangan. Setidaknya ketegangan itu tidak mengambil banyak waktu-pikirnya.

"Ada apa lagi kali ini?"

"Tidak apa-apa."

"Kudengar, kau membiarkan narasumber menunggu sampai malam di restoran."

Derana tidak menjawab. Ia sudah tahu keteledorannya itu akan menyebar cepat.

"Jadi ada apa?"

"Karsa lagi?" sambung Yoana.

Yoana tidak mengkomfirmasi lagi. Mimik kesedihan yang tergambar di wajah sahabatnya itu menjawab cepat.

"Apa lagi yang dia lakukan?"

"Dia ...."

"Selingkuh??"

Derana mendongak. Yoana beralih menjadi peramal tiba-tiba.

"Sudah kubilang! Tidak bermaksud menggurui, tapi hubungan kalian memang sudah salah sejak setahun lalu!"

Biasanya Derana akan langsung membentak, melawan semua prasangka buruk Yoana tentang Karsa. Karena hal baik yang terjadi di antara mereka tiga tahun belakangan ini menurutnya adalah pertimbangan besar untuk sekadar meragukan perasaannya. Sampai hari ini. Yoana menyadarkan lagi dan tidak sia-sia pada akhirnya.

"Jujur saja, aku senang kau bisa lepas darinya sekarang," ucap Yoana perlahan karena dibalik kepuasannya ia tahu tidak seharusnya sebahagia itu. Apalagi saat ini, pupilnya menangkap kilauan dari air di pipi Derana.

"Dengar, kalau kau memberikan semuanya pada orang itu dan dia tidak bisa menghargainya maka dia tidak layak menerima apa pun."

"Kau baik. Sangat. Dan kau akan bahagia. Seharusnya!" Yoana menekankan.

Derana menghela napas panjang. Kalimat penguat Yoana cukup menenangkan dan menyadarkan. Ia harusnya bahagia. Namun pertanyaan lain muncul, bagaimana bisa jika kebahagiaan itu direnggut berkali-kali?

"Terima kasih, Yoana."

"Iya. Aku serius tentang itu. Beritahu saja jika butuh sesuatu dan pekerjaanmu yang ini akan kukerjakan."

"Iya. Terima kasih."

Yoana mengelus tangan Derana, berharap itu juga akan membantu. Kesesakan itu berkurang dengan Yoana bergeser ke tempat duduknya.

....

Ketukan di meja yang dibuat jari lentik Derana menjadi senada dengan detak jantungnya. Hening dan melayang-layang dalam ruang rapat sejak ia terduduk. Kesibukan tak sedikit pun menggeser kesunyian itu. Suara lain memudar di telinganya. Ia ingin pergi-menghilang supaya keegoisannya tidak memengaruhi suara lain itu.

Senggolan lengan rekan kerja di sebelah, membawa Derana kembali. Namun kebingungan yang ditampakkan wajahnya. Di saat yang salah.

"Kalau kau masih kebingungan seperti itu, kau seharusnya tidak ikut rapat!"

Mata Derana terbuka lebar ke arah suara bentakan itu berasal. Seorang asing yang baru dikenalnya 10 menit lalu.

"Ma...maaf."

"Keluar!!

"Saya benar-benar minta maaf, Pak," mohon Derana menunduk.

"Saya adalah klien Anda! Dan Anda tidak menunjukkan hormat! Keluar!!"

Ketegangan itu tidak lagi hanya menakutkan untuk kariawan biasa seperti Derana, tapi juga atasan-atasannya yang menunduk, menyembunyikan wajah dari klien dan amarah untuk Derana.

Derana tidak membela lagi, ia tahu kesalahan dan kebodohannya tidak bisa ditolerir. Minta maaf sebanyak apa pun, putusan akhirnya tetap akan sama. Dan menceburkan diri saat keadaan tidak di atas batas sadar adalah tindakan sia-sia.

Dengan kepala yang masih menunduk, Derana menjinjit keluar. Lalu umpatan kasar menyusul setelah jauh dari ruangan. Harusnya ia tahu batasan dan izin hari ini. Logika kerasnya tidak mengerti bahwa ia belum pulih.

Hembusan napas kuat membawa penyesalan ikut keluar. Tentang tindakan bodohnya, penyiksaan pada diri sendiri, dan keputusan mengenal Karsa.

Satu lagi, pemikiran bahwa ia akan baik-baik saja setelah ini. Bahwa ia akan bahagia.

***
~
~
~

Author: tapi tidak ada salahnya 'kan berharap bahagia? :(

Apakah Kita Akan Bahagia? (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang