24

537 97 10
                                    

Pukul sepuluh pagi, setelah membantu sang Ibu untuk makan, Jeka pergi ke luar ruangan untuk mencari udara segar. Biasanya ada banyak orang yang menuju taman rumah sakit untuk sekedar berjemur, mencari angin, atau menjernihkan pikirannya.

Sesampainya di taman, Jeka merenggangkan bagian-bagian tubuhnya. Badannya terasa sangat pegal karena jadwal sekolah pun yang sejak kemarin mulai padat dengan segala aktivitas.

Di tengah sedang merenggangkan tubuhnya, tiba-tiba saja kegiatan Jeka terhenti karena melihat sesosok bocah kecil yang nampak tak asing di matanya.

Jeka berjalan mendekat menuju bangku yang sedang di duduki bocah itu. Ia berdiri di depan gadis itu yang terlihat fokus sedang mencoret-coret sebuah kertas dengan pensil warna-warninya.

Ya benar, Jeka tak asing dengan bocah itu. Mereka baru saja bertemu kemarin karena sebuah tragedi yang tak disengaja.

"Ekhm!" Deheman Jeka berhasil membuat sang gadis mendongak. Ekspresi gadis itu yang mendelik melihatnya, membuat Jeka berdecih.

Jeka merasa heran bagaimana bisa bocah ini berkeliaran di sekitar rumah sakit tanpa orang tua di sisinya. Kemarin saat bertemu di lorong gadis itu sendirian. Sekarang bertemu di taman pun gadis itu tak ditemani siapapun. Bahkan gadis itu tak merasa keberatan jika pergi seorang diri.

"Sendirian saja?"

Jeka ikut mendudukkan diri di samping bocah itu. Mungkin ia sedang ditinggal sebentar oleh orang tuanya. Ya Jeka ingin menemaninya sebentar, sampai orang tua bocah itu datang.

"Bisa dilihat sendiri kan, Lisa sedang sendirian atau tidak." Jawaban ketus itu berhasil mendapat gelengan dari Jeka. Tidak santai sekali, perasaan mereka sudah membuat kesepakatan saling memaafkan kemarin.

Suasana kembali hening. Jeka memandangi sekitarnya di mana ada beberapa pasien yang hanya duduk untuk sekedar berjemur terkena sinar matahari yang mana cuacanya belum begitu panas. Kembali menoleh sampingnya, Jeka mengintip Lalisa yang masih fokus menggambar.

Ya seperti anak pada umumnya yang akan menggambar sebuah keluarganya. Jeka bisa melihat hasil gambar bocah itu di mana terdapat seorang dua laki-laki dan juga dua perempuan. Ia sudah bisa menebak bahwa gambar itu merujuk pada keluarga sang bocah.

"Dilihat-lihat kamu selalu sendirian ya? Memang tidak takut berkeliaran sendiri tanpa didampingi orang lain?"

Lalisa menghela napas panjang. Ia menutup buku gambarnya. Menaruh buku gambar serta pensil warnanya di sisi bangku kosong dekatnya. Ia menatap Jeka sedikit kesal karena laki-laki tersebut sangat ikut campur tentangnya.

"Di rumah sakit memangnya ada orang jahat?"

"Tidak menutup kemungkinan di rumah sakit pun ada orang jahat."

Lalisa dengan tiba-tiba berdiri di atas bangku, membuat wajahnya kini sejajar dengan wajah Jeka. Gadis itu benar-benar memiliki keberanian yang sangat tinggi sepertinya. Lihat saja bagaimana dengan angkuhnya ia bersedekap dada serta menatapnya dengan mata memicing.

"Siapa nama kamu?"

"Jeka. Kenapa memangnya?"

"Dengar ya, Jeka—"

Jeka mendelik mendengar bocah itu memanggil namanya tanpa embel-embel Kakak ataupun panggilan yang lebih sopan. Perlu diingat mereka itu sangat berbeda jauh dari segi umur. Jeka merasa terkejut ketika bocah di hadapannya ini ternyata benar-benar menyebalkan.

97 High School || LK ft 97LWhere stories live. Discover now