Bagian 25

1.6K 70 12
                                    


****
Baik Lila dan Astrid sekarang ini tengah cekikikan bersama di pinggiran Masjid. Entah apa yang mereka berdua bicarakan.

Tapi tiba-tiba saja pandangan Astrid teralihkan pada sesosok orang tepat di belakang Lila. Karena saat ini mereka tengah duduk saling berhadapan. Tawa yang menghiasi wajah Astrid seketika pudar.

"Anjir.. Lil.. Coba tebak apa yang gue liat sekarang. " Ucap Astrid dengan wajah terkejutnya sembari membulatkan mata menatap lurus ke depan.

"Apaan? " Tanya Lila bingung.

"Fiks lu liat ini pasti kaget banget. Tapi jangan emosi dulu. "

"Apaan si? "

"Itu di belakang lo.. Noh. " Jelas Astrid langsung menarik kepala Lila agar berputar ke arah belakang.

Lila membulatkan mata dengan wajah terkejut nya. Seketika sisi emak emak dalam diri Lila keluar begitu mendapati suami dan sang pelakor ada di sana. Bagaimana tidak, mereka berdua melihat Ning Najwa dan juga Gus Khafi tengah berjalan berdua. Okee digaris bawahi berdua. Tidak hanya itu sesekali mereka juga melempar senyum sambil bercengkrama.

"Ga bisa dibiarin! " Kesal Lila langsung berdiri berniat menghampiri mereka, namun lebih dahulu dicegah oleh Astrid.

"Apee si Trid?! "

"Lu harus main halus dong, mau citra lo di depan si Nining ancur? Lo harus tenang, samperin aja mereka. " Saran Astrid.

Lila terlihat tengah menimbang-nimbang saran dari Astrid, tidak salah juga apa yang dikatakan Astrid, bagaimanapun juga dia tidak mau kalah dengan pelakor.

"Okee tenang Lila, jurus macan terbang jangan lo keluarin sekarang. " Gumam Lila memejamkan sambil menghembuskan napas pelan.

"Udah.. Kita temuin mereka. "

Kedua wanita itu langsung berjalan menghampiri Khafi dan juga Ning Najwa.

"Assalamu'alaikum.. Gus.. Ning. " Sapa mereka berdua tersenyum ramah. Bahkan lebih ramah raut wajah Lila. Seolah menyimpan maksud terselubung.

"Waalaikumsalam. "

"Habis dari mana Ning? " Tanya Khafi pada Lila. Tumben sekali Khafi memanggil Lila dengan sebutan Ning, apakah hanya untuk pencitraan saja?

"Masjid." Jawab Lila jujur, karena tadi memang mereka di Masjid tapi lebih tepat nya di pinggiran Masjid.

"Yasudah.. Ning.. Gus. Dilanjut saja ngobrol nya saya mau pamit ke Ndalem mataharinya mulai terik dan panas juga. " Pamit Lila sambil mengibas-ngibaskan tangan di wajah nya.

"Assalamu'alaikum." Salam kedua wanita itu.

"Waalaikumsalam. "

Seperginya Astrid dan juga Lila, Khafi mendongak menatap langit yang kebetulan siang ini terlihat mendung.

"Perasaan matahari nya ke tutup awan, tapi kenapa dibilang terik? " Gumam Khafi mulai dibuat bingung oleh perkataan Lila barusan.

"Hanya wanita yang memahami perasaan wanita lain. Saya pamit Gus, assalamualaikum. " Pamit Ning Najwa.

"Waalaikumsalam. "

"Apa hubungan nya matahari dengan perasaan, aneh. "

Khafi memilih berjalan menuju Ndalem daripada harus pusing memikirkan teka teki tadi. Khafi akui jika dia bukan lah pria yang mudah peka dengan keadaan terutama wanita yang memang kodrat nya sulit dimengerti.

Khafi masuk ke dalam kamar dengan membawa segelas es teh untuk Lila. Khafi fikir dengan minuman dingin, panas Lila mungkin akan segera hilang.

"Assalamu'alaikum. "

Bahtera Cinta Gus KhafiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang