Crush; 6

158 29 1
                                    

Habis sedikit memperbaiki bab prolog sampai bab 5, isinya gak ada yabg berubah kok... Cuman memperbaiki titik komanya aja😁😁
Happy reading...


























Adena mengumpat dalam hati, saat menyadari jus jeruknya ada di sisi kanannya, bahkan gelasnya masih penuh bahkan tidak ada ia sentuh.

Sial!

Gadis itu terkekeh canggung. Ia memberikan jus jeruk miliknya pada Daffa. "Buat lo aja, belum gue minum sama sekali. Sorry. Gue duluan, nih Yas, bayarin punya gue, ya," ucapnya memberikan uang 15.000 pada Yasmine, lalu segera beranjak dari meja terkutuk itu.

Semuanya memandangi kepergian Adena yang tampak tergesa, termasuk Daffa.

"Lo, berarti daritadi satu gelas sama dia?" tanya Sean terdengar usil.

Ah, pantas saja, jus jeruknya cepat sekali habis. Padahal ia meminumnya sedikit-sedikit.

Daffa mengangguk ragu. "Mungkin?"

Azzura berseru heboh, "Ih, berarti lo berdua, inderect kiss!"

"Gak lah. Kayanya tadi, dia minumnya lewat sedotan? Gue langsung dari gelasnya," sanggah Daffa cepat.

Semua mendengus kecewa membuat Daffa mengernyit.

"Udahlah, penonton kecoa! Bubar! Bubar! Udah beres semua, kan, makannya? Biar dua couple kesayangan kita aja, yang balikin mangkok-mangkok sama bayarnya," ucap Yasmine.

"Dih, enak aja!" sahut Sean tidak terima.

Theo menimpali, "Ini bagus. Bisa mempererat hubungan kalian!" Theo menyatukan kedua telapak tangannya.

"Temen, diem deh. Gak usah ikut-ikut," sahut Azzura membuat Theo mendelik.

"Udah deh, cepet. Tiban ngebalikin mangkok sama bayar doang. Gue sama Sean yang bawa," lerai Irga, Sean hendak protes tapi tidak jadi, karena seseorang menyentuh bahunya.

Sera mendesak, "Cepet ih, bantuin Irga. Biar cepet aku lap mejanya, terus Azzura, ya, yang bayar."

Sean mendengus pasrah.

"Oke. Bye-bye, kalian!" pamit Hana.

Mereka pergi menyisakan dua pasang kekasih, yang sedikit kerepotan itu.

"Lah, anying! Yang ngasih duit cuma Adena doang. Daffa, Theo, Yasmine, Jelita sama Hana, belum ngasih uang mereka," ucap Azzura.

"Talangin dulu, lah. Kek orang miskin aja, lo," sahut Irga, membuat sang kekasih menatapnya tajam, siap memberikan tinjuan penuh cintanya.

"Lo nabok gue, nih nampan jatoh, pecah, lo yang ganti," ucap Irga cepat, berhasil menggagalkan aksi jahat Azzura.

Azzura berdecak kesal, berganti meninju-ninju angin, membuat Irga terkekeh.

Kadang Irga bingung, ceweknya ini anak balet apa anak tinju?

Padahal memang Irga, yang hobi memancing emosi.

***

Para perempuan sedang berkumpul di kamar Adena sekarang. Katanya, mereka mau menginap di sini, mumpung besok libur.

Orang tua Adena sih, tidak masalah, asalkan tidak melakukan hal aneh-aneh nantinya, mereka juga nanti malam akan pergi ke acara bisnis.

Adenanya yang masalah. Udahlah, ini satu malam penuh, mereka hanya akan mentertawakan kebodohannya siang tadi.

Seperti sekarang, kamar Adena tampak ramai karena tawa yang bersahutan.

"Gue capek ...," lirih Adena. Gema tawa yang tadinya mulai memudar kembali memenuhi seisi kamar gadis itu.

"Kemaren, ngerobek seragam Daffa ...," ucap Hana, seraya menahan tawa.

"Tadi pagi, jatoh depan Daffa ...," sambung Azzura.

"Siangnya, minum minumannya Daff-- HAHAHAHA." Hana tidak bisa menyelesaikan ucapannya, tidak mampu lagi menahan tawanya.

Karena Hana, yang lain kembali tertawa, kecuali Adena yang mendengus kesal.

"Lo, lawak banget anjir, Na! Capek gue."

"Gue kalo jadi lo, gak bakal sanggup lagi buat ketemu dia."

Adena mencebik. "Lo pada, pulang aja deh, sana. Gue sendirian aja."

"Udah-udah. Kasian Adena, gue juga capek ketawa," peringat Jelita.

Adena mendengus. Hal-hal memalukan yang dialaminya yang sialnya Daffa selalu terlibat, seketika memenuhi pikirannya.

Yang tadi, hanyalah beberapa kejadian yang dilihat oleh teman-temannya.

Yang tidak terlihat oleh teman-temannya juga ada.

Seperti, ia yang tidak sengaja menabrak punggung Daffa, karena mengikuti langkah lelaki itu. Juga, hampir membuat Daffa menabraknya dengan motor, karena berlari tidak melihat-lihat di tempat parkir, beruntung lelaki itu membelokan motornya, hingga ia tidak jadi tertabrak, tapi Daffa terjatuh, hingga spion motornya patah sebelah, bukannya menolong, Adena malah kabur.

Daffa tidak sempat menyadari kalau gadis yang membuatnya jatuh dari motor itu Adena.

Ah, juga saat di kantin, Adena ingin mengambil teh pucuk yang tersisa satu, tapi ada tangan lain yang juga akan mengambil botol itu. Yup! Itu tangan Daffa, tangan mereka tidak sengaja bersentuhan karena akan mengambil botol yang sama.

Adena tentu saja kaget. Hey! Ini tangannya bersentuhan dengan tangan doi. Reflek Adena menjauhkan tangannya, dan membanting pintu kulkas membuat Daffa memekik kaget, karena tangannya masih di dalam kulkas memegangi botol itu, Daffa hanya bisa memandangi si pelaku yang sudah kabur jauh, hingga hilang dari penglihatannya.

Tangannya terjepit. Gara-gara Adena yang salting.

Sial! Untungnya Adena sedang memakai masker dan kacamata milik Silla, teman sekelasnya waktu itu. Jadi, sepertinya lagi-lagi Daffa tidak sadar kalau Adena yang melakukannya.

Adena membuang napas lelah. Tidak mau mengingat rentetan kenangan-kenangan lainnya bersama Daffa, karena semuanya memalukan!

Kenangan mereka tidak ada manis-manisnya seperti kisah Sean dan Sera. Tidak ada keren-kerennya seperti Irga dan Azzura. Tidak ada mulus-mulusnya, seperti PDKTan Kak Mika dan Yasmine --walaupun sampai sekarang belum ada kejelasan.

Justru lebih kacau dari hubungan friendzone Theo dan Hana, paling tidak mereka bisa mengobrol santai bahkan bersenda gurau.

Apa ia harus bodoamat sama lelaki ya mulai sekarang, seperti Jelita? Setiap hari berduaan dengan rumus-rumus fisika?

Adena akan gila.

Adena mengalihkan atensinya pada Jelita yang sekarang sudah fokus dengan buku fisikanya.

Ia jadi penasaran sesuatu. "Jel?" panggilnya.

Jelita hanya berdehem, tanpa mengalihkan pandangannya. Rentetan rumus fisika lebih menarik dari wajah cantik Adena.

"Lo ... ada crush gak, sih? Atau ada yang nyoba ngedektin lo?"

Pertanyaan Adena sukses membuat semua atensi temannya teralihkan. Jelita menjadi pusat perhatian sekarang.

"Eh, iya? Gue baru sadar," sahut Azzura semangat.

Asyik! Ghibah lagi.

Jelita mendelik pada Adena yang menatapnya polos.

Jelita mendengus. "Gue punya crush," jujurnya.

Ia sedari awal memang ingin menceritakannya, tapi melihat Adena yang suka menjadi bahan ledekan, ia mengurungkan niatnya.

"HAH?!"

"Siapa?"

"Sejak kapan?"

"Anak mana?"

"Temen seangkatan? Kakak kelas?"

Jelita berdecak mendengar pertanyaan beruntun itu.

"Kakak kelas, sejak hari pertama MOS."

"Kakak OSIS, dong?"

"Bukan."

"Terus? Siapa?"











tbc...

Crush✓Where stories live. Discover now