0.7

3.9K 268 3
                                    

H a p p y 🥀 R e a d i n g

Setelah makan malam tadi, Agus dengan segera berkata pada Lestari bahwa malam ini ia akan tidur bersama Yasha. Lestari yang mengira bahwa Yasha mungkin masih belum bisa beradaptasi di rumah ini pun menyetujui permintaan Agus dan Yasha.

Dan disinilah mereka sekarang, berada di kamar baru Yasha dan berbaring di ranjang besar Yasha dengan saling berpelukan.

"Adek mau cerita apa, sayang? Sini Papa cerita sekarang." Agus mengelus punggung putra bungsunya itu.

Yasha mengangkat kepalanya, menatap Agus dengan ragu. "Papa janji bakal percaya sama, Yasha kan?"

Agus mengangguk dengan mantap, satu tangannya ia angkat untuk merapikan pony Yasha yang sedikit berantakan. "Kan Papa udah bilang,  apapun yang adek bilang, Papa akan selalu percaya sama, adek.

Menghela nafas pelan, akhirnya Yasha mulai menceritakan kejadian satu tahun lalu. Kejadian dimana ayah dari Papa-nya itu datang ke rumah mereka. Juga menceritakan apa saja yang di ucapkan oleh tua bangka itu.

Sementara itu, Agus mendengarkan cerita Yasha dengan serius. Tidak ada raut terkejut dari wajahnya. Membuat Yasha bertanya-tanya apakah sang Papa akan percaya pada dirinya atau tidak.

"Papa, percayakan sama, Yasha?" tanya Yasha hati-hati.

"Papa, percaya kok. Percaya banget sama, Yasha. Tapi, kenapa Yasha baru cerita sekarang?"

"Sebenarnya, Yasha, pengen cerita sama, Papa dari lama. Tapi kata Mama nggak usah. Mama nggak mau Papa berantem sama Ayahnya, Papa."

Agus menoleh nafas pelan. Ah, ia lupa bagaimana sifat, Rani. Wanita itu memang selalu diam agar tidak ada pertengkaran.

"Pokoknya, mulai sekarang, Yasha harus cerita apapun sama, Papa. Jangan ada uang ditutupi lagi oke?"

"Oke!"

"Eum, Pa. Yasha masih boleh kan ketemu, mama?" tanya Yasha ragu.

Ia menatap aang Papa pemuh harap, berharap ia masih bisa bertemu dengan sang Mama walau hanya beberapa hari sekali.

Agus tersenyum dan mengangguk, "iya, Adek masih bisa ketemu sama, Mama, kok. Lagian Mama udah pindah kesini, rumah Mama juga gak jauh dari sekolah Adek yang sekarang."

Mendengar perkataan sang Papa, langsung saja senyum Yasha terukir dengan indah dari kurvanya.

"Beneran, Pa?" tanya Yasha semangat.

"Iya, udah, sekarang kita tidur. Udah malam."

Agus memeluk tubuh mungil milik Yasha, memeluk erat tubuh mungil itu dan mengelus punggung Yasha pelan agar sang anak semakin cepat mulai menjelajahi mimpinya.

****

Keesokan harinya, saat matahari mulai naik, mungkin sekitar pukul 10:00 pagi?

Yasha baru saja turun dari kamarnya, ia sudah rapi dengan sweter berwarna hijau toska dan juga celana pendek berwarna hitam.

Ini hari minggu jadi ia tak perlu takut, dan juga ia belum bisa sekolah beberapa hari ke depannya karena surat perpindahan dirinya yang masih diurus.

"Baru bangun, Tuan Muda?" tanya seseorang yang berada di lantai bawah sambil menonton televisi.

Yasha menoleh ke arahnya, ternyata itu Nanda, anak pertama dari Papa dan Ibu tirinya.

Tanpa menjawab pertanyaan yang terdengar sarkas itu, Yasha berjalan dengan santai menujur dapur.

Jujur saja, jika saja ia tidak sedang haus dan di kamarnya tida ada air minum, ia tidak akan nau untuk keluar dari kamar.

Karena jujur saja, entah mengapa ia sudah merasakan bahwa sudah ada beberapa oknum di rumah ini yang tidak menyukai keberadaan dirinya, salah satunya adalah Nanda.

"Cih, dasar gak punya sopan santun." Nanda berkata sarkas namun pelan saat tak mendapati jawaban dari Yasha.

Yasha kembali menghiraukan perkataan itu, karena ia tau, menanggapi Nanda adalah sesuatu yang salah dan berujung dengan masalah. Jadi, lebih baik ia hiraukan saja.

Saat ia sampai di dapur, ternyata ada saudari kembar dari Nanda, yaitu Manda, yang kini sedang membuat sesuatu.

Juga, ia menghiraukan keberadaan Manda dan berjalan menuju meja makan. Ia ambil gelas yang berada di meja makan dan menuangkan air putih ke gelas itu, setelah itu meminumnya hingga tandas.

"Oh, hai, Yasha." Manda yang baru menyadari keberadaan Yasha menghentikan kegiatannya dan menyapa Yasha dengan senyuman manisnya.

Yasha hanya mengangguk, lalu menatap Manda yang kini kembali fokus pada kegiatannya yaitu mengaco adonan berwarna coklat.

"Mau buat apa, kak?" tanya Yasha yang tanpa ia sadari bahwa pertanyaan itu keluar begitu saja.

Seolah sadar dengan apa yang tadinya ia tanyakan, membuat Yasha dengan spontan menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya.

Manda yang melihat aksi Yasha dengan spontan tertawa karena merasa gemas. Jujur saja, sedari kemarin, Manda sudah dibuat gemas oleh Yasha.

Wajahnya yang manis juga imut serta tingkahnya yang terkadang tampak polos tanpa anak itu sadari cukup membuat Manda gemas dan terkadang memperhatikan Yasha secara diam-diam.

"Buat brownis, mau? Tapi belum selesai. Tunggu dulu, ya." Manda tersenyum manis, membuat Yasha juga tanpa sadar ikut tersenyum manis.

Yasha berjalan menghampiri Manda, menatap pada adonan yang kini dituangkan ke loyang.

"Ada yang bisa, Yasha, bantu, kak?"

"Gak usah, pasti juga gak pernah kan ke dapur?"

Yasha memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan Manda.

"Yasha udah biasa, tau, kak. Dulu setiap akhir bulan, Mama, selalu buat kue untuk nyambut, Papa. Jadi Yasha, udah biasa ke dapur untuk bantuin Mama buat kue atau sekedar masak."

Mendengar perkataan Yasha, Manda sedikit terkekeh. Yasha yang mendengar kekehan Manda seketika menoleh bingung saat mendengar kekehan itu yang memiliki makna yang lain.

Terlihat pula dengan raut wajah Manda yang berubah sendu, membuat Yasha yakin ada yang janggal disini.

"Yasha, salah ngomong ya, kak?" tanya Yasha pelan.

Manda memasukkan adonan-nya ke open, berbalik badan menghadap Yasha dan tersenyum manis.

"Nggak ada, kok. Emang Yasha ngerasa salah ngomong?" Yasha menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan Manda.

"Tapi muka kakak kayak berubah gitu. Kakak ngerasa sedih?"

"Enggak, Kaka cuma dapet jawaban aja fari pertanyaan kaka selama ini."

"Pertanyaan apa?"

-

t b c-

Lo halo...

Sudah berapa lamakah Ari pergi menghilang?

Pasti lama banget wkwk 😆

Yasha And His New StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang