0. 3

5.2K 378 17
                                    

H a p p y 🥀 R e a d i n g

"Pa. Mungkin selama ini Papa sama Mama lupa kalau Yasha sudah tiba belas tahun. Yasha sudah SMP, Pa. Yasha ngerti apa yang kalian katakan. Mungkin selama ini kaliam selalu nganggap kalau Yasha masih kecil dan nggak akan ngerti apa-apa. Tapi kalian salah, Yasha ngerti, Pa. Papa sama Mama mau cerai'kan? Makanya Papa minta Yasha untuk tinggal bareng, Papa?"

Bungkam, itu lah yang masih Agus lakukan. Karena sungguh, ia sama sekali tidak menyangka dengan apa yang baru saja putranya katakan.

"Dan juga nih ya, Pa. Yasha tuh ngerti sama apa yang tadi Papa bilang. Yasha punya tiga kakak? Sedangkan semua orang juga tau kalau Yasha itu anak tunggal. Sudah pasti bukan kalau Papa punya istri lain selain Mama? Kalau Papa punya anak yang semuanya lebih tua dari Yasha. Itu artinya, Mama istri kedua Papa? Berarti Mama itu pelakor ya, Pa?"

"Enggak, Mama bukan pelakor! Siapa yang bilang Mama pelakor? Sini biar Papa hajar!"

Yasha menatap sang ayah yang kini masih diam membisu. Menatap lurus ke depan dengan tatapan yang sulit ia artikan.

"Papa sama Mama mau cerai, kan?" tanya Yasha sekali lagi.

"Kalau bener Papa sama Mama mau cerai, Yasha ikut Papa, ya?" Bukannya menjawab, Agus malah balik bertanya.

Ia menatap ke arah Yasha dalam diam, menatap sang anak penuh kasih sayang seperti tatapan yang selama ini ia layangkan pada sang anak.

"Yasha mau sama, Mama aja."

Yasha memberontak dari gendongan Agus. Berdiri tegak di samping sang ayah yang kini menatap dirinya bingung. Ia seolah tidak perduli dengan tatapan bingung Agus, dan memandang lurus ke depan dengan tangan yang memegang balkon.

"Gimana kalau Papa paksa Adek ikut, Papa?"

"Yasha bakal kecewa sama, Papa."

"Benarkah?"

"Eum."

"Kalau begitu Papa nggak peduli."

Pandangan Yasha yang tadinya menatap lurus ke depan seketika teralihkan dan menatap Agus dengan bingung.

"Maksud, Papa?"

Agus tersenyun singkat, "Papa nggak peduli kalau adek akan kecewa sama Papa. Yang penting adek tetap sama Papa. Walau adek nantinya akan benci sama Papa."

"Becanda Papa, nggak lucu." Yasha berucap ketus.

"Emang siapa yang bercanda? Papa serius." Bingung Agus.

"Yasha mau ke Mama, aja."

Agus mengangguk-anggukkan kepalanya, masih menatap sang anak yang kini berbalik dan berjalan masuk. Pergi meninggalkan dirinya sendirian di balkon kamar Yasha.

"Karna Papa nggak mau Yasha akhirnya tertekan karena keluarga, Papa."

🥀🥀🥀

"Mulai hari ini, hak asuh atas nama Yasha Syarifki jatuh di tangan bapak Agus Haryanto."

Tuk... Tuk.. Tuk..

Palu diketuk tiga kali tanda keputusan sudah tak lagi dapat diubah.

Bagai disambar petir di siang bolong, ia hanya bisa terdiam sambil menundukkan kepalanya sedih.

Menatap sang Mama yang kini tersenyum sendu pada dirinya. Sedih? tentu saja.

Lalu, ia menatap sang Papa yang kini juga menatap sendu dirinya. Tidak ada rasa senang dari mata sang Papa. Yang ia tangkap, hanya ada rasa sedih serta rasa putus ada dari netra tersebut.

Mengetahui dirinya di tatap, Agus tersenyum manis kepada Yasha. Seakan ia senang karena hak asuh sang anak berada di depannya. Di sampingnya, terdapat Lastri selaku istri pertamanya yang kini menemani dirinya selama persidangan.

"Adek, pulang yuk," ajak Agus begitu ia berada di depan Yasha.

"Yasha mau ketemu Mama dulu."

"Nggak boleh, sayang. Kita harus pulang sekarang. Karena ada banyak orang yang menunggu kita." Bukan, itu bukan Agus yang berkata, melainkan Lastri yang kini tersenyum manis ke arahnya.

"Tapi Yasha mau ketemu dulu sama Mama, Tante!" kukuh Yasha.

"Nggak bisa, Sayang. Mungkin juga Mama kamu udah pulang sekarang. Jadi, kita pulang-"

"Permisi, boleh ngomong sebentar sama, Yasha?"

Kalimat Lastri sontak saja terpotong oleh Rani yang menyeletuk tiba-tiba.

Melihat keberadaan sang Mama, Yasha dengan cepat lari dan memeluk Rani erat.

"Boleh saya ngomong sebentar sama, Yasha?" tanya Rani sekali lagi.

"Lima menit," jawab Lastri sedikit sinis.

"Baiklah, kalau begitu kami permisi dulu. Nanti akan saya antar Yashake parkiran."

Rani langsung membawa Yasha pergi dari hadapan dua orang itu. Meninggalkan Lastri yang kini menatap malas keduanya serta Agus yang menatap sendu keduanya.

Pada akhirnya, ia akan kehilangan sesosok wanita yang selalu menemaninya selama lima belas tahun ini.

Sementara itu di koridor kantor persidangan yang sepi, terdapat seorang ibu dan anak yang kini berpelukan dengan erat. Sang anak yang menangis di pelukan sang Ibu yang kini mengelus punggung yang bergetar itu.

Maaf ya, sayang. Karena Mama, kamu harus merasakan hal kayak gini."

Yasha menggeleng dalam pelukan Rani, dengan air mata yang terus mengalir. Yasha semakin mengeratkan pelukannya.

"Maaf, karena kesalahan Mama, kamu harus terlahir dari rahim seorang pelakor. Andai aja dulu Mama nggak egois, mungkin sekarang kita nggak bakal kepisah kayak gini. Maaf, maafin, Mama. Pasti kamu kecewa karna lahir dari rahim pelakor seperti Mama." Tanpa diduga, setetes air mata terjatuh begitu saja. Disusul dengan air mata lainnya yang kini berlomba-lomba untuk terjun begitu saja.

Yasha melepaskan pelukannya, menangkup pipi sang Mama dan kembali menggeleng dengan tegas.

"Enggak! Mama bukan pelakor! Papa juga bilang kalau Mama bukan pelakor! Juga, Yasha nggak pernah nyesal ato kecewa karna lahir dari rahim wanita hebat kayak, Mama! Yashs bangga punya Ibu hebat kayak Mama! Yasha sayang banget sama Mama!" Yasha berkata dengan terisak.

Membuat Rani tertawa gemas melihat pemandangan di depannya ini. "Anak Mama gemesin banget. Mama pasti rindu sama, Yasha."

Rani tersenyum lebar dengan air mata yang terus mengalir, lalu kembali membekap tubuh kecil sang putra sebelum melepaskan sang putra pergi dengan keluarga barunya nanti.

-t b c-

Huhuhuhuuu akhirnya bisa di revisi 😔

Yasha And His New StoryWhere stories live. Discover now