0.5

4.3K 265 7
                                    


H a p p y 🥀 R e a d i n g

Setelah kepergian Agus, Yasha membuka kembali matanya. Menatap ke arah pintu yang kini sudah tertutup sempurna. Ia bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju jendela yang berada tak jauh dari ranjang.

Jendela itu tidak terlalu besar, juga tidak kecil. Pintunya terbuka dengan lebar hingga horden berwarna putih yang tertutup melayang-layang tertiup oleh angin.

Yasha berjalan ke arah jendela itu, sepertinya ia muat untuk duduk di jendela itu. Setelah dicoba, ternyata dugaannya. Hingga kini, ia terduduk di jendela itu dengan kaki yang diangkat, dan tangannya yang memeluk kedua kakinya.

Memandang ke luar jendela, dimana ternyata ada sebuah pemandangan yang sangat indah. Sebuah taman bunga yang sebagian besar diisi oleh berbagai macam jenis bunga mawar, juga berbagai macam warna. Ada juga beberapa bunga lain seperti bunga anggrek, bunga matahari, dan juga bunga-bunga kecil lainnya. Namun tetap saja, bunga mawarlah yang lebih mendominasi.

Ia memandang kebun bunga itu, pandangannya lurus dan juga kosong. Sementara benaknya terus terpikir kejadian satu tahun lalu. Puncak dimana ia mulai mengetahui segalanya.

Flashback...

Yasha yang saat itu baru saja berusia dua belas tahun dan juga baru kelas enam SD harus menerima kenyataan pahit tentang keluarganya.

Saat itu ia baru saja pulang sekolah, dengan seragam putih merahnya, ia berjalan dengan semangat memasuki rumah dan dengan segera menemui sang Bunda.

Di tangan kanannya, terdapat tiga tangga bunga mewah yang ia dapatkan dari Bu Guru Lala saat mereka memanen bunga mawar di taman sekolah.

Kata Bu Guru Lala, bunga mawar di taman sekolah sudah terlalu banyak dan juga hari ini adalah hari ibu. Hal itu membuat para guru dan murid-murid bekerja sama memanen bunga mawar agar para murid bisa memberikan bunga mawar itu kepada ibu mereka masing-masing.

"Mama! Yasha pulang!" teriak Yasha dengan semangat.

Saat sampai di ruang tamu, ternyata ada seorang tamu yang datang ke rumah mereka. Seorang pria paruh baya yang Yasha sama sekali tidak kenal. Namun, Yasha seketika salah fokus saat melihat kondisi sang Mama yang tampak tidak baik-baik saja itu.

Walaupun saat itu Rani menampilkan senyum bahagia menyambut dirinya. Tetapi ia tau, bahwa sang mama tidak baik-baik saja.

Yasha pun menghentikan larinya, berjalan dengan pelan menghampiri Rani dan tamunya.

Begitu sampai di dekat ruang tamu, Yasha langsung berjalan menuju pria paruh baya itu berniat untuk menyalamnya. Seperti apa yang diajarkan sang mama kepada dirinya.

Saat Yasha mengadahkan tangannya, bukannya disambut dengan baik. Tangan Yasha malah dihempaskan begitu saja dengan kuat.

Pria paruh baya itu malah menatap Yasha sinis dan berdecih remeh.

"Ternyata ibu sama anak, sama saja ternyata. Tidak tau malu! Baru kenal saja sudah minta uang. Dasar kaum miskin."

Hei Ayolah! Yasha hanya ingin menyalaminya sebagai tanda menghormati, bukan meminta uang. Apa ia semenyedihkan itu di mata pria itu?

Emang ia sekaya apa hingga mengatai mereka miskin. Dasar orang tua, bau tanah!

Dan juga, Yashasudah dua belas tahun untuk memahami apa yang dikatakan pria itu.

Saat Yasha ingin membalas perkataan pria itu, Rani dengan cepat menarik anaknya itu dan memeluknya.

"Maaf, tuan, tapi sepertinya anda salah paham. Anaksaya tidak ingin meminta uang kepada anda, ia hanya ingin menyalami anda sebagai bentuk penghormatan kepada yang lebih tua. Dan kami tidak sehun itu untuk meminta uang kepada orang baru seperti anda!" balas Rani dengan nafas yang memburu.

Pria itu tertawa remeh, ia bangkit dari duduknya dan menatap remeh ibu dan anak di depannya.

"Tidak sehina itu? Bahkan anda jauh lebih hina dari itu. Menjadi pelakor di rumah tangga orang lain? Tidakkah anda merasa hina? Bahkan saya saja bingung mengapa anak saya mau sama jalang seperti anda. Oh, apa dia anak yang kalian hasilkan dari hubungan gelap kalian?" Pria itu menatap Yasha dari atas ke bawah, dan kembali ke atas.

Lalu kembali tersenyum remeh.

"Dengar ini baik-baik. Sampai kapan pun, saya tidak akan menganggap anak itu sebagai keturunan saya dan juga saya tidak akan pernah sudi jika anak itu tinggal di rumah saya. Saya jadi penasaran, kenapa anak ini harus lahir sempurna tanpa cacat? Setidaknya ia tidak bisa ngomong atau apapun itu. Agar saya bida dengan mudah menyingkirkannya."

Hancur, hancur sudah hati Rani mendengar semua hinaan dari sesosok pira yang merupakan mertuanya itu.

Ia tak masalah sungguh, jika yang dihina oleh pria bau tanah itu adalah dirinya, tetapi mengapa harus anak semata wayangnya yang dihina sampai seperti itu?

Hati ibu mana yang tidak sakit saat seseorang mendoakan yang tidak-tidak tentang anaknya? Bahkan jika dengan cara bersujud ia mampu membuat mertuanya itu tidak menghina anaknya, Yasha-nya, mungkin hal itu sudah ia lakukan sekarang.

Sementara Yasha, ia terdiam sedari tadi dalam pelukan sang Mama. Ia begitu syok mengetahui kebenaran yang terungkap saat ini.

Bolehkah ia meminta pada tuhan agar ia bisa memutar waktu? Sungguh, jika ia bisa, mungkin ia akan memutar waktu dan tidak cepat pulang pada hari ini.

Sangking syoknya, ia sampai tidak menyadari bahwa tangannya sudah terluka karena menggengam batam mawar yang berduri itu.

Ia menoleh ke samping, menatap sang Mama yang kini sudah menangis sesegukan sambil terus mendekap erat dirinya.

Lalu pandangannya tertuju pada sesosok di depannya, sesosok yang ia yakini adalah ayah dari Papanya. Sesosok yang kini menjadi sesosok yang paling ia benci.

- t b c-

Yasha And His New StoryWhere stories live. Discover now