37. Tumbuh dewasa bersama

Start from the beginning
                                    

Seakan melupakan kesedihannya, Andra tersenyum lebar kala anak ayam Dinda mematuk kaki anak ayamnya.

"Anak kamu, Din. Nanti anak aku nangis, gimana?" Candanya.

Dinda tertawa. "Itu bukan anak aku, ya! Aku bukan ayam!"

Andra kembali tertawa, kemudian memberikan kedua anak ayam tersebut makanan. "Nanti kalau anak ayamnya besar, mau diapain?" Tanyanya.

Dinda nampak berpikir sejenak, kemudian mengangkat jemarinya. "Aha! Aku punya ide!" Serunya.

Waktu demi waktu berlalu dan anak ayam mereka sudah mulai tumbuh besar. Dinda bertepuk tangan dengan keras disaat melihat Andra yang begitu ahli merawat peliharaan. Cowok itu memandikan ayam mereka yang sudah mulai luntur warnanya.

Mereka terus merawat ayam mereka setiap pulang sekolah. Memandikan, memberi makan dan minum, serta membersihkan kotoran ayam tersebut. Sampai suatu saat ayam mereka mati karena kehujanan dan Dinda lupa untuk memasukkan ayamnya kedalam kandang saat gadis itu sedang tidur siang.

Flashback off

Andra terus saja tersenyum, mengingat kenangan masa kecilnya bersama dengan Dinda. Laki-laki tersebut sudah resmi menginjakkan kakinya di atas tanah Las Vegas untuk yang pertama kalinya.

Ia meraih ponselnya, membuka kamera lantas mengambil gambar dirinya dan juga pemandangan di belakangnya.

"Keren cuy!" ucapnya kegirangan.

Ia pun terus mengambil gambar disepanjang jalan menuju tempat penginapannya untuk sementara, sebelum ia mencari tempat tinggal untuk dirinya.

Oh ya. Andra pergi ke Las Vegas tidak hanya untuk bekerja, ia juga berkuliah untuk menambah wawasannya. Sehingga kelak saat ia kembali ke Indonesia, cowok itu bisa memiliki pekerjaan dengan posisi dan gaji yang lebih tinggi. Senin sampai Kamis ia akan berkuliah, sedangkan Jumat sampai Minggu adalah waktunya untuk bekerja.

Cowok itu memeriksa ponselnya. Belum juga ada chat maupun panggilan dari Dinda, itu berarti paket yang ia kirim belum sampai pada gadis tersebut. Setelah ia sampai di penginapan, cowok tersebut langsung masuk dan melakukan registrasi alias check in dan segera mengistirahatkan tubuh lelahnya.

__

Di sisi lain Dinda kini sudah menyelesaikan seluruh rangkaian acara tujuh bulanan nya. Ia duduk di depan meja rias dengan perasaan gundah, memikirkan Bamandra yang sejak kemarin lusa tidak sekalipun membalas pesannya.

"Lo kenapa, sih, Ndra?" Monolognya, seraya menjedai rambutnya ke belakang.

Cewek itu memeriksa ponselnya sekali lagi, berusaha menelepon Andra, namun hasilnya nihil. Tidak ada jawaban maupun panggilan masuk setelahnya. Padahal Dinda berharap bahwa cowok itu akan menelepon dirinya balik disaat ia tau bahwa Dinda baru saja menelepon.

Menghembuskan nafasnya kasar, Dinda pun memutuskan untuk mengurus Azizah yang sedang main di depan rumah. Ia melangkahkan kakinya perlahan, mencari keberadaan sang Putri.

"Azizah... Sayang?" Panggilannya.

Azizah yang semula asik bermain dengan bonekanya itu pun segera menghampiri sang Bunda saat mendengar namanya dipanggil.

"Iya, Nda?" Tanyanya, berdiri di depan sang Bunda.

Dinda mengusap surai indah Azizah. "Mandi, yuk. Udah sore," ajaknya.

Azizah hanya menurut, mengikuti Bundanya yang berjalan sejajar di sampingnya. Azizah memperhatikan perut sang Bunda yang semakin hari semakin besar, ia pun tersenyum karena tidak sabar menanti kelahiran sang adik.

"Adik Izah laki-laki atau perempuan, nda?" Tanyanya.

Dinda nampak berpikir sejenak. "Bunda juga nggak tau, sayang. Ini surprise buat kita. Jadi tunggu aja, oke?" Tuturnya diangguki sang putri.

Mereka berdua pun memasuki kamar, melakukan ritual mandi mereka berdua ala-ala perempuan. Azizah yang kepo dengan masker wajah Bundanya itu pun merengek, meminta agar Dinda memakaikan masker yang sama kepada dirinya.

"Ayo, Nda... Izah mau!" Mohonnya.

Dinda akhirnya mengalah, memakaikan sang putri masker wajah yang sama. Ia memandikan Azizah dengan bersih sekaligus mencuci rambut gadis kecil itu. Kemudian setelah memakaikan masker, Dinda mencabut penyumbat air sehingga membuat bathub yang mereka duduki seketika mengering.

"Udah, maskerannya bentar aja. Besok Bunda beliin masker wajah untuk anak-anak, biar Izah juga bisa maskeran yang lama. Oke?" Tawarnya diangguki Azizah.

"Oke, Bunda!" Serunya.

Mereka berdua mengeringkan tubuh dengan handuk, membungkus rambut dengan handuk kecil lantas keluar dari kamar mandi.

Dinda membuka lemari pakaian, mengambil sebuah dress hijau yang terlihat cukup kecil di tubuhnya karena perut yang semakin besar. Sedangkan untuk Azizah, Dinda mengambilkan anak itu dress pula.

Mereka berdua sudah tampil cantik dengan baju dan rambut terurai mereka. Dinda teringat Samudra, ia pun memiliki ide untuk mengirimi lelaki tersebut foto mereka berdua. Ralat, bertiga. Dede bayinya juga ikut dong ya!

"Zah, kita mirror selfie, yuk!" Ajaknya.

Dengan senang hati Azizah berseru. "Ayooo!"

"Okey!"

Perempuan itu pun segera mendekati kaca, berdiri dengan memperlihatkan perutnya yang dipeluk oleh Azizah. Setelah mengambil gambar, ia memotong bagian wajahnya karena merasa pucat. Dinda hanya memperhatikan perut dan juga Azizah saja.

"Bunda kirim ke papa, ya?"

"Okey, Nda!"

Me

Ciwi-ciwi udah cantik nihhh! Kapan mau pulang?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ciwi-ciwi udah cantik nihhh! Kapan mau pulang?

Hsbu❤️
Cantiknya Azizah.

Me
Azizah aja????

Hsbu❤️
Yang kelihatan wajahnya cuma Azizah.

Dinda berdecak kesal lantas mematikan ponselnya. Ia duduk di meja rias, memulai skincare rutinnya sembari memperhatikan sesaat Azizah yang sudah asik bermain rumah Barbie nya.

___

Tbc.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 06 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KUTUB UTARA [On Going]Where stories live. Discover now