10. BALIK LONDON?

4.3K 221 8
                                    

"HAH?" Dinda terkejut. Bagaimana tidak, mamanya baru saja mengabarkan bahwa beliau akan pulang ke Indonesia dengan alasan bahwa Dinda tidak bisa menjaga diri.

Bukan hanya itu, Ghea juga berencana untuk membawa Dinda kembali ke London dalam jangka waktu yang sudah ia tentukan.

Andra yang semula menyodorkan suapan terakhir didepan mulut Dinda, kini urung karena mendengar pekikan Dinda.

"Kenapa, Din?" Tanyanya.

"Bentar," ucap Dinda tanpa bersuara.

"Tapi, Ma. Dinda nggak mau balik London, Dinda mau tinggal di sini."

"..."

"Mam, tapi-"

Tut...

Belum sempat ia menyelesaikan ucapan, Ghea sudah terlebih dahulu mematikan panggilannya. Dinda termangu, menatap wajah Andra.

"Ndra, mama mau bawa gue balik. Tolongin gue, Ndra! Gue nggak mau balik London!" Gadis itu mengoyok-oyok lengan Andra.

"Demi apa? Kenapa gitu?"

Dinda menggeleng lemah, meraih gelas berisikan air lantas mulai meneguknya.

___

Sepasang mata hanya bisa menunduk tak berdaya disaat berhadapan dengan sang ibunda. Ghea, wanita itu sudah sampai di Indonesia tepat jam dua dini hari. Dinda yang diceramahi sang ibunda pun hanya bisa tertunduk diam tak ingin melawan.

"Kamu harus ikut mama ke London. Disana, mama bakal kenalin kamu ke anak calon suami mama. Dia CEO," ucapan Ghea membuat Dinda mendongak. Calon suami? Mamanya mau menikah lagi?

"Calon suami mama? Mama mau nikah lagi?" Tanyanya to the point.

Ghea menganggukkan kepala, cukup membuat Dinda kecewa. Jujur saja, ia masih belum bisa merelakan sang papa, Dinda tidak rela jika almarhum papanya diduakan oleh sang mama dengan begitu cepat.

Gadis dengan piyama itu meneguk ludahnya sudah payah. "Kenapa mama duain papa secepat ini? Dinda nggak mau punya papa tiri, ma." Bukan karena takut jika mendapat papa tiri kejam, Dinda lebih ke tidak rela mamanya membagi cinta sang papa.

Ghea tersenyum simpul. "Calon papa barumu nggak seburuk itu, nak. Dia yang dukung mama selama ini, dia yang jadi alasan buat mama untuk tetap tegar, setelah kamu." Ghea memegang tangan Dinda, "percaya sama mama, dia akan bimbing kamu dengan baik."

Dinda menggelengkan kepalanya pelan. "Dinda nggak siap, ma."

"Mama ngerti. Kamu cuma butuh waktu, dan mama akan dengan sabar menunggu waktu itu." Wanita itu memeluk tubuh putri semata wayangnya. Ghea hanya ingin yang terbaik untuk dirinya dan juga anak satu-satunya, ia ingin memberikan kehangatan keluarga kepada Dinda.

"Dinda akan berusaha nerima papa baru Dinda, asalkan mama izinin Dinda untuk tinggal di Indonesia. Dinda nggak mau balik London, Dinda sayang sama orang-orang disini. Mama ngerti, kan?" Pintanya menatap parau wajah mamanya, berharap persetujuan dari wanita yang telah melahirkannya itu.

Dengan susah payah, Ghea menganggukkan kepala. Ia tidak bisa melawan kekeras kepalaan putrinya itu. Pada dasarnya, sifat keras kepala Dinda adalah turunan dari dirinya.

"Mama izinkan kamu tinggal disini, asalkan kamu janji nggak akan ada kejadian seperti ini lagi." Ghea menangkup wajah Dinda. "Mama nggak bisa lihat anak mama terluka. Kalau sampai kejadian ini terulang lagi, mama nggak akan segan-segan bawa kamu pulang ke London," sarkasnya.

Dinda mengangguk yakin, ia tidak akan lagi terluka. Gadis itu kemudian melepaskan pelukannya lantas kembali ke kamar tidur untuk beristirahat. Ghea juga demikian, wanita itu kelelahan dan sangat membutuhkan istirahat yang cukup.

KUTUB UTARA [On Going]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt