31. Ustadz ganteng

2.7K 143 10
                                    

Spam komentar ya guyssss 🤩

Happy reading❤

•••

"Izah... Jangan lari-lari, Nak. Bunda capek ngejar kamu," Keluh seorang perempuan kepada putri sambungnya yang sedari tadi terus berlari ketika sang ibunda menyuapinya.

"Ayo, Nda. Kejal Izah! Kejal sampai dapat!" teriak anak itu dengan langkah mungil yang baru seminggu ini lancar berjalan hingga berlari kecil.

Dinda yang kelelahan pun hanya bisa mengendalikan napasnya yang sudah mulai memburu. Perempuan tersebut memutuskan untuk duduk sejenak di bangku taman kemudian meneguk setengah botol air mineral yang tadinya ia bawa untuk diberi kepada Azizah.

"Ayo, Nda! Masa begitu saja sudah Yemes! Ayo yang semangat!" pekik Gadis kecil itu masih dengan langkah kecilnya.

Anak itu berjalan dengan pandangan yang masih tertuju kepada sang ibunda yang terlihat capek karena mengejarnya. Hingga tanpa sadar, ia menabrak kaki seseorang hingga membuatnya condong ke belakang dan berakhir tergeletak.

"Azizah!" Dinda yang melihat kejadian itu pun langsung bangkit dengan susah payah dan berlari menghampiri putri kecilnya.

"Aduh! Tubuh Izah sakit semua, Om. Halus dibelikan es kyim dulu bial cepet sembuh, ini..." Rintih Azizah ketika sosok tersebut membantunya bangkit.

"hosh... Hosh... Hosh..." Hembusan napas Dinda terdengar sangat kencang, membuatnya harus meneguk kembali air mineral yang ia bawa.

"Aduh, Sayang. Kamu nggak apa-apa, 'kan?" tanyanya khawatir, membawa Azizah kedalam pelukannya.

Azizah terlihat mengangguk lucu. "Izah nggak apa-apa, Nda. Izah cuma Butuh Es Kyim bial sembuh!"

Dinda mengernyit, sejak kapan Azizah menjadi ajaib seperti ini? Sejak kapan putri sambungnya itu bisa membual?

Menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Dinda lantas berdiri dengan tangan yang setia menggandeng tangan putrinya.

"Makasih, ya, Em?" ucapnya menggantung kepada seorang pria di depannya.

Pria yang sepetrinya seumuran dengan suaminya. Pria berbaju kokoh putih berpadu dengan sarung kecoklatan, dan tak lupa peci hitam yang terpakai rapih menutupi rambut depannya.

Pria tersebut tersenyum. "Sama-sama, Mbak. Dijaga ya, anaknya?" Ujarnya sembari tersenyum dan menatap Dinda sesaat, namun sedetik kemudian langsung memalingkan wajah.

Seketika Dinda langsung paham, bahwasanya saat ini ia sedang berhadapan sengan seorang... Santri? Nampaknya begitu.

"Iya, Mas. Kalau gitu saya pamit duluan, Permisi."

"Assalamualaikum." Dinda menghentikan langkahnya lantas berbalik.

Ia meringis, menunjukkan gigi putih rapinya. "Assalamualaikum," ucapnya mengulangi salam sosok tersebut.

"Waalaikumsalam." pria itu tersenyum tipis, menatap bayangan dari seorang perempuan dan anak kecil tersebut yang semakin menjauh.

Abizar. Muhammad Nur Abizar, laki-laki berwajah tampan tersebut menggelengkan kepalanya.

"Astagfirullah hal'adzim." Sebutnya dalam hati sambil mengelus dada.

Senyum yang semula ia tunjukkan kini berusaha ia redam, ia kemudian melanjutkan aktivitasnya yaitu membagikan roti selai kepada anak-anak panti yang sedang bermain di taman.

---

Setelah berjemur berjam-jam ditaman bersama dengan Azizah, kini Dinda sudah berkutik sibuk di dapurnya. Sudah jam dua belas siang, dan ini saatnya suaminya pulang untuk makan siang bersamanya dan juga Azizah.

KUTUB UTARA [On Going]Where stories live. Discover now