07. BOBO BARENG?

4.9K 255 46
                                    

Hari ini Dinda kerja lembur. Sepulang dari toko, ia tidak langsung pulang ke rumah, melainkan mampir ke lapak penjual roti bakar terlebih dahulu.

Dinda sedang datang bulan, sehingga ia ingin sekali makan makanan yang manis. Mungkin kebanyakan perempuan jika menstruasi lebih menyukai sesuatu yang pedas-pedas, namun Dinda sebaliknya.

Antriannya cukup panjang, ia sampai tidak kebagian tempat duduk saking ramainya pembeli. Mau tidak mau, Dinda harus menunggu di atas motor miliknya.

Ia melirik jam tangan, "lama banget. Keburu nggak mood nih kalau kelamaan nunggu," gerutunya turun dari motor dan mendekati lapak.

"Masih lama, ya? Bang?" Tanyanya tak direspon oleh penjual roti bakar.

"Nggak di respon, dong!" Gerutunya lagi kembali ke atas motor.

Sepuluh menit sudah Dinda menunggu kepastian kang roti bakar yang tak kunjung selesai melayani pelanggan. Merasa kesal dan bosan, akhirnya Dinda memutuskan untuk pergi mencari makanan yang lain. Tidak ada pilihan lain, sebelum ia bertambah lapar.

Dinda menghentikan motornya di depan lapak terang bulan. "Terang bulannya satu, bang!"

"Oke!"

Meskipun ia tidak terlalu menyukai terang bulan namun tak apa, setidaknya malam ini juga ia bisa makan makanan manis.

"Pakai topping apa, kak?" Tanya abang-abang penjual.

Dinda nampak berpikir sejenak. "Em, coklat keju aja deh, bang. Natural," jawabnya membuat si penjual tertawa.

"Abang kenapa ketawa?" Tanya Dinda.

"Natural kaya wajah kakak," kata si penjual.

Sedangkan Dinda hanya bisa meringis, kemudian mulai celingukan tidak jelas. Ia tidak sedang mencari orang, Dinda hanya melihat-lihat berbagai macam kendaraan berlalu lalang.

"Ganteng banget, sumpah," monolognya ketika tak sengaja menemukan pengendara motor berbaju hitam.

"Tapi masih gantengan bang Samudra, dong!" Sambungnya lagi, sambil menyengir sudah seperti orang gila.

"Terang bulannya, kak!" Pekik penjual terang bulan itu mengejutkan Dinda.

"Abang, ih! Ngagetin tau nggak?" Ucapnya mendekat dan mengambil pesanannya.

"Kaka yang nggak denger, saya udah panggil berkali-kali, loh?" Eh? Seriusan? Ya maaf atuh bang, hehe!

"Iya-iya, maaf."

"Jadi berapa, nih?" Tanya Dinda.

"Just lima belas ribu," ucap si penjual diangguki Dinda. Dinda pun memberikan selembar uang berwarna hijau, dan mengambil kembaliannya.

Gadis itu kembali menaiki motor, menyusuri jalan raya yang cukup ramai malam ini. Untuk kedua kalinya Dinda menghentikan motor, ketika melihat penjual es kesukaannya masih buka.

Ia turun dari motor untuk membeli sebuah minuman rasa red Velvet seperti biasa. Ketika si penjual bertanya nama siapa yang harus mereka tulis di gelas minuman Dinda, Dinda tentu menjawab dengan gembira.

"Ini terserah kan, kak?" Tanyanya.

"Terserah kak, maunya gimana. Disini sudah ada kata 'dear' jadi Kaka tinggal nambahin nama aja." Dinda mengangguk-angguk dengan cepat, kemudian me request nama Samudra.

"Ini pesanan kakak, terima kasih sudah mampir."

"Sama-sama."

Setelah membeli makanan dan juga minuman, Dinda benar-benar akan langsung pulang dan tidak akan mampir lagi. Selain karena sudah lapar, ini juga sudah malam.

KUTUB UTARA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang