15. PESTA?

3.5K 219 17
                                    

Vote dulu sebelum membaca!

Enjoy ❤️

•••

Dinda tersentak mendengar bentakan dari Samudra. Azizah yang semula anteng, kini pun dibuat terkejut dan refleks menangis akibat perbuatan ayahnya.

Dengan segera, Dinda mengusap punggung Azizah, guna menenangkan gadis kecil tersebut.

Dinda menatap tajam kearah Samudra. "Abang apa-apaan, sih!" Tegasnya. Sedangkan Samudra hanya diam, merenungi perbuatannya sendiri.

Ia pun lebih mendekat, mengelus Surai lembut putrinya. "Izah, Papa minta maaf, ya? Papa nggak bermaksud bentak Tante Dinda," ucap pria itu halus.

Sedangkan Azizah menepis kasar tangan Papanya. "Papa akal, udah bentak Buna Inda!" Sentaknya dengan kedua tangan yang semakin mengeratkan pelukannya.

Dinda meringis sejenak, disaat memarnya sempat tersenggol. Samudra yang masih memperhatikan Dinda pun kini beranjak dari sana. Dinda hanya diam, menatap kepergian Samudra. Ia lebih memilih untuk menonton film kartun siang bersama Azizah.

Beberapa menit berlalu, Samudra kembali dengan membawa sebuah kotak P3K. Pria itu mendapati Dinda yang tengah duduk santai bersama Azizah, ia menghampiri mereka berdua.

"Luka kamu harus diobatin," ucapnya memegang lengan Dinda, membuat sang empu terkejut sejenak.

Dinda menatap Azizah yang sudah tertidur nyenyak di pangkuannya, lantas kembali menghadap Samudra yang kini mulai mengobati memarnya.

"Ahs," desis Dinda.

"Tahan, sebentar lagi selesai." Setelah mengobati lengan Dinda, Samudra meletakkan kotak P3K di atas meja, beralih menatap putri kecilnya.

Pria itu mengangkat perlahan tubuh mungil Azizah, lantas berdiri dari tempatnya. Dinda pun turut berdiri, menatap Samudra yang juga tengah memperhatikannya.

"Kamu tunggu di sini sebentar, biar saya aja yang bawa Azizah ke kamarnya. Setelah ini, saya mau ngomong sama kamu," ucapnya kemudian pergi sebelum mendengar jawaban dari Dinda.

___

Diam menyelimuti ruang tamu Samudra. Kini ia sedang duduk bersama Dinda di sofa yang sama, namun tak kunjung membuka pembicaraan. Untuk menyamarkan kegugupannya, Samudra berdehem, membuat Dinda menatap pria itu.

"Soal tadi malam-" Samudra menggantungkan ucapannya, menatap wajah Dinda.

"Maaf kalau saya udah ganggu kamu. Dan juga makasih karena kamu udah mau nemenin saya. Dan soal kejadian tadi malam, anggep aja semuanya nggak pernah terjadi." Dinda menatap tak percaya wajah datar Samudra.

"Kenapa gitu?" Tanyanya, seraya membenarkan posisi duduk.

"Nggak ada alesan khusus. Saya cuma nggak mau mengingat kejadian kemarin," ucap pria itu lagi dengan santai.

"Kok gitu?" Dinda duduk lebih mendekat, membuat Samudra tanpa sengaja memperhatikan leher jenjang Dinda yang terlihat indah akibat rambutnya yang dicepol asal.

"Abang boleh cerita apa pun ke Dinda. Abang juga boleh minta tolong apa pun sama Dinda. Dinda nggak keberatan, Bang." Samudra tersadar, menatap aneh wajah Dinda.

"Kenapa saya harus cerita sama kamu? Gabut banget curhat sama kamu. Nggak ada hubungannya juga," ujar pria itu memalingkan pandangan.

Mendengar perkataan Samudra, Dinda beranjak dari duduknya dan berdiri tegak di depan Samudra. "Ya jelas ada hubungannya, dong. Aku, 'kan masa depan kamu." Samudra membelalakkan matanya menatap gadis yang sedang ada di depannya itu.

KUTUB UTARA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang