Duh, Dira, abang kamu tuh pegal loh!

"Boleh?" Yuniza memajukan tangannya. Dia menatap Reyyan, menunggu izin.

Reyyan mengangguk bertepatan Akbar melompat ke gendongan Yuniza tanpa aba-aba. Jantung Reyyan nyaris copot. Dia spontan mendelik. Akbar yang melihat pelototan Reyyan menangis kembali.

"Abang nggak suka Kak Yuniza," ucap Akbar.

"Nggak," sanggah Reyyan spontan. Dia bersemu malu ketika lebih tenang.

Yuniza tersenyum maklum. Perempuan muda itu berpindah ke sofa di depan televisi bersama Akbar dalam gendongan tanpa berkata-kata. Reyyan mulai penasaran bagaimana awal mula kedekatan Akbar dan Yuniza.

"Kita ke kamar Reyyan dan ngomong di sana." Adnan memandang anak-anaknya. Jelas terlihat permohonan di sinar matanya.

Masih terlihat kegelisahan Dira sehingga Reyyan yang menjawab ajakan ayah mereka melalui anggukan singkat. Dia menyempatkan diri melirik kondisi Akbar. Adik bungsunya sudah tenang, duduk di pangkuan Yuniza, dan berbicara dengan wajah lebih kalem. Reyyan akui Yuniza punya kemampuan menenangkan Akbar. Dia berbalik untuk menyusul Adnan yang berjalan duluan ke kamarnya.

MoM

"That's my abang. The ugly girl is my kakak." Akbar berbicara setelah Adnan membawa dua remaja berseragam ke salah satu kamar.

"Kenapa kamu bilang kakak kamu ugly? Dia cantik loh." Yuniza menarik selembar tisu dari atas meja rendah di sisi sofa. Dia salut pada keberadaan tisu yang mudah di akses di banyak tempat di rumah ini walau kurang go green. Membesarkan seorang anak membutuhkan kesiapan, salah satunya tisu. Dia ingat dia sering menyelipkan tisu atau sapu tangan ke saku seragam dan tas Keysha karena keponakannya itu langganan ingusan.

"Kak Dira jelek." Akbar mencibir. "Liat tu bentol-bentol di muka Kak Dira. Mukanya merah mulu. Nggak cantik."

Yuniza membersihkan bekas air mata di pipi Akbar. "Karena Kak Dira berjerawat, kamu bilang Kak Dira jelek? Buat Kakak, kakak kamu itu cantik. Coba deh pikir, kalo cewek itu cantik atau ganteng?"

"Yaa cantik dong. Eh..." Akbar manyun. "Kak Dira aja yang nggak cantik."

"Kalau gitu, kamu yang cantik?" goda Yuniza.

"Nggak. Aku ganteng. Aku itu cowok. Kak Yuniza yang cantik."

Wajah Yuniza memanas. Bukannya baru pertama kali seseorang menyebutnya cantik, tetapi tidak sering pula dia menerima pujian semacam ini. Seringnya yang memberikan pujian adalah pria dewasa yang berstatus pacar atau pria yang tengah mendekatinya. Jika anak kecil, duh, Yuniza memperoleh pengalaman ini dari Akbar.

"Makasih." Yuniza berusaha kembali ke obrolan utama mereka. Dia tidak akan bisa tidur jika membiarkan Akbar mengejek Dira. "Menurut Kakak, semua cewek itu cantik. Semua cowok itu ganteng. Kak Dira cantik. Kalo Abang ganteng. Akbar juga ganteng. Nggak ada yang jelek. Orang boleh disebut jelek kalau prilakunya nggak baik, misalnya dia mencuri, berbohong, dan menyakiti orang lain dengan sengaja. Menyakiti orang lain itu bisa dari tindakan kecil. Contohnya..."

"Ayah hurt you." Akbar menyahut di saat Yuniza tengah berpikir.

Yuniza jadi penasaran bagaimana Adnan bisa kuat menghadapi Akbar dan pemikirannya. Meskipun Akbar cukup keras kepala, Yuniza tidak akan menggolongkan Akbar sebagai anak nakal. Di matanya, Akbar hanyalah anak manis yang bawel. Dia mengelus rambut Akbar yang bebas dari pomade. "Akbar harus tahu, Ayah dan Kak Yuniza nggak pacaran. Ayah nggak menyakiti Kakak. Kami juga nggak putus. Kamu nggak perlu sedih kalau ayah kamu dan Kakak nggak nikah. Kamu masih bisa main sama Kakak asal minta izin ke ayah. Kasih tahu Kakak, kamu tahu pacaran dan putus dari siapa?"

"I knew it." Akbar membuang muka.

Melihat sikap Akbar, Yuniza tahu anak itu enggan becerita dan dia tidak menuntut. Toh, bukan kepentingannya mencari tahu pengetahuan Akbar yang satu ini. Jika ada yang patut ketar-ketir sebab anaknya yang masih TK sudah kenal pacaran dan putus tak lain ialah Adnan. Sekarang Adnan sedang berbicara dengan dua anaknya yang besar, nanti Adnan bisa mengobrol dengan Akbar dan mencari tahu sendiri.

"Setelah ini, Akbar nggak perlu nangis karena ayah dan Kakak. Oke?" Yuniza mencari kepastian yang lain dari Akbar. Dia tidak tega melihat anak ini menangis lagi untuk kekonyolan lain.

"I'm sad and I needa cry. I'm naughty."

"Akbar nggak nakal. Kakak juga nangis kalo sedih, tapi Kakak nggak mau berlama-lama sedih dan nangis sebab Kakak maunya happy, main, dan melakukan kegiatan yang menyenangkan. Supaya Akbar nggak sedih lagi, Akbar dengarkan ayah. Akbar harus terima kalau ayah nggak nikah sama Kakak."

"You're not angry?"

Yuniza diam sejenak. Rupa wajah Akbar membuatnya betah berlama-lama memandangi. Telunjuk Yuniza bergerak mengikuti bentuk alis Akbar. Bocah itu tidak perlu membuang waktu untuk memakai pensil alis maupun maskara di pagi hari. Para perempuan bakal iri melihat indahnya bentuk alis dan lentiknya bulu mata Akbar.

"Kakak nggak marah. Kan ada Akbar," jawab Yuniza. "Kakak terhibur sekali bareng Akbar."

"Aku suka sama Kak Yuniza."

"Kakak juga suka sama Akbar." Yuniza menekan telunjuknya pada bibir Akbar sebelum anak itu sempat membuka mulut lagi. "Tapi Kakak nggak bisa jadi mommy kamu."

###
23/07/2023
Yuniza menggagalkan Akbar menjalankan misinya. Tapi tenang, Bar, miss bek beserta pembaca bakal selalu dukung kamu. Yok bisa yok, Akbar dapat mommy :)

Grapefruit & RosemaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang