Leo yang masih duduk di atas motor menunduk sambil menimang-nimang korek di tangannya. "Gue tadi pulang malem karena protes sama yang jaga kuburan kakek nenek,"

"Kenapa?" tanya Willy.

"Udah lama nggak dibersihin, padahal selalu gue kasih uang buat jagaiin," ucap Leo.

Abel dan Willy saling melirik dengan helaan napas berat. "Bro," Ia merangkul bahu Leo. "Gue sedih asli kalo lo gini terus."

Leo diam sambil menundukkan kepalanya. "Benci gue sama diri sendiri."

"Jangan gitu," sahut Willy.

"Gue ngecewaiin orang rumah mulu,"

"Nggak lah ege," decak Abel. "Lo tuh sangat-sangat membanggakan mereka, udah punya prestasi gede, kurang apa lagi?"

"Mereka cuma agak kehilangan versi lo yang dulu. Wajar orang tua kayak gitu kalo anaknya berubah," balas Willy.

"Bener," balas Abel.

"Kenapa ini kok kumpul di luar?" tanya Luna, mamah Abel.

"Leo abis ditamper Om Ale," lapor Willy membuat Abel menoyor kepalanya.

"Astagaaaa," Luna mendatangi anak kesayangannya itu. "Sini Tante liat!" katanya sambil mengangkat dagu Leo.

"Dikasih salep aja," saran Willy.

"Tambah panas ego," Abel menendang betis Willy sampai menjauh.

"Ini kamu ngapain Dilla?" tanya Luna. "Ale nggak bakal ngamuk kalo bukan itu alesannya."

Leo diam dengan perasaan bersalah. Harusnya dia tidak mengatakan kalimat itu. Mamah menceritakan masa lalunya karena percaya dengan Leo, tapi dia malah menyinggung hal itu di depan mereka.

"Ck," Luna menatap Leo prihatin. "Jangan gitu lah nak... sedih kita liat kamu jadi gini,"

Leo langsung menunduk dengan mata berkaca-kaca.

"Kita semua sayang sama kamu, Le. Terutama mamah kamu yang pertama kali jadi seorang Ibu, nggak ada sedetik pun mamahmu nggak khawatir sama anak-anaknya." jelas tante Luna.

"Dari dulu Mamahmu nggak ada yang ngerawat selain abangnya, dia survive sendirian, jadi wajar kalo mamahmu takut anaknya salah ambil langkah karena dia dulu sempet gitu."

"Leo nggak ada maksud gitu," katanya dengan nada ingin menangis.

"Makanya kalian perlu komunikasi, jangan apa-apa berantem dulu. Kasih tau apa yang ngeganjel di hati kamu, keluh kesah kamu, biar mereka paham oh anak gue tuh selama ini kayak gini,"

"Iya," sahut Willy.

"Sini sini," Luna mengusap bahu Leo yang mulai terisak pelan. "Capek kan apa-apa maunya diselesaiin sendiri."

Abel menoleh pada Willy dengan wajah tak tega, tapi Willy menjauh dulu sebelum Abel menyender padanya membuat Abel nyaris terjatuh dari motor.

"Sekarang pulang, minta maaf soal apapun kesalahan kamu tadi. Tante tau kamu bukan anak nakal, tau juga kamu peduli sama mereka, jadi tolong dikomunikasiin."

"Tapi bukan itu aja," Leo mengusap kedua matanya dengan tangan bergetar.

"Maksudnya?" tanya Luna membuat mereka menoleh pada Leo.

"Mamah," Leo tampak kesulitan berbicara karena belum berhenti menangis.

"Le?"

Leo berhenti menangis, lalu memakai helmnya membuat Abe turun dari motor dengan bingung. "Leo pulang aja."








My Frenemy ( AS 10 )Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora