limapuluh lima

5.5K 416 22
                                    

Dua hari berlalu dan mereka semua merahasiakan keadaan Sanji yang telah sadar dari koma.

Mereka juga berencana menghapuskan jejak medis pria itu dan membuat keterangan kematian palsu untuk di kirim kepada Judge.

Semua sudah di rencanakan sebaik mungkin agar Judge percaya kalau Sanji telah tiada.

Dan sekarang kondisi Sanji semakin membaik.

Walaupun masih terdengar parau, tetapi Sanji sudah bisa berbicara dan mengeluarkan suaranya dengan baik.

"Kau mau memberinya nama apa? " Zoro bertanya dari kursi samping ranjang saat Sanji sedang menggendong anaknya dan menyusuinya.

"Hmm? Kau belum memberinya nama?" Tanya Sanji sambil menatap wajah lawan bicaranya.

"Belum, aku ingin kau yang menamainya" Zoro berujar sambil mengambil botol susu yang di berikan Sanji karena sang bayi sudah selesai minum.

Sanji membersihkan sedikit sisa susu yang berada di bibir anaknya sebelum mulai berpikir kira-kira apa nama yang cocok untuk sang anak.

"Bagaimana kalau Ryuji? " Ujar Sanji setelah sebuah ide terlintas di kepalanya.

"Nama yang bagus" Zoro tersenyum dan mendekat untuk mencium Sanji dan anaknya.

"Maafkan aku ya" Ujarnya sambil menetap lekat keduanya.

Pemandangan di depannya sangat membuatnya haru, melihat Sanji menggendong anaknya dalam keadaan hidup membuat hatinya mengucap syukur sebanyak-banyaknya.

"Hei kenapa kau menangis?" Tanya Sanji yang melihat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Zoro.

"Tak ada" Dengan cepat pria itu menghapusnya karena tak ingin di kira cengeng oleh Sanji.

"Sini" Sanji meraih leher Zoro dan memberikan sebuah kecupan di bibirnya.

"Aku memaafkanmu."

Sebuah senyuman manis terpatri di bibir Sanji dan itu cukup membuat hati Zoro seakan mau meledak.

Sial, sekarang batangnya mulai mengeras.

Note: gambar Sanji tersenyum yg buat Zoro ngaceng di atas ya.

-------------
Di sebuah ruangan.

"Kau sudah menyingkirkannya? " Suara wanita terdengar dari sebuah ranjang besar disana.

"Sudah, sekarang kita bisa menikmati hasilnya" Pria itu tersenyum dari sebuah sofa sambil menegak segelas wine yang sedari tadi berada di tangannya.

"Jadi apa rencana selanjutnya? Aku tak ingin kejadian ini terulang" Tampak sekali wanita itu sedang kesal.

"Tenang dong sayang, aku tak tau kalau si tua bangka itu bakal menuliskan wasiat sebelum ia meninggal" Ujarnya seraya bangkit dan berjalan ke arah sang wanita.

Ia berencana menenangkan Elvida yang sekarang lagi kesal karena rencana mereka hampir saja gagal karena sebuah wasiat.

"Jadi apa rencanamu? Apa kau sudah menghubungi sekretaris dari ayahmu itu? " Tanyanya kembali.

Judge sudah berada di depan Elvida dan menangkup wajah wanitanya itu. "Sudah, dan besok malam aku akan menandatangani surat yang mengalihkan semua harta padaku"

Wanita itu tersenyum "Bagus, apa aku perlu ikut? " Tanyanya kepada pria di hadapannya.

"Tidak, aku akan membawa Ichiji, Niji dan beberapa bodyguard untuk berjaga-jaga" Ujarnya meyakinkan.

"Oke, aku percaya padamu" Dan setelah itu bibir mereka saling bertemu.

-------------
Di suatu tempat.

Unwanted (End) Where stories live. Discover now