tigapuluh sembilan

4.1K 372 30
                                    

Keesokan harinya.

Sanji masih berada di rumah sambil memperhatikan telepon gengamnya. Dirinya menunggu pesan atau telpon dari seseorang.

Namun tinggal 1 jam lagi dari waktu perjanjian temu, telepon itu tak juga datang.

Hati Sanji jadi gelisah.

Sudah berulang kali dia menghubungi nomor tersebut, namun nomor itu selalu tak aktif.

Dirinya hampir frustasi. apakah ia salah menilai orang? Atau dia terlalu percaya?

Di tatapnya layar itu lekat-lekat. Dia harus pergi sebentar lagi, kalau tidak ia akan terlambat.

Namun bagaimana ia akan pergi jika kepastiaan tentang Ibunya belum juga ada.

"Ace~ ayo angkat telponnya" Dirinya berharap agar panggilan itu masuk.

Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Mohon untuk -

Pip.

Sanji mematikan handphone nya saat lagi-lagi terdengar suara voice mail dari ujung sana.

Airmatanya sudah mengalir.

Jika ayahnya tau dia memalsukan dokumennya, pasti ayahnya akan membunuhnya juga ibunya.

Ia tak mau itu terjadi.

Tapi Ace sama sekali tak ada kabar, terakhir dia mengirim pesan bahwa beberapa hari lagi mungkin dia menemukan ibunya.

Namun itu sudah 3 hari yang lalu, dan sampai sekarang masih tak ada kejelasan tentang ibunya.

"Aku harus percaya, aku yakin Ace sudah menemukan ibuku" Sanji berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

Setelah 15 menit berlalu, akhirnya ia bersiap untuk menemui sang Ayah.

"Sanji-kun mau kemana? " Nami menyapa saat melihat Sanji yang telah rapi, berjalan menuju pintu keluar.

"Aku ada urusan sebentar, jika Zoro bertanya bilang saja aku bertemu dengan adikku" Sanji berharap Nami bisa dia ajak kerjasama menutupi kebohongannya.

" Baiklah" -Nami

Sanji tersenyum dan melambai ke arah Nami sebelum menghilang dari balik pintu.

----------

Di sebuah restoran dengan ruangan Private, dua orang ayah dan anak sedang duduk saling berhadapan.

"Jadi kau sudah membawanya? " Tanya Judge sambil menyesap winenya.

Sanji mengangguk dan mengeluarkan Flasdisk yang berada di saku celananya.

Dia melihat sekilas bentuk Flasdisk itu, memastikan adanya titik kecil disana.

Setelah yakin, dia menyodorkan benda itu ke arah sang ayah.

"Seperti yang kau inginkan" Sanji berujar.

"Hahaha anak pintar" Judge tertawa dan menggapai Flasdisk tersebut.

Diperhatikannya bentuk benda itu sebelum berkata "Kau tak melakukan hal bodohkan?"

Pertanyaan sang ayah sukses membuat keringat dingin menyucur dari dahinya.

Tiba-tiba perutnya terasa keram.

"Tak ada" Sanji berusaha menetralkan suaranya sebaik mungkin.

"Hemm baiklah. Aku percaya" Judge berkata sebelum memasukkan Flasdisk itu kedalam sakunya.

Melihat itu Sanji menghembuskan nafasnya yang tak sadar telah ia tahan.

Ia lega, dan berharap sang Ayah tak mengetahui perbuatannya.

Unwanted (End) Where stories live. Discover now