UW-49

2.4K 319 55
                                    

Ini sudah kali ketiga Mas Akbar mengajakku ke rumah sakit untuk menjenguk Kak Husein dalam seminggu ini. Nggak lupa Mas Akbar sempat mampir ke minimarket untuk membelikan cemilan. Entah cuma perasaanku saja atau kenyataannya memang begitu, tapi kekhawatiran Mas Akbar itu tampak berbeda. Atau mungkin Aku hanya cemburu karena Kak Riyana berhasil menarik sepertiga perhatian Mas Akbar.

"Sedekat itu ya Mas sama Kak Riyana?" tanyaku lembut disertai nada datar, sekeras mungkin Aku berusaha untuk tidak menunjukan sikap ketidaksukaanku pada wanita itu.

"Bisa dibilang begitu. Saya, Zaki sama Riyana itu udah kenal sejak SMP. Sampe SMA dan kuliah pun kita bareng-bareng." Aku tidak ingin mengambil kesimpulan lebih awal. Namun, Aku agak meragukan hubungan persahabatan antar lawan jenis. Mereka berpeluang untuk mengalami cinta segitiga atau mungkin ... mereka juga mengalaminya.

Aku jadi kembali teringat pada perkataan Kak Husein sewaktu Aku nebeng ke Jakarta bersama mereka. Kak Husein bahkan nggak berani menceritakan masa lalu Mas Akbar. Dan baik Mbak Zahra maupun Kak Husein sempat menyinggung bahwa hubungan Mas Akbar dengan masalalunya sudah kembali baik-baik saja.

Meski begitu, Kak Husein juga menambahkan bahwa dengan merekatnya kembali hubungan mereka, hal itu tidak menjadi hubungan mereka akan kembali seperti semula. Apa jangan-jangan yang dimaksud Kak Husein itu adalah hubungan Mas Akbar dan kedua sahabat karibnya yang terlibat percintaan segitiga?

Hanya dengan memikirkannya saja sudah membuat kedua mataku memanas dan pandanganku mengabur. Beberapa kali Aku menepis hipotesisku dan memilih untuk ber-prasangka baik saja. Walaupun kenyataannya asumsiku itu terus membumbung di kepala. Nggak peduli seberapa keras Aku mencobanya.

"Keluarga Kak Husein yang di Palembang nggak ke sini, kah?" tanyaku. Karena setiap kali Aku datang membesuk, yang kudapati hanyalah Kak Riyana bersama anaknya. Atau waktu pertama kali Aku menjenguk Kak Zaki bersama Bunda, Aku sempat bertemu dengan kedua orang tua Kak Riyana.

"Sadly, Zaki udah nggak punya siapa-siapa. Sepupunya yang kemarin meninggal itu merupakan satu-satunya keluarga yang dia punya."

Aku kehilangan kata-kata setelah mendengar itu. Agak merasa bersalah juga karena telah menanyakannya. Di sisi lain ada kelegaan yang menelusup ke dalam hatiku. Mungkin alasan inilah yang membuat Mas Akbar sering mengunjungi Kak Zaki yang kondisinya masih kritis karena ia mengalami benturan yang cukup keras di kepalanya. Dan minggu besok suami Kak Riyana tersebut dijadwalkan untuk operasi.

"Aku salah nanya, ya, Mas?" tanyaku kikuk yang Mas Akbar balas dengan senyum. Lelaki yang sedang berada di kursi kemudi itu melirikku sekilas.

"Nggak, kok. 'kan bukan pertanyaan pada pilihan ganda yang jawabannya bisa benar atau salah."

Aku menoyor pipi Mas Akbar. "Kalau bukan PG berarti essay, gitu?"

"Bukan, pertanyaan kamu itu masuknya ke pertanyaan random aja. Kan bukan lagi ujian."

Aku merengut kesal. Mengembuskan napas panjang sembari meredam gejolak emosi agar tidak meluap dan berakhir mencincangnya. Nggak lupa juga Aku beristigfar lalu meminum air mineral yang sialnya malah terasa hangat karena nggak sengaja kena terik matahari.

"Besok Aku mau ikut umrah aja lah sama Bunda. Lumayan healing sebentar dari manusia siluman di samping."

"Ya Allah, gak usah dikabulin lah doa dia. Masa iya mau ninggalin suaminya sendirian di rumah. Sungguh sangat berdosa bukan?!"

Gigiku bergemeletuk yang sayangnya makin membuat dia gencar untuk menggodaku.

"Masalahnya, saya nggak bisa tidur tanpa meluk dia walau seringnya nggak dipeluk balik. Tapi gapapa, yang penting bisa peluk dia. Lumayan menghangatkan badan soalnya."

Unexpected WeddingWhere stories live. Discover now