UW-2

4.9K 305 5
                                    

***

Aku beberapa kali melangitkan syukur saat buku yang kucari itu langsung tertangkap retina begitu Aku masuk ke Gramedia di salah satu Mall besar di Kota Bandung. Agaknya tak perlu kuberitahu lebih detail tentang tempatnya, takut ada orang yang membuntuti.

Aku melangkah pelan, mendekati rak yang yang menyangga buku tersebut. Senyumku merekah saat mengamati buku itu, kemudian Aku mengambil buku tersebut dengan perasaan haru yang tak bisa kugambarkan melalui kata.

Ini sudah tahun ketiga Aku di Bandung sejak Aku meninggalkan Jakarta untuk membuka lembaran baru karena orang yang kucintai selama delapan tahun menikah dengan orang lain. Dan ini buku ketiga dari deretan karyaku yang berhasil launching dan mejeng di toko buku. Aku bahkan tak menyangka hasil dari kehaluanku ini bisa menjadi sebuah karya yang akhirnya diterbitkan menjadi sebuah buku hingga Aku dapat memeluknya dengan leluasa.

Aku kehilanganmu. Namun, Aku menemukan diriku, jadi Aku yang menang. Aku lupa dari mana Aku menemukan kutipan tersebut. Tetapi, mendadak dua kalimat itu melintas ke benak kepala dan terasa sangat relate dengan kehidupanku sekarang.

Singkatnya, Aku mungkin kehilangan Kak Adam, tapi oleh karena itu pula Aku menemukan diriku yang sekarang. Hanum Wardani, perempuan berusia dua puluh tiga yang mendedikasikan hidupnya pada sastra. Karena aktif menulis jurnal tentang hidupnya, kerjaannya sekarang pun tak jauh dari tulisan. Dia seorang blogger, juga seorang content writer di sebuah perusahaan media ternama tapi kerjanya full wfh. Selain itu dia juga punya anonim account di platform menulis dan berkarya melalui akun tersebut hingga karya ketiganya, kini telah lahir berbentuk fisik.

Sukes? Belum juga, hanya saja sudah sampai di titik ini pun Aku merasa sangat bahagia. Memiliki pekerjaan tetap dan sangat menikmatinya adalah suatu hal yang langka serta diidam-idamkan semua orang. Minusnya Aku nggak bisa menampik rasa sepi yang kadang menghampiri di kala sunyi. Terlalu lama sendiri agaknya membuat hatiku mati, hingga Aku lupa dan kadang rindu pada rasa bahagia saat dicintai.

Ah! Jangan tanyakan jodoh, masih bisa tersenyum meski masih sendiri saja sebuah hal yang harus Aku syukuri. Walau diam-diam di sepertiga malam Aku sering menangis tersedu hanya agar Allah cepat mempertemukanku dengan seseorang yang telah Dia tetapkan sebagai pendamping hidupku nantinya.

Bang Faris bilang aku harus mulai mencoba membuka hati. Nyatanya sebanyak apapun Aku membuka hati, nggak ada tuh yang datang dan serius menikahi. Memang ada beberapa orang yang mendekati, tapi seringnya hanya sampai pada tahap pengenalan diri. Saat kutanya alasannya, mereka bilang Aku sangat sulit didekati.

Dih, apaan mellow kayak gini.

"Daripada kamu cuma liatin karyamu sendiri, mending promosiin biar banyak yang beli. Biar saldo atm kamu nambah."

Syukurlah Lily datang tepat waktu yang otomatis menghentikan sesi melankolisku.

Biar ku perkenalkan secara singkat tentang Lily. Namanya Lily Yulianti, parasnya cantik karena ia adalah blasteran dari jawa dan belanda. Perempuan yang hanya bertaut beberapa bulan denganku ini merupakan seorang designer muda yang sudah memiliki butiknya sendiri. Dia sahabat baikku selama di Bandung sekaligus mantan bosku. Selama tahun pertama Aku bekerja di butiknya sebagai kasir.

"Nyuruh-nyuruh promosi biar ada yang beli, sendirinya aja nggak beli buku temennya. Aneh gak sih?! Kek gak support banget." Anyway pas pre order, karya ketigaku berhasil terjual sebanyak tiga ribu pcs. Dua bulan setelah itu, barulah novel ketigaku diedarkan ke seluruh toko buku di Indonesia.

"Ini padahal rencananya mau beli satu buat ponakan. Kamu gatau aja ponakan Aku nge fans berat sama kamu, kayaknya dia bakalan happy banget kalau Aku bilang penulisnya temen Aku sendiri."

Unexpected WeddingWhere stories live. Discover now