UW-46

2.8K 278 18
                                    

Apa yang akan kudapatkan dari membandingkan diri sendiri dengan orang lain selain iri dengki yang tentunya mengotori hati? Semua orang tampaknya terlihat sempurna dan hanya Aku yang berkekurangan. Padahal apa gunanya menilai seseorang dari hanya kelihatannya. Mereka bahagia, bukan berarti mereka tak punya luka. Apa lagi yang ditampilkan di sosial media, semua orang palsu dengan caranya.

Aku selalu terjebak dalam situasi yang menyebalkan seperti itu di mana Aku merasa seolah-olah Aku yang paling menderita di muka bumi. Manusiawi, rasa sedih seringkali menutup mata hati dan mengacaukan akal hingga pemikiran-pemikiran tersebut datang menghampiri.

Barangkali rasa iri dan rasa mengasihani pada diri sendiri itu datang karena Aku membutuhkan validasi bahwa di waktu itu Aku sedang tidak baik-baik saja. Sampai menyalahkan keadaan pun pernah Aku lakukan. Dan sepertinya penyakit hati itu juga mengindikasikan bahwa Aku kurang mensyukuri apa yang kumiliki. Seharusnya rasa iri itu nggak datang andai saja Aku sudah cukup dengan apa yang kupunya saat ini.

Begitu pula saat acara pernikahan Lily. Aku cukup iri dengan MUA pilihannya sampai-sampai perempuan itu dipoles sedemikian rupa hingga Aku yang melihatnya terpukau saking panglingnya dia. Ah, andai dulu Aku memilih MUA ini, mungkin acara pernikahanku dulu jadi lebih sempurna. Pemikiran itu terbesit di kepalaku saat pertama kali Aku melihat Lily.

Aku segera merapal istigfar dan mengenyahkan pemikiran konyol itu. Agaknya sangat tidak etis saat Aku menyesali pilihan MUA-ku dulu. Sedangkan waktu itu Aku merasa sangat puas dengan hasil make up dari perias yang kupilih. Kalau coba kupikir ulang, bisa jadi riasan Lily tidak akan cocok bagiku atau mungkin terlalu menor buatku. Terlebih riasan di matanya yang terlihat agak berlebihan dan warna lipstiknya yang tebal.

"Mau tau fakta menarik tentang MUA aku gak, Num?"

"Apa?" tanyaku penasaran dengan mata yang fokus menatap pantulan Lily di cermin. Matanya berbinar senang, meski beberapa kali Aku menangkap gerak-gerik gugup darinya.

"Sebetulnya ini MUA pengganti karena MUA yang aku pilih malah ngebatalin tepat di H-1. Langsung emosi dong Aku. Udah ngerasa lega banget karena semua udah siap, eh, Kang MUA nyaris aja menghancurkan acara. Kacau banget lah hari kemarin, untung aja Aku dikenalin sama Mbak MUA ini."

See? Dari semua yang terlihat sempurna di mataku itu, realitanya tidak seindah yang terlihat. Aku salah besar karena hanya melihat dari satu sisi, terutama luarnya. Aku bahkan nggak tahu apa yang Lily lalui sebelumnya.

"I'm so sorry to hear that, Ly. Mari petik hikmahnya aja, karena mungkin acara ini nggak akan se-sempurna sekarang kalau kemarin Kang MUA yang kamu pilih nggak membatalkan janji."

"Yeah, that's the point." Lily menarik senyum yang menyebabkan matanya menyipit.

"MaiMunah."

Aku merotasi mata saat kembali mendengar panggilan menyebalkan itu. "Kenapa?"

"Bagi tips jadi istri salehah dong."

"Sholehah apa solehot?" godaku. Bukannya tersipu Lily malah meladeni guyonanku.

"Dua-duanya juga boleh."

Kami tergelak setelahnya. Aku berpikir sejenak. Jujur saja Aku tidak memiliki jawaban yang tepat atas pertanyaan Lily karena Aku sendiri masih struggle. Boro-boro solehah, di dua bulan pertama mungkin Aku termasuk istri durhaka. Karena seringnya Aku memicu pertengkaran di rumah tanggaku sendiri. Bersyukurnya Mas Akbar sabar menghadapiku.

Terhitung baru sejak tiga minggu yang lalu Aku benar-benar menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri dan berlaku baik padanya. Jadi, rasanya pengalamanku tersebut belum mampu menjawab pertanyaan tersebut.

Unexpected WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang