UW-10

3.2K 236 3
                                    

Happy Reading, Dear.
...

Sejujurnya aku bukanlah perempuan yang baik, aku hanyalah seorang perempuan yang berusaha taat kepada-Nya

***

Setetes cairan bening terjun bebas ketika Aku memejamkan mata. Di tengah gulita yang bertahta Aku memutuskan untuk bangun dari indahnya dunia mimpi. Di tengah keheningan malam untaian doa terlirih panjang. Di tengah hawa dingin yang merasuk ke tulang Aku menengadahkan tangan diatas sajadah.

Sebelum tidur tadi malam Aku sempat menunaikan salat istikharah untuk meminta petunjuk-Nya tentang lamaran tiba-tiba ini. Namun, Aku tak mendapati apapun dalam mimpiku. Oleh karena itulah Aku memaksakan bangun pada jam tiga dini hari untuk bermunajat kepada-Nya agar Allah senantiasa membimbingku dalam segala keputusan yang hendak kupilih nantinya.

Aku mengakhiri kegiatanku itu setelah Aku merasa tenang. Salat qiyamul lail memang belum jadi rutinitasku di setiap malam. Tapi, Aku tengah mengusahakannya agar menjadi kebiasaanku.

Dan Aku juga bukanlah perempuan yang tergolong wanita alim dengan pengetahuan ilmu agama yang tinggi. Ceritaku saja yang berbau islami padahal Aku sendiri tengah berproses menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Terkadang banyak orang yang menilaiku berlebihan hanya karena melihat penampilan luarku yang terkesan syar'i. Padahal mah Aku juga tidak syar'i-syar'i amat layaknya Ukhty-ukhty.

Sejujurnya Aku ini hanya wanita biasa yang berusaha untuk taat pada Rabb-Nya.

Aku menoleh ketika pintuku diketuk beberapa kali. "Dek punya tissue gak?"

Suara Bang Faris membuatku bangkit dan membukakan pintu. Kulihat wajahnya yang dipenuhi keringat, pagi-pagi buta seperti ini kenapa ia terlihat seperti habis maraton?

"Yeee malah ngelamun. Punya tisu gak?" ulang Bang Faris sembari melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku.

Napasnya juga sedikit memburu. Mendengar pengulangan itu buru-buru Aku mengambil tisu di dalam sling bag.

"Abang kenapa?" tanyaku setelah menyerahkan sekotak tisu pemberian orang yang tak dikenal waktu itu.

"Mbak-mu tuh mual-mual, Abang khawatir banget nih," ucapnya seraya berbalik lalu berlalu pergi.

Tak lama kemudian gendang telingaku menangkap suara mual-mual. Apa semua ibu hamil muda akan mengalami hal seperti itu? Lalu kemungkinan besar Aku juga akan mengalami hal semacam itu.

Aku menggelengkan kepala ketika memikirkannya, apalagi ketika bayang-bayang pernikahan bersama pemuda yang baru kutemui pertama kali itu melintas di kepalaku.

Sampai pagi tiba mataku tak lagi bisa terpejam karena Mbak Dini terus saja mual-mual. Syukurnya setelah salat subuh kondisi Mbak Dini mulai membaik.

Hari ini merupakan hari empat bulanan Mbak Dini. Beberapa tetangga sudah berdatangan membantu persiapan untuk acara yang akan dilaksanakan jam delapan.

Sedari tadi pula Aku disibukkan dengan membungkus snack untuk diberikan pada para tetangga yang hadir di acara. Salah memang, seharusnya kami melakukan hal ini kemarin malam.

"Hanum, biar Ibu aja yang lanjutin. Kamu bantu-bantu di dalem aja," sahut Bu RT padaku. Ia mengambil alih papperbag yang sudah kuisi dengan beberapa snack.

"Gapapa Bu, biar Hanum bantu disini aja," kataku dengan mata yang berkeliling ke sekitar.

"Enggak, biar kami aja. Lagipula sebentar lagi udah selesai," sahut Ibu-ibu di sebelah Bu RT.

Unexpected WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang