UW-9

2.9K 232 7
                                    

Happy Reading, Dear.

...

Ketika apa yang datang tak selaras dengan apa yang kita doakan. Kamu harus tahu bahwa yang kau doakan tak lebih baik untukmu dari apa yang telah Allah berikan.

***

Kebohonganku minggu kemarin membawaku pada dilema. Niatnya ingin membuat rumah tangga Humaira kembali utuh, hal itu malah menjadi bumerang bagi diriku sendiri.

Bukan saja kepalaku yang terkena imbas dari dilema ini, namun, seluruh tubuhku turut terkena imbasnya. Buktinya saja sebuah kardus berisi makanan ringan yang tak seberapa beratnya itu terasa seperti satu ton ketika Aku angkat. Akhirnya dalam waktu lima menit Aku hanya bisa memindahkan beberapa kardus makanan ringan untuk persiapan acara empat bulanan Mbak Dini.

"Itu badan atau tahu, Dek? Lembek amat perasaan. Atau mungkin kebanyakan lemak? Jadi jalannya pelan kayak siput."

Tak ada protes dari mulutku. Ternyata selain berefek pada kepala juga tubuh, mulutku ikut kena efeknya. Hari ini rasanya Aku ingin tidur seharian tanpa memikirkan masalah apapun yang membuatku kelimpungan.

Mbak Dini yang sedari tadi hanya menjadi komando disini lantas mendekatiku. "Kamu sakit Dek?" tanyanya yang kubalas dengan gelengan kepala.

Tubuhku baik-baik saja hanya hatiku yang sepertinya bermasalah. Lalu ia mengajakku duduk di sofa. Besok sofa yang kami dudukki pasti akan dipindahkan keluar untuk memudahkan acara yang akan diselenggarakan.

"Mbak punya kenalan yang bisa Aku sewa buat jadi tunangan pura-pura gak?"

Uhuk-uhuk.

Mbak Dini yang tengah meminum segelas air spontan tersedak tatkala pertanyaanku tercetus. Aku mengurut tengkuknya, kemudian ia menatapku dengan kening yang berkerut.

Sedetik kemudian punggung tangannya mendarat di keningku. Dikira Aku gila kali, ya.

"Mbak cukup jawab pertanyaanku, gausah tiba-tiba jadi dokter kayak gitu," kataku menepis tangannya.

"Kalo bisa pertanyaannya yang masuk akal dong, Dek. Biar Mbak bisa jawab," ujarnya.

"Pertanyaan Aku juga gak diluar nalar kali, Mbak. Aku 'kan cuma nanya apa Mbak punya kenalan orang yang bisa Aku sewa buat jadi tunangan pura-pura, jelas-jelas pertanyaannya simple gitu. Mbak juga tinggal jawab iya atau enggak," jelasku mengulang pertanyaan tadi. Agak kesal juga karena Mbak Dini yang biasanya cepat tanggap malah lemot kali ini.

Mbak Dini terlihat tertawa renyah. "Pertanyaan kamu itu aneh, Dek. Seumur-umur dari Mbak tk sampe kuliah, Mbak gak pernah tuh denger pertanyaan yang kayak gitu. Coba ganti pertanyaannya, tentang biologi kek, atau apa kek," balasnya.

"Kalo Mbak gak tau bilang aja enggak, apa susahnya sih cuma jawab gitu doang." Aku mencebikkan bibir. Sepertinya tamu bulananku akan segera datang karena beberapa hari ke belakang emosiku tidak stabil.

Detik berikutnya Aku meraih handphone diatas meja, usai masuk ke aplikasi whatsapp Aku pun mencoba menghubungi Lily. Beberapa detik berlalu telpon itu akhirnya tersambung. Kami berdua sempat mengucap salam dan menjawabnya.

"Ly, kamu punya temen cowok yang bisa Aku sewa buat jadi tunangan pura-pura gak? Buat beberapa hari doang, kok. Urgent nih," tanyaku to the point setelah mengucap salam.

Kudengar tawa keras di sebrang sana. Apa-apaan ini, mengapa semua orang seperti tak percaya dengan pertanyaanku. Padahal Aku serius loh.

"Ly, kenapa malah ketawa sih. Jawab aja apa susahnya!" tegasku ketika ia masih sibuk tertawa.

Unexpected WeddingWhere stories live. Discover now