UW-35

3.1K 305 44
                                    


Aku tak langsung pulang ke rumah dan malah mengajak Mas Akbar untuk mampir ke butik Lily setelah memastikan bahwa lelaki itu hari ini free. Kami sempat menunaikan salat zuhur juga di mesjid dekat butiknya Lily.

Lily begitu terkejut saat Aku tiba-tiba datang, ia langsung menghamburkan pelukan padaku yang segera Aku balas. Sebulan tidak bertemu dengan Lily membuatku rindu padanya. Apa lagi perempuan itu tidak datang ke pesta pernikahanku, padahal Aku sudah mewanti-wantinya dari jauh-jauh hari agar datang menyaksikan.

"Masuk ke dalem aja, kuy," ajaknya sembari menarikku ke ruang kerja, Mas Akbar mengikuti di belakang setelah sebelumnya menyapa Lily dan seluruh staff di sini.

"Kamu kenapa nggak dateng waktu itu? Aku kecewa tau gak?!" Kedatanganku ke sini juga didasari oleh rasa penasaran akan alasan Lily yang sebenarnya terkait ia yang tidak memenuhi undanganku. Pernah sekali Aku menanyakannya via chat, tapi perempuan itu tidak memaparkan dengan jelas. Katanya, sih, ada urusan yang mendadak.

"Santai dong, Mbak Maimunah. Duduk dulu ayo." Panggilannya emang nggak pernah berubah dari dulu. Netra Lily beralih pada Mas Akbar lalu ia mengatakan hal yang sama; menyuruh Mas Akbar duduk.

Aku masih menekuk wajahku saat Lily tak kunjung membuka suara, apa lagi memberi penjelasan. Perempuan itu malah sibuk dengan ponselnya selama beberapa menit.

"Bulan besok Aku menikah, Num."

"Serius?"

Lily hanya mengangguk dengan senyuman yang ia tahan, binar di matanya sudah cukup menjelaskan betapa dia bahagia saat ini.

"Katanya belum siap," ledekku, teringat akan curhatannya saat kami sedang makan mie ayam.

"Setelah Aku pikir-pikir, ucapan kamu ada benernya juga. Menikah nggak akan menghalangi karir Aku, apa lagi setelah Aku diskusi sama dia, dia begitu mendukung Aku. Kalau bisa nikah sama ngejar karir dalam waktu yang bersamaan, ya kenapa nggak?"

Aku menarik tubuh Lily dan memeluknya sekilas."Selamat, Ly. Aku ikut seneng dengernya. Jadi ... kenapa kamu waktu itu nggak dateng?"

Jangan bilang di hari pernikahanku waktu itu, Lily juga lamaran atau mungkin tunangan.

"Orang tuanya tiba-tiba datang ke rumah Aku tanpa persiapan dan ... proses tunangan itu terjadi begitu aja. Bang Gilang  ternyata diam-diam udah beliin Aku cincin."

Tebakanku tidak meleset sedikit pun. Seketika Aku menyorakinya, menggoda Lily tentang betapa so sweet kekasihnya. Aku yakin dia akan sangat bahagia setelah menikah nanti.

"Duh, mau dong liat cincinnya."

Lily segera mengangkat tangan kirinya, menunjukkan sebuah cincin berwarna silver yang melingkar manis di jari manisnya. Cincinnya di desain sangat cantik seperti pemiliknya.

"Ternyata kalimat itu bener ya, Num."

"Kalimat apa?" kedua alisku menukik tajam.

"Katanya kalau temen satu circle udah ada yang nikah, temen lainnya juga bakalan nikah. Nular katanya."

Aku langsung tertawa mendengarnya. "Udah kayak penyakit menular aja," balasku dengan candaan.

Ponsel Lily berdenting. Perempuan itu segera menyalakan ponselnya lalu menatap Mas Akbar. "Kak, boleh minta tolong gak?"

"Boleh."

Sebuah lengkungan senyum tercetak di bibir lily. "Tolong bawain makanan ke depan, udah Aku bayar, kok."

Yang mendapat suruhan langsung bergegas keluar. Setelah Mas Akbar keluar Lily menatapku lekat. Ada gurat penasaran yang tergambar di wajahnya.

"Aku ... cukup heran sama kalian. Kamu, kok, bisa tiba-tiba nikah kayak gitu. Padahal kamu nggak pernah cerita lagi deket sama siapa-siapa. Kamu sengaja gak cerita sama Aku ya?"

Unexpected WeddingUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum