CHAPTER 50

87 7 0
                                    

                   Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

                   Happy reading!

                           ------------

Bu Maudy yang mengenakan kemeja biru navy serta rok span hitam selutut dengan rambut pendek sebatas bahu itu, berdiri tidak jauh dari ruangan kepala sekolah. Ia melipat kedua tangannya di dada, matanya sedari tadi mengamati ruangan kepala sekolah, menanti pintu ruangan tersebut terbuka.

Tidak, Bu Maudy memasuki ruangan tersebut bukan ingin bertemu kepala sekolah, tapi ia ingin bertemu dengan anak kepala sekolah, Pinky Albertina.
Gadis itu sedari tadi masuk ke dalam ruangan kepala sekolah tapi sampai saat belum keluar, padahal ada hal yang ingin ia tanyakan.

Bu Maudy menatap ruangan tersebut dengan tatapan yang yang sulit untuk diartikan, ia sesekali menghela napas.

Usai beberapa menit menunggu, pintu ruangan kepala sekolah akhirnya terbuka lalu muncul sosok gadis yang Bu Maudy tunggu. Tanpa menunggu lama lagi, Bu Maudy segera menghampiri gadis itu.

"Pinky."

Mendengar seseorang memanggil namanya, Pinky menoleh.

"Ikut saya sebentar, ada yang mau saya tanyakan."

Pinky mengangguk dan tanpa banyak bertanya pun ia mengikuti Bu Maudy, gurunya itu membawanya sedikit menjauh dari ruangan kepala sekolah.

"Ibu mau tanya soal apa?"

"Saya mau tanya, kamu tau nggak di mana abangnya Hawi? Saya sudah berkali-kali hubungin dia tapi tetap nggak bisa."

"Kalo itu saya kurang tau Bu, coba Ibu tanya si botak."

"Botak? Louis maksud kamu?"

Pinky mengangguk.

"Abangnya Hawi koma?"

"Apa?"Bu Maudy tampak sangat terkejut.

Pinky menolehkan kepalanya melirik malas cowok botak yang baru saja di bicarakan. Baru juga di omongin, panjang umur. Pikirnya.

Bu Maudy mengelus dadanya sembari menghela napas panjang. Pantas saja ia hubungi puluhan kali tetap tidak bisa. Sebenarnya Bu Maudy ingin bertanya langsung pada Hawi, tapi anak itu terburu-buru segera pulang ke rumah, jadi ia tidak sempat untuk bertanya.

Bu Maudy tidak bisa tinggal diam saja ketika tahu ada seorang remaja sakit mental dibiarkan begitu saja. Apalagi kondisinya sudah sangat parah.

Hawi, anak itu harus segera di rujuk ke rumah sakit jiwa untuk menjalani pengobatan yang tepat agar kondisi mentalnya kembali pulih. Ia kasihan dengan Hawi, anak itu masih muda bahkan perjalanan hidupnya masih panjang dan cita-cita yang harus ia wujudkan juga mimpi yang harus ia gapai.

Bu Maudy sangat menyayangkan, selama ini banyak yang terkungkung dengan stigma masyarakat bahwa seseorang yang menjalani pengobatan di rumah sakit jiwa adalah orang gila.

KISAH SI BOTAK & BISU SELESAI✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang