Because of Love

460 11 12
                                    

"Ada pertanyaan yang harus kau jawab," ujar Arsenka dingin sambil menatap Lansonia yang masih duduk santai di atas tempat tidur.

Lansonia melirik ke arah di mana Suaminya berada, menatapnya dengan begitu dalam. "Aku akan menjawab pertanyaannya, meski kamu tidak mengatakan hal itu terlebih dahulu. Apa yang ingin kamu tanyakan?" Dengan begitu lembut Lansonia berucap.

"Alasan yang membuatmu melakukan hal bodoh secara berulang untukku." Kalimat tersebut malah tidak seperti tanda tanya, karena keluar dengan menggunakan nada serta ekspresi Arsenka yang begitu datar.

Lengkungan di bibir Lansonia terukir indah. "Kamu duduk deh, di sini. Tanyanya sambil duduk, agar aku tidak perlu menengadahkan kepalaku seperti sekarang." Tangan Lansonia menepuk pelan tempat di sampingnya.

Tatapan Arsenka begitu datar, dia duduk di hadapan Lansonia tanpa kembali berucap. Arsenka hanya menunggu Lansonia untuk menjelaskan semua hal yang menjadi alasan kenapa Lansonia mengucapkan hal tersebut.

Lansonia beranjak, dia mendekat ke arah Suaminya. Menatapnya penuh dengan kelembutan. "Cinta. Semuanya karena aku cinta sama kamu. Selain cinta, juga aku berharap kalau kamu bisa sedikit memaafkan aku."

"Jika sampai saat ini kamu belum bisa menerima aku atas apa yang sudah aku lakukan serta keluarga aku lakukan di masa lalu, maka biarkan masa sekarang serta masa depan aku gunakan untuk menebus semua kesalahan yang sudah aku perbuat."

Ketulusan dalam diri Lansonia begitu terpancar. "Bagaimana pun aku di masa lalu, keluarga aku dan juga keluargamu ... sekarang aku sudah menjadi Istrimu. Aku tidak ingin kalau Suamiku kenapa-kenapa, maka dari itu sebisa aku ... aku akan berusaha untuk melindungimu."

Tatapan Arsenka berubah. "Aku tidak butuh perlindunganmu." Sifat Arsenka begitu jelas muncul, dia sedari dulu tidak ingin kalau ada orang yang melindungi dirinya, karena dia tidak merasa membutuhkan hal itu.

Lansonia tersenyum kecil mendengar penuturan Suaminya. "Aku tahu itu. Seorang Arsenka Sacalorskaf, pemimpin The Pinthes memang tidak butuh perlindungan dari orang sepertiku, karena dia mampu melindungi dirinya."

"Dia mampu mengendalikan banyak masalah, memimpin sebuah kelompok besar, serta merencanakan sebuah rencana yang begitu di luar dugaan sehingga tidak heran banyak orang yang takut saat baru mendengar namanya saja."

Deskripsi yang Lansonia ucapkan tentang sosok Arsenka begitu jelas, begitu benar. Semuanya memang menjadi salah satu ciri yang ada dalam diri seorang Arsenka.

"Anggap saja apa yang aku lakukan kemarin sebagai permohonan maaf serta pengabdianku terhadap seorang Sacalorskaf." Tidak lagi memikirkan dirinya, Lansonia hanya mengucapkan apa yang ada dalam benaknya.

Semua kalimat-kalimat yang sudah Lansonia ucapkan menumpuk dalam benak Arsenka, tapi sampai detik ini Arsenka belum mempunyai sebuah kalimat yang ingin dia keluarkan dari mulutnya.

"Aku tahu kalau sebenarnya dirimu itu adalah orang baik, kamu tidak akan melakukan sebuah hal tanpa ada sebuah alasan dan sekarang aku mengerti dengan semuanya." Lansonia sudah memikirkan hal ini jauh sebelum kejadian kemarin.

Perlahan Lansonia menarik napasnya dengan begitu dalam. "Aku tidak bisa mengembalikan dia yang sudah tidak ada, tapi aku bisa berusaha membuat yang ada tetap ada dan bahkan jika aku harus tiada untuk sebuah maaf darimu, aku bersedia."

Slet

Serasa ada sebuah benda pipih yang tajam sudah tergores dalam hati Arsenka saat dia mendengar kalimat tersebut keluar dengan begitu serius dari mulut Lansonia.

Sampai kapan pun memang Lansonia tidak akan bisa membuat kembaran Arsenka hidup kembali dan dia tidak ingin kalau sampai dia juga harus kehilangan Arsenka, sehingga apa pun caranya akan dia lakukan agar Arsenka tidak terluka.

Dibenci oleh orang yang berstatus sebagai suaminya membuat dia merasa begitu tersiksa, sehingga dia sudah berusaha melakukan berbagai cara agar Arsenka memaafkannya, tapi sampai sekarang Arsenka belum pernah mengucapkan kata maaf untuk dirinya.

Sebuah maaf dari Arsenka terasa begitu berharga dalam diri Lansonia dan hal itu yang sangat dia inginkan sekarang, sehingga kalau dia harus membayarnya dengan nyawa sekalipun akan dia turuti.

"Apakah kau serius dengan ucapanmu?" tanya Arsenka yang mempertanyakan tentang keseriusan Lansonia yang mengatakan bersedia tiada untuk sebuah maaf darinya.

Bulir bening keluar dari manik indah Lansonia, dengan cepat dia menyekanya. Perlahan Lansonia menganggukkan kepalanya diiringi dengan sebuah perasaan sesak dalam dadanya. "Aku serius, asalkan kau benar-benar memaafkanku."

Arsenka menganggukkan kepalanya. "2 bulan yang akan datang, tepatnya tanggal 11 adalah hari di mana dia pulang. Tepati ucapanmu di hari itu." Tidak berucap apa pun lagi, Arsenka langsung bangkit dan kemudian melangkah keluar dari kamarnya.

Tubuh Lansonia mendadak terasa kehilangan energi, kepalanya tertunduk lemas, napasnya terhirup berat. Hatinya sakit mendengar penuturan yang sudah Suaminya ucapkan.

Ada sekitar 2 bulan 2 minggu sampai waktu itu tiba, yang berarti selama itu juga sisi hidupnya. Napasnya terasa sakit saat terhirup dan juga terasa perih saat terhembuskan, dia benar-benar lemas dengan keputusan yang sudah Arsenka ambil.

Bulir bening itu keluar dari mata sebelah kiri Lansonia yang kemudian diikuti oleh air mata yang berasal dari sebelah kanannya, ternyata dendam yang Arsenka miliki padanya begitu besar.

Tidak ada apa pun yang bisa dia lakukan untuk membuat Arsenka memaafkannya, meski dia sudah berulang kali menaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan Arsenka, tapi ternyata yang Arsenka inginkan adalah hal yang setimpal.

Lansonia memejamkan matanya dengan begitu dalam, berharap dia bisa kuat dengan semua ini. Bukan kuat saat menghadapi kematiannya nanti, melainkan kuat menerima kenyataan kalau ternyata orang yang bertatus sebagai suaminya sama sekali tidak mencintainya, bahkan kasihan saja tidak.

Jari tangan Lansonia perlahan mengambil foto Arsenka yang semula ada di atas nakas, mengusapnya dengan penuh kelembutan, membayangkan kalau yang dia usap adalah pipi Suaminya.

"Demimu, aku rela mati, asalkan hidupmu kembali berwarna tanpa ada sebuah rasa penyesalan dalam dirimu, terlebih ada sebuah dendam yang berpusat pada diriku." Kalimat itu diiringi oleh air mata yang sedari tadi tidak berhenti mengalir. Lansonia mengeratkan tangannya pada foto tersebut.

"Cinta itu ternyata berbahaya, sebab dia bisa melemahkan."

Bayangan demi bayangan kejadian yang begitu menyiksanya kembai terbayang dalam ingatannya, mulai dari Arsenka yang menikahinya yang membuat dia kehilangan tunangannya.

Kematian Bundanya, kematian Ayahnya, sampai dengan beberapa kali Arsenka yang menyiksa dirinya tanpa memikirkan kalau dia adalah Istrinya.

Selama bersama dengannya ternyata Arsenka memang tidak sampai mencintainya, bahkan saat bercinta dengannya saja Arsenka hanya menjadikan dia sebagai bahan pelampiasannya sampai pada titik yang memuaskan, yaitu menyiksanya.

"Aku selesai. Aku selesai dalam keadaan aku mencintaimu dan nanti hidupku akan selesai sebagai permohonan maafku untukmu—Arsenka Sacalorskaf."

THE END


Penasaran hukuman akhir apa yang akan Arsenka berikan?

Bagaimana kalau buat xtra chapter?

LOVE IS DANGEROUS : DEBILITATINGWhere stories live. Discover now