Worry

223 4 0
                                    

Malam yang sepi, terasa semakin sunyi saat dia kembali teringat akan sang pengisi hati, tapi pikirannya tengah fokus memikirkan diri untuk bisa bertemu dan meminta restu dari Kakak sang calon istri.

Jarnovak melangkahkan kaki keluar dari kamarnya, dia berniat untuk menemui kedua orang tuanya untuk membahas apa yang sudah dia rencanakan sebelumnya yang mana nanti akan melibatkan mereka ke dalamnya.

Terlibat atau tidak mungkin bagaimana nanti, tapi akan jauh lebih baik kalau dirinya memberi tahu mereka terlebih dahulu sampai pada akhirnya mau tidak mau dia harus berhadapan dengan Arsenka.

"Pa, Mam." Menggunakan nada bicara yang terdengar begitu sopan, Jarnovak memanggil kedua orang yang sekarang tengah duduk santai berdua sambil memperhatikan sebuah majalah.

"Iya sayang, ada apa?" tanya Elena sambil memperhatikan Putra tunggal mereka, sementara Sergei dia melirik ke arah anaknya dengan lirikan yang mengandung tanda tanya.

Jarnovak menyimpan pantatnya appik di sofa, memperhatikan kedua orang tuanya serius. "Aku akan menikah," ujar Jarnovak yang terdengar datar, sebab masih bercampur dengan perasaan deg-degan yang dia miliki.

Tidak tahu karena hal apa, tapi saat dirinya akan membicarakan hal ini kepada mereka, ada sesuatu yang terasa berbeda dalam dirinya dan seolah terasa kalau dia begitu berat untuk mengungkapkan semuanya, padahal dia terbiasa bicara terbuka dengan mereka berdua.

"Mama bahagia mendengar kabar kalau kamu akan menikah." Semburat kebahagiaan tergambar cukup jelas di wajah Elena. "Dengan siapa kamu akan menikah?" tanya Elena yang menjadi ingin tahu siapa calon menantunya.

Mendengar penuturan Anaknya tersebut, membuat Sergei mengalihkan pandangannya. Dia menatap serius Jarnovak yang sekarang juga tengah menatapnya dengan tatapan tanda tanya sambil menunggu sebuah kalimat keluar dari muluh Papanya.

"Perempuan yang ingin kau nikahi adalah seorang Sacalorskaf?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Sergei dengan nada bicara yang begitu datar, serta tatapan dalam yang sulit untuk dijelaskan membuat apa yang semula ada dalam pikiran Jarnovak terbukti.

Semula dia sudah mempunyai pikiran kalau Papanya cenderung tidak bisa menerima keputusannya yang akan menikahi Keyli, karena sebuah darah yang mengalir jelas dalam diri Keyli, yaitu darah Sacalorskaf.

Jarnovak menarik napasnya yang terasa berat. "Tidak ada perempuan yang aku cintai, selain dia Pa." Kalimat berisikan sebuah kejujuran keluar dari mulut Jarnovak.

Rasa cintanya sudah habis kepada Keyli, sehingga setelah dia mengenal Keyli, tidak lagi membuka dirinya untuk siapa pun perempuan yang datang, karena hatinya sudah tertuju pada satu nama yang entah bisa atau tidak untuk dia miliki—Keylie Sacalorskaf.

"Kamu harus ingat siapa orang yang kamu cintai, dari mana dia berasal." Sergei begitu memikirkan asal-usul Keyli yang padahal Jarnovak sendiri menyadari kalau Keyli berasal dari keluarga musuhnya.

"Aku tahu dan juga aku ingat dari mana dia berasal, siapa orang tua, bahkan siapa Kakaknya juga aku ingat, tapi bukan hal yang mudah untuk aku mengabaikan rasa cinta yang ada dalam diri aku yang sudah sepenuhnya mencintai dia."

Dengan berat dan juga bimbang, pada akhirnya Jarnovak mengatakan semua itu pada Papanya. Di satu sisi Elena kebingungan, karena kalau boleh jujur, Elena sama sekali tidak mempermasalahkan siapa keluarga Keyli, sebab dia tahu kalau Keyli adalah anak yang baik.

Sergei bangkit dari posisinya dan kemudian menatap Anaknya dengan penuh keseriusan. "Jangan harap kalau Papa akan memberikan kamu restu untuk menikahi seorang Sacalorskaf!" tekan Sergei.

Melihat kalau Papanya yang langsung melangkahkan kaki meninggalkan dirinya yang belum selesai berbicara, membuat Jarnovak menghembuskan napasnya kasar.

*****

Arsenka's Main Bedroom 10:37 pm.

Perlahan seorang perempuan yang tubuhnya terbalut oleh piyama melangkahkan kaki ke arah di mana Suaminya berada. Langit malam menjadi sebuah saksi kalau Suaminya sekarang tengah termenung memikirkan sebuah hal yang sama sekali tidak dirinya ketahui.

"Sudah larut malam, kenapa kau belum tertidur?" tanya Lansonia yang terdengar cukup lembut serta perhatian yang tak lama kemudian dia duduk di samping Suaminya, meski ada jarak di antara mereka.

Mendengar Istrinya bertanya, bukannya menjawab, dia malah kembali melanjutkan kegiatannya. Menatap lurus ke depan dengan pikiran yang sedang terbang, tubuhnya memang ingin istirahat, tapi pikirannya tidak bisa dia ajak relax.

"Apa pun yang sedang kau pikirkan sekarang, apa tidak sebaiknya kau tunda terlebih dahulu untuk beristirahat? Kurasa tubuhmu membutuhkan waktu untuk itu," ujar Lansonia. Ia juga tidak bisa terlelap ke alam tidurnya saat melihat kalau Suaminya masih termenung di Balkon.

"Urus saja dirimu sendiri." Arsenka menjawab dengan nada yang terdengar seperti hawa malam hari ini, dingin. Tatapannya tidak ingin dia alihkan untuk menatap perempuan yang padahal berstatus sebagai Istrinya.

Pernikahannya sudah menginjam usia 7 bulan, tapi sampai saat ini hati Arsenka seolah masih belum bisa dia buka untuk Lansonia, bahkan jika harus dikatakan secara kasarnya Arsenka baru menikmati tubuh Lansonia selama 2 kali.

Kali pertama saat dirinya sedang bercampur amarah dan kali kedua saat dia sengaja mengajak Lansonia liburan ke Italy untuk mengingatkan Lansonia pada sosok kembarannya yang sudah istirahat tenang dalam damainya.

Kedua netra Lansonia terdiam melihat ada 2 botol alkohol dengan kadar tinggi yang hanya tersisa setengahnya, semula dia hanya fokus memperhatikan Suaminya yang belum tertidur, tanpa memperhatikan sekitarnya.

Tidak memikirkan keberadaan Istrinya, Arsenka meneguk cairan Alkohol yang ada di gelas itu sampai habis, terlihat kalau sedikit caira alkohol itu keluar lagi dari mulut Arsenka karena mungkin tubuhnya yang cape sudah lelah menerima cairan tersebut.

Perlahan jari kentik milik Lansonia memalingkan wajah tampan milik Arsenka, mengusap lembut sisa alkohol di bibir Suaminya. Netranya dia kuatkan untuk menatap netra datar milik Arsenka yang terlihat nyaris kosong.

"Sebaiknya kau tidur, berhenti melampiaskan semuanya dengan cara ini. Kau bisa sakit kalau kau terus-terusan memilih untuk tidak tidur, apalagi dengan terus-terusan mengonsumsi alkohol ini."

Tidak tahu karena apa, Lansonia merasa kalau hatinya sakit saat melihat orang yang berstatus sebagai Suaminya malah melampiaskan semua masalah yang ada dalam pikirannya dengan menikmati alkohol dalam jumlah yang berlebih seperti sekarang.

Hembusan napas kasar Lansonia keluar, dia kebingungan bagaimana cara agar dia bisa mengajak suaminya bertidur, sementara waktu sudah menunjukkan jam 11 malam. Pikirannya berputar keras memikirkan cara yang bisa membuat Arsenka memilih untuk tidur.

"Apakah ada cara yang bisa aku lakukan agar membuatmu mau tertidur malam ini dan berhenti minum?" tanya Lansonia dengan nada yang begitu lembut.

Lansonia ingin sekali membantingkan botol alkohol tersebut agar Arsenka tidak kembali meminumnya, tapi dia takut kalau Arsenka malah semakin marah dan bukannya tidur, melainkan malah pergi keluar, sementara hari sudah hampir tengah malam.

"Hei ... apakah kau tidak bisa menjadikan aku sebagai pelampiasan pikiranmu?"

LOVE IS DANGEROUS : DEBILITATINGWhere stories live. Discover now