Shadow of Pain

257 4 0
                                    

“Kau memohon?” tanya Arsenka dengan begitu datar. Lansonia menganggukkan kepalanya, ia memang sedang memohon pada Arsenka.

“Berlutut di hadapanku.” Mendengar kalimat ini membuat Lansonia terdiam sambil menatap Arsenka dengan tatapan yang penuh ketidakpercayaan.

Tidak memikirkan apa pun, Lansonia langsung melangkahkan kakinya. Lansonia menatap Arsenka dengan sebuah pengharapan yang tinggi.

“Aku sudah berlutut di hadapanmu, aku mohon jangan bunuh Bundaku.” Tidak memikirkan di mana harga dirinya, Lansonia melakukan hal ini tepat di hadapan suaminya.

“Berdiri! Seorang Armens tidak boleh berlutut untuk seorang Sacalorskaf!” tegas seorang pria yang baru saja memasuki ruangan. Orang itu terus melanjutkan langkah kakinya. Lansonia melirik ke arah dari mana suara itu berasal, ia kenal siapa pemilik suara itu.

Arsenka meilirik dengan santai dan melihat sebuah pistol yang berada tepat di samping kepalanya. Bukannya getir, Arsenka malah tersenyum miring menatap Nic dengan begitu santai.

“Berdiri!” perintah Nic pada Lansonia. Dengan ragu Lansonia akhirnya berdiri.

Lansonia menatap bingung kedua orang yang sekarang tengah sama-sama memegang pistol yang di arahkan ke arah yang berbeda. Di mana pistol milik Arsenka di arahkan kepada Alice, sedangkan pistol yang Nic pegang di arahkan tepat ke arah kepala Arsenka.

Suasana berubah menegang. “Berani kau menembak istriku kan kutembak kepalamu!” ancam Nic dengan dipenuhi oleh sebuah emosi yang mendalam.

Lansonia bingung, ia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan oleh Ayah dan juga suaminya sekarang.

Dor

Bukh

Bugh!

Dor dor dor!

“BUNDA!” teriakan Lansonia begitu menggelegar saat melihat bagaimana Arsenka sudah menembak Bundanya yang membuat banyak darah keluar dari tubuhnya.

Lansonia langsung berlari menuju ke arah di mana Bundanya berada, ia langsung memeluk Bundanya yang sudah berlumuran darah.

“Bunda! Bunda ... Bunda ... Bunda ...!”

Lansonia tidak bisa menghentikan tangisannya saat kejadian di mana Arsenka membunuh Bundanya kembali terputar dalam benaknya.

Semuanya sungguh membingungkan, ia ingin marah tapi tidak tahu kepada siapa dia harus marah. Ia begitu ingin membuat Arsenka merasakan sebuah pembalasan dendam dari apa yang sudah Arsenka lakukan pada Bundanya.

Seorang wanita dengan gaun yang sedikit lusuh tengah melangkahkan kaki menuju ke arahnya. Beberapa kali mata Lansonia berkedip dengan cepat sambil memfokuskan retinanya menatap wanita yang berlumuran darah di tubuhnya, wajahnya lembab sebab terdapat banyak luka di wajahnya.

“Sia ...” panggil wanita itu dengan nada bicara yang terdengar cukup lirih. Langkah kaki wanita itu sudah tidak beraturan, mungkin sebab menahan rasa sakit yang sedang dia rasakan dari luka-luka yang ada di sekujur tubuhnya.

Mendengar dirinya dipanggil serta ia merasa kenal dengan wanita itu, akhirnya Lansonia melangkahkan kaki menuju ke tempat di mana wanita itu tengah berjalan.

Dirinya menatap serius wanita yang ada di hadapannya. Yakin dengan apa yang sudah dipikirkan sebab sudah terlihat dengan begitu jelas siapa wanita itu, akhirnya Lansonia memeluk wanita itu dengan begitu erat.

“Bunda kesakitan Sia ... Bunda kesakitan di sana Sia,” ucap Alice dengan nada bicara yang begitu berat sebab menahan rasa sakitnnya.

“Sia, balaskan dendam Bunda. Bunda kesakitan di sana,” lanjut Alice sambil memeluk Lansonia dengan pelukan yang begitu erat seolah menyalurkan rasa sakitnya.

Lansonia melepas pelukannya, meraba wajah Alice yang terlihat memar. Ia mengusap darah yang ada di wajah Alice, ia tak kuasa menahan rasa sakitnya saat mendengar Alice yang merintih kesakitan.

“Bunda ... sesakit itu lukanya?” tanya Lansonia dengan nada bicara yang rendah sambil terus menatap wajah Bundanya.

Alice menganggukkan kepalanya pelan. “Iya, ini menyiksa Bunda ... balaskan dendam Bunda padanya.” Kalimat yang sudah Alice ucapkan seolah benar-benar sebuah keinginannya di mana ia ingin kalau Putrinya membalaskan dendamnya pada orang yang sudah membuatnya tersiksa seperti ini—Arsenka.

“Aku kesulitan untuk balas dendam padanya Bun, aku yang berada di bawahnya bukan dia yang ada di bawahku.” Bukan tidak ingin ia balas dendam pada Arsenka. Ia juga ingin membuat Arsenka sengsara, hanya saja ia kesulitan untuk melakukan itu, karena dirinya ada di bawah kendali Arsenka.

“Bunda akan kembali ke sana, kita gak bisa lama-lama.” Alice mengusap-usap puncak kepala Lansonia. “Balaskan dendam Bunda.” Hal ini sepertinya menjdi hal yang begitu Alice inginkan. Sampai akhirnya dirinya seolah memudar menghilang.

Lansonia merasa begitu tertekan akan hal ini. Sedari dulu juga Lansonia ingin balas dendam akan hal ini, karena bagaimana pun juga dirinya tidak terima dengan apa yang sudah Arsenka perbuat pada Bundanya.

Semua kejadian itu terus-terusan terputar di benaknya, hanya saja dalam beberapa waktu terakhir yang terputar adalah bayangan masa lalunya.

Isak tangis Lansonia kembali muncul, ia merasa kalau bayangan Bundanya itu benar-benar nyata dan kalimat yang sudah keluar itu memang kalimat yang Bundanya inginkan, hanya saja ia kesulitan untuk membuat keinginan Bundanya terwujud. Bukan hal yang mudah untuk dirinya bermain dengan seorang Arsenka Sacalorskaf.

Setelah beberapa saat terdiam sambil termenung, Lansonia teringat akan seseorang. Tidak ada Arsenka sekarang, akhirnya Lansonia mengambil handphone-nya untuk menghubungi orang itu. “Hallo, Ray.” Lansonia mengawali pembicaraan lebih awal setelah mengetahui kalau panggilan darinya sudah diterima.

“Iya, ada apa?” Dengan begitu santai Jarnovak menjawab.

Lansonia menarik napasnya dengan begitu dalam. “Ada yang ingin aku ceritakan. Barusan bayangan Bunda kembali muncul, sampai saat ini hal yang Bunda inginkan adalah balas dendam. Aku harus bagaimana sekarang?” tanya Lansonia seolah meminta pendapat pada Jarnovak.

Jarnovak berpikir sejenak sambil mengaingat-ingat sesuatu yang dia rasa pernah ia ketahui. “Sepertinya hal itu memang hal yang Bunda inginkan. Sedari awal kamu bercerita tentang bayangan Bunda, pasti kamu mengatakan kalau Bunda ingin balas dendam.” Kalimat ini cukup masuk akal.

“Tapi bagaimana caranya? Aku di sini kesulitan untuk bermain, apalagi dengannya.” Lansonia juga ingin kalau ia bisa membalaskan dendam Bundanya, tapi dia sadar siapa orang yang akan menjadi lawannya kalau ia sampai melakukan hal sebagai bukti balas dendam dari perbuatan Arsenka pada Bundanya.

Jarnovak mengerti, memang terasa cukup sulit untuk Lansonia melakukan ini. Ia memtuar otaknya untuk bisa mendapatkan sebuah ide yang akan membantu Lansonia dalam membalaskan dendam Alice pada Arsenka, sesuatu hal muncul di pikirannya. “Aku tahu bagaimana caramu balas dendam padanya,” ucap Jarnovak dengan penuh keseriusan.

“Kamu serius?” Lansonia merasa begitu tidak percaya. “Bagaimana caranya?”

LOVE IS DANGEROUS : DEBILITATINGWhere stories live. Discover now