56 - MORE HURT

49.9K 3.8K 806
                                    

Sirine ambulans kini menggema di seluruh jalanan Jakarta membuat pengendara lain langsung berusaha minggir mempersilahkan ambulans tersebut untuk lewat. Rombongan anggota ZELVAROS kini mengawal dari belakang beramai-ramai, mengantarkan Brata yang saat ini sangat membutuhkan penanganan.

Setelah perjalanan yang cukup jauh, kini ambulans tersebut berbelok pada sebuah rumah sakit. Sontak petugas rumah sakit langsung keluar membantu menurunkan serta mendorong brankar yang di atasnya terdapat tubuh Brata yang tak berdaya.

"Bertahan," tutur Ellie yang ikut berlari di samping brankar Brata. Matanya menatap mata Brata yang tertutup rapat, sejak tadi cowok itu tak sadarkan diri.

"Mohon tunggu di luar, kami akan segera menangani pasien," ucap salah satu suster yang langsung menutup pintu ruangan UGD tak mempersilahkan Ellie untuk masuk.

"Ellie!"

Anggota inti ZELVAROS kini menghampiri gadis itu. Ellie langsung menangis membuat Ethan langsung memeluknya untuk memberikan ketenangan. "Brata gak papa, gue yakin itu. Dia udah biasa kena tembakan, Ell."

Kepala Ellie menggeleng di dalam pelukan Ethan. "Kalo udah biasa, kenapa sampai begini?"

"Kita berdoa aja, semoga Brata gak papa dan segera sadar," tutur Rudy menahan ringisan di pipinya yang banyak lebam.

Suara langkah tergesa kini terdengar di koridor. Mereka menoleh dan mendapati Abintara, Cimberly dan juga Berta yang datang dengan wajah khawatir. Tadi Ethan memang sempat mengabari mereka saat di perjalanan.

"Bagaimana kondisi Brata?" tanya Cimberly menatap mereka semua getir.

"Brata lagi ditanganin dokter, Tan."

"Apa yang membuat Brata jadi begini?" tanya Abintara.

"Dia tertembak dua kali. Di punggung dan dada, Om."

Abintara menghembuskan nafasnya berat. Tak biasanya anaknya itu tertembak dan akan jatuh tak berdaya seperti ini sehingga langsung dilarikan ke rumah sakit. Pandangannya kini terarah pada Ellie yang tengah menangis.

"Ellie," panggilnya.

Ethan melepaskan pelukannya pada Ellie sehingga membuat gadis itu kini menoleh ke arah Abintara.

"Boleh bicara sebentar?"

Ellie mengangguk lemah. Gadis itu mengikuti Abintara yang membawanya menjauh dari mereka.

"Maaf. Ini semua salah aku, Om," ucap Ellie lirih.

Abintara menggeleng. Pria itu menghentikan langkahnya membuat Ellie ikut berhenti. "Bukan salahmu," kata Abintara menepuk punggung Ellie.

"Ada yang ingin saya bicarakan mengenai kondisi Brata selama ini."

Ellie mengusap air matanya dan menatap Abintara bingung. Apakah ini tentang operasi yang Brata lalui beberapa Minggu yang lalu?

Melihat wajah Ellie yang begitu penasaran dengan ucapannya. Abintara menghela nafas sebentar. "Kemungkinan Brata untuk sembuh dari tumor otaknya hanya ada beberapa persen, Ellie."

Ellie tertegun mendengar itu. "Bukannya kak Brata masih di stadium awal? Kemungkinan besar untuk sembuh itu pasti masih bisa, kan, Om?"

"Sebelum operasi, dokter menyatakan bahwa tumor otak yang dia derita sudah ada di tahap stadium 3 sekarang. Bisa dibilang, tumor yang Brata derita ini termasuk tumor ganas."

Jantung Ellie langsung mencelos. Air matanya lagi-lagi mengalir tanpa diminta. Ia menggeleng, mencoba untuk tidak percaya. Tapi dirinya kembali diingatkan ketika Brata yang kembali dari Las Vegas dengan banyak perubahan. Dari rambut cowok itu yang selalu tertutupi topi akibat rambutnya yang sering rontok dan berakhir dicukur hingga menipis. Dan juga cowok itu yang lebih sering mimisan serta sakit kepala.

BRATAWhere stories live. Discover now